Kamis, 29 November 2018
PRODUK GEAR AND SPRING
Berikut Macam-macam Produk Gear dan Spring yang bisa kami buat:
Pemesanan dapat Melalui:
ARIP WIBOWO
Telp/WA : 0856 4899 5260
Email : wibowo.arip@ymail.com
Jumat, 23 November 2018
45 SYARAT MENJADI PRESIDEN RI
SYARAT MENJADI PRESIDEN RI
1. Hak Milik Raja dan Sultan
Sebelum 17 Agustus 1945, seluruh
tanah dan air Nusantara adalah hak milik 140 lebih Raja dan Sultan di seluruh
Nusantara.
Sekarang, ketika Nusantara
menjadi NKRI, siapa pemilik dan pemegang saham Indonesia? Siapa pemilik
konstitusional tanah, air, daratan dan lautan beserta isinya?
Apakah para Raja dan Sultan tetap pemilik sah-nya, ataukah kehilangan haknya, yang sejak berabad-abad sebelumnya ada di tangan mereka?
Apakah para Raja dan Sultan tetap pemilik sah-nya, ataukah kehilangan haknya, yang sejak berabad-abad sebelumnya ada di tangan mereka?
Kalau tahu jawaban
konstitusionalnya, berpeluang memenuhi salah satu syarat jadi Presiden.
2. Ballada Pemindahan Kekuasaan
Proklamator Kemerdekaan Indonesia
menyatakan: “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain
diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.
Mengemislah agar rakyat
mengangkutmu naik ke kursi Presiden, asalkan terlebih dulu menjelaskan kepada
rakyat Indonesia kapan pemindahan itu dilaksanakan? Dari siapa ke siapa? Semoga
jangan ada yang menjawab: pemindahan dari Penjajah Belanda ke NKRI.
3. Berkarun-Karun Kekayaan NKRI
Pak Capres, mohon penjelasan. Di
dalam teks Proklamasi 1945 itu, andaikan pemindahan yang dimaksud antara lain
adalah harta berkarun-karun dari Keraton-Keraton dan Kesultanan-Kesultanan yang
diserahkan kepada NKRI:
Kira-kira ukurannya sepadan
dengan berapa juta ton emas?
Berapa ratus gudang raksasa penuh
USD atau UBz atau apapun?
Berapa ratus Brankas berisi
tumpukan Surat-Surat, umpamanya satu lembar bermuatan tanda kepemilikan atas
2,4 juta kilogram emas?
Juga bermacam-macam bentuk
kekayaan NKRI lainnya di awal kemerdekaan itu: bisakah Pak Capres ungkap teks
perjanjian, aturan, sistem kewenangan atau pasal-pasal yang melindungi kekayaan
NKRI itu?
Supaya rakyat tahu bangsa
Indonesia ini kaya ataukah miskin?
4. Yang Digaji Berkuasa Atas Yang
Menggaji
Para Capres tolonglah jelaskan
ini kepada rakyat.
Belanda sampai hari ini tidak mengakui Kemerdekaan RI. Bagi Belanda, Indonesia tidak pernah merdeka, atau tidak perlu merdeka, karena sudah selalu merdeka.
Belanda sampai hari ini tidak mengakui Kemerdekaan RI. Bagi Belanda, Indonesia tidak pernah merdeka, atau tidak perlu merdeka, karena sudah selalu merdeka.
Belanda tidak pernah merasa
menjajah Indonesia. Mereka hanya berdagang. Bertransaksi dan sewa tanah kepada
Raja dan Sultan. Indonesia tidak berada pada posisi untuk memerdekakan diri
dari Belanda.
Atau kita tak perduli itu. Juga
anggap salah satu kemungkinannya adalah pemindahan kekuasaan dari Jepang, yang
tidak ke Sekutu tapi ke NKRI.
Tapi mohon para Capres jelaskan: kemerdekaan Indonesia sekarang ini ada di tangan siapa? Apa maksudnya bahwa bangsa Indonesia berdaulat atas NKRI? Siapa yang berkuasa atas berlangsungnya NKRI? Siapa yang menyusun program 70 atau 100 tahun ke masa depan NKRI?
Pemerintah? Mohon uraikan penjelasan logisnya bahwa sekumpulan orang yang digaji oleh rakyat, justru berkuasa atas rakyat dan Negaranya?
Bagaimana mungkin pihak yang dibayar berkuasa atas yang membayar.
Tapi mohon para Capres jelaskan: kemerdekaan Indonesia sekarang ini ada di tangan siapa? Apa maksudnya bahwa bangsa Indonesia berdaulat atas NKRI? Siapa yang berkuasa atas berlangsungnya NKRI? Siapa yang menyusun program 70 atau 100 tahun ke masa depan NKRI?
Pemerintah? Mohon uraikan penjelasan logisnya bahwa sekumpulan orang yang digaji oleh rakyat, justru berkuasa atas rakyat dan Negaranya?
Bagaimana mungkin pihak yang dibayar berkuasa atas yang membayar.
5. Hemat Energi Nasional
Bapak-bapak Capres Sampeyan mau
jadi Presiden itu maksudnya Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan? Apa sudah
dipertimbangkan dengan matang sejak dini?
Kalau yang resmi mencalonkan dan
disahkan oleh Panitia jelas hanya empat, bagaimana kalau “pingsut” atau undian
cara lainnya untuk berbagi menjadi Kepala Negara beserta Wakilnya, serta Kepala
Pemerintahan dengan Wakilnya.
Toh tidak ada kemungkinan selain Bapak berempat.
Toh tidak ada kemungkinan selain Bapak berempat.
Juga menghemat anggaran keuangan
nasionalnya. Hemat energi ratusan juta rakyat Indonesia. Termasuk pasti lebih
aman dari potensi benturan, kekisruhan sosial dan macam-macam kemungkinan
retak-retak kebangsaan kita.
6. Presiden Bombongan
Salah satu pertimbangan mendasar
kalau mau Nyapres: jangan mau lho Pak kelak jadi Presiden Gunggungan alias
Bombongan. Dulu di SD saya punya teman Gunggungan: asal kita bilang dia
ganteng, dia mau kita suruh mengejar tahi di aliran air sungai. Bahkan sangat
bersemangat dan bangga.
Nanti Bapak dibombong bahwa
pidato Bapak sangat bagus, bahwa Sampeyan Presiden Istimewa se-Dunia,
bawahan-bawahan Sampeyan dilulu : ada yang Menteri Keuangan Terbaik se-Asia, 1
dari 50 Wanita Paling Berpengaruh se-Asia Pasifik, dan macam-macam lagi.
Sampeyan hanya pakai Cd dan kaos singletpun dikasih tepuk tangan “Anggun benar
jas dan dasi Bapak”.
Begitulah salah satu cara efektif
yang dipakai oleh para Sekutu Penjajah untuk “morotin” Negara Bapak, untuk
menipu, memperdaya dan menjebak.
7. Lapisan Gelembung-Gelembung
Andaikan Allah terasa seperti
gelembung, maka Ia Maha Gelembung. Di dalamnya terdapat lapisan
gelembung-gelembung, hingga yang paling mikro.
Di lubuk jiwaku, gelembung
terkecil, yang ulang-alik bergeser-geser dari sudut ke pusat hatiku: namanya
Indonesia.
Ada rasa gelembung Tuhan. Ada
gelembung Tanah Air. Kemudian gelembung Rakyat. Lantas gelembung Negara. Dan
yang terkecil adalah gelembung Pemerintah.
Hampir semua orang terpenjara
dalam kesibukan gelembung ke-5, malas mempelajari 4. Padahal 5 selalu
memunggungi 1, memperkosa 2 dan menyiksa 3.
Adapun alamatku di 1-2-3,
menyalurkan kasih sayang dari 1 ke 2 dan 3. Aku cemas melihat 4 semakin
ditenggelamkan oleh lumpur kebodohan dan kemalasan, sementara 5 merasa dirinya
4.
Tapi baiklah. Tak apa, ya Allah,
asalkan tonggak baru 2019 adalah manifestasi dari biyadiKal khoir-Mu: ”tu`til
mulka man tasya wa tunzi’ul mulka min man tasya`”
8. Halalkanlah Segala Cara
Kalau urusannya bukan kekhusyukan
hati dan konsentrasi ilmu untuk menguak masa depan yang terbaik bagi rakyat
Indonesia. Kalau fokus perjuangan Pak Capres dan Pak Cawapres adalah menang
Pilpres dan pesaing harus kalah, maka jangan tanggung-tanggung menghalalkan
segala cara untuk mencapai puncak karier.
Tidak hanya Machiavelisme,
Firaunisme, Sengkunisme yang bisa dipakai. Tidak hanya Iblis, Setan, Dajjal
atau Emha Ainun Nadjib yang bisa dijadikan peluru untuk menembak lawan.Tetapi
wacana-wacana dari para Nabi, bahkan firman-firman Allah pun bisa dieksploitasi
dan dimanipulasi untuk mencapai kemenangan.
Mudah saja. “Katakan, Dialah
Allah Satu”, bisa dipakai oleh nomer urut satu. “Telah datang kebenaran,
maka runtuhlah kebathilan”, bisa dipakai oleh nomer urut dua. “Tanda
orang munafik ada tiga: kalau bicara, dusta. Kalau janji, ingkar. Kalau
dipercaya, khianat”, bisa dipakai oleh kedua-duanya.
9. Turnamen Ajaib
Pak Capres dan Pak Cawapres,
Tanah Air dan Negara yang Anda sangat gencar ingin menang, kemudian Panjenengan
berdua diupah oleh rakyat untuk mengelolanya ini tergolong gaib atau ajaib.
Banyak sekali aturannya yang
melanggar kelaziman aturan yang dikenal di manapun di dunia. Ibarat Turnamen,
peserta yang belum tuntas di Babak Penyisihan bisa loncat masuk Semifinal.
Belum lolos di Semifinal, langsung masuk Final. Sehingga dari Babak Penyisihan
yang belum ia selesaikan, dalam waktu singkat ia menjadi Juara.
Peserta lain membiayai Turnamen
sehingga menjadi kontingen. Di Perempat Final ia hanya menjadi Runner-up tapi
bisa lompat naik bersaing memperebutkan Medali Emas. Sejumlah pemain lain kena
kartu merah tapi tetap boleh melanjutkan pertandingan. Belum lagi Wasit dan
Hakim Garisnya, tidak mengabdi kepada sportivitas, melainkan menghamba kepada
salah satu Kesebelasan milik Klub yang merangkap jadi Panitia Turnamen.
Bapak-bapak ini menjadi Capres
dan Cawapres, apakah karena juga memiliki potensi keajaiban dan kegaiban yang
kompatibel dengan Turnamen yang Bapak ikuti?
10. Nifaq dan Safir alias Saib
Tahukah Pak Capres dan Pak
Cawapres bahwa sebagian rakyat, sebagaimana lazimnya manusia, memiliki sifat Nifaq,
Safir atau Saib.
Hari ini membela mati-matian,
besok ketika Sampeyan kalah, langsung mereka berbalik membela mati-matian musuh
Sampeyan yang menang.
Sekarang musuh Sampeyan dikutuk,
dihina, difitnah habis-habisan. Besok kalau Sampeyan kalah, balik mengutuk
Sampeyan dan menjilat musuh Sampeyan.
Nifaq sifatnya, Munafiq
orangnya. Safir artinya tak punya malu. Saib itu hidup tanpa
harga diri.
11. Rakyat yang Kejam
Para Capres dan Cawapres
hendaklah berhati-hati terhadap perilaku rakyatnya
Rakyat yang mengangkat pendusta menjadi pemimpinnya, adalah rakyat yang pemurah.
Rakyat yang mengangkat pendusta menjadi pemimpinnya, adalah rakyat yang pemurah.
Rakyat yang setelah
terang-benderang didustai pemimpinnya tetap mempercayainya, adalah rakyat yang
arif bijaksana.
Rakyat yang sesudah tiga kali
dibohongi tapi tetap memuja pemimpinnya, adalah rakyat yang dianugerahi
keajaiban oleh Tuhan.
Dan rakyat yang dibohongi sampai
lebih 60 kali namun tetap mengangkatnya jadi pemimpin, adalah rakyat yang kejam
dan tega.
Kejam karena tidak menolong
pemimpinnya dari kehancuran. Tega karena membiarkan Tuhan yang bertindak dengan
neraka-Nya.
12. Kekayaan Tanah Air
Pak Capres dan Pak Cawapres,
sebenarnya kita ini kaya atau miskin, pada ukuran harta benda? Kalau kaya,
seberapa kaya. Kalau miskin, seberapa miskin. Adakah Staf Bapak yang kita minta
tolong untuk membuka catatannya, angka-angka dan jumlahnya, jenis-jenis dan
wujudnya?
Dulu sebelum menjadi Indonesia,
semua tanah adalah milik para Raja dan Sultan. Sesudah merdeka, bagaimana bunyi
pasal-pasal yang mengatur kepemilikan baru itu? Sekarang ini, seberapa tanah
Indonesia yang masih menjadi milik rakyat Indonesia?
Kalau para Raja dan Sultan itu di
tahun kemerdekaan menyumbangkan kepada Indonesia harta benda berlimpah-limpah,
apa saja macam-macam bentuknya? Berapa jumlahnya? Di mana saja kekayaan itu
disimpan? Siapa yang punya legalitas untuk mengambilnya? Bagaimana konstitusi
Indonesia mengatur semua itu?
Mungkinkah jumlah kekayaan itu
dipakai untuk mengentaskan bangsa kita dari jurang utang dan kemiskinan?
13. Menanggung Pilpres 2019
Jangan buka lapisan tabir-tabir
siluman, rongga-rongga remang, sampai yang gelap pekat di belakang
Pilpres2019.
Ada banyak makhluk raksasa gaib,
dua Iblis besar, setan-setan besar yang mengerikan dan setan-setan kecil yang
menjijikkan, dari luar maupun dalam negeri.
Kemunafikan, kejahatan,
kekejaman, kehinaan dan brutalisme sudah terjadi sejak generasi kedua Adam
Hawa, tapi imajinasi manusia tak pernah membayangkan bahwa makhluk Tuhan bisa
berbuat sampai semunafik itu, sejahat itu, sekejam itu, sehina itu dan sebrutal
itu.
Anda takkan tahan. Hatimu tak
sanggup. Otakmu bisa retak-retak. Tenaga batinmu eman-eman untuk kau sia-siakan
memikirkan itu.
Maka jangan buka tabir itu.
Anda tekun bekerja saja, hidup
mesra dengan keluarga. Hal Pilpres kirim ke Tuhan saja, terserah Ia akan suruh
Jin Ifrith, Asif bin Barkhiyah, Panembahan Khidlir atau Panglima Izrail.
Anda sendiri kasih waktu satu dua
jam saja pas hari-H. Datang ke TPS, masuk bilik, lakukan mau Anda secara bebas
dan rahasia.
14. Mèlèt-mèlèt Kepada Buto
Kalau memang pemimpin, kesadaran
primernya adalah belajar kepada rakyat.
Rakyat bukanlah bawahan
Presidennya. Desa bukanlah anak buahnya Negara.
Rakyat adalah majikannya
Presiden. Negara adalah rumah milik rakyat. Desa adalah seniornya Negara.
Sejak berabad silam, desa sudah mawa
cara tapi sampai hari ini negara belum mawa tata.
Para pemimpin, para pejabat, yang
tidak belajar kepada rakyat desa: biasanya menjadi pelacurnya Yuyu Kangkang, atau
digendak Buto, bahkan tidak sekadar dodot iro bedhah ing pinggir. Malahan
menelanjangi diri sendiri dan martabat bangsanya, kemudian mèlèt-mèlèt kepada
Buto.
Kalau tidak paham ini, berarti
tidak pernah belajar kepada rakyat.
15. Kapitalisme Politik
Bapak Capres dan Cawapres, ada di
antara rakyat yang berposisi begini:
Kalau tak pilih GO, jangan pikir
pro-ZL. Cuma kapok sama GO, tapi tak berarti mantap pada ZL.
Ini Negara belum meruangi hak-hak
otentik rakyatnya untuk menentukan pemimpinya secara murni berdasarkan nurani
dan perhitungan akal sehatnya.
Ada ABCDEF hingga WXYZ, bahkan
ada HONOCOROKO hingga DOTOSOWOLO, belum lagi ALIFBATA sampai HAMZAHYA. Tapi
kami hanya diberi hak 0,00001%, dibatasi hanya dikasih pilihan GO atau
ZL.
Ini belum Demokrasi. Jangankan
lagi demokrasi yang mengakui eksistensi dan hak alam, hewan, para Nabi,
Malaikat dan Tuhan.
Apalagi proses hingga diajukan GO
dan ZL tidak berdasarkan kualitas, tapi tawar-menawar kapitalisme politik.
16. Tak Berani Menjabat
Pernah ketika makan bersama dengan
teman-teman serombongan teater, tiba-tiba saya tersedak sehingga seluruh
makanan di mulut saya nyemprot menimpa wajah teman yang duduk tepat di depan
saya.
Kotoran saya menimpa wajahnya,
harga diri pribadinya, martabat kemanusiaannya.
Dengan frustrasi saya minta maaf
berulang-ulang. Sambil langsung saya loncat dari kursi, berlari melingkar,
nyabet saputangan dari saku, saya usap wajahnya. Kemudian saya cium pipinya
kiri kanan dan saya peluk badannya.
Syukur teman itu sangat arif,
lapang dada dan berjiwa besar untuk memaafkan saya. Tetapi saya tidak pernah
merasa cukup untuk minta maaf. Dalam sehari itu saya minta maaf lebih 10 kali.
Pada waktu- waktu berikutnya permintaan maaf terus saya ulang-ulang. Eksistensi
saya sebagai manusia sudah cacat, saya tak akan berani menjabat jadi apapun di
kalangan manusia.
Rasa-dosa saya abadi : tak kan
pernah terbayar meskipun sampai Akherat.
17. Presiden Itu Apa
Kalau ditanya “Presidennya
siapa?”, tidak sukar menjawabnya :”Monggo mau milih siapa. Bebas dan rahasia”.
Tapi kalau pertanyaannya
“Presiden itu apa?”, agak tidak mudah menjawabnya.
Presiden itu apa? Kepala Negara?
Kepala Pemerintahan? Pengambil Keputusan? Pelaksana Keputusan? Orang nomer
satu? Pemimpin? Penguasa? Panglima? Direktur? Pemegang Amanat? Khalifah? Raja?
Sulthon? Dedengkot? Benggolan? Mbahureksa? Messiah? Ratu Adil? Satria Piningit?
Rais? Imam? Ro’un? Amir? Za’im? Waliyyul Amri? Qutb? ‘Amid? Qoid? Mursyid?
Mas`ul? Dalil?
Sedemikian kaya dan luas
cakrawala nilai-nilai Kepemimpinan, sehingga kabur, dan akhirnya tak
dipedulikan.
18. Pemimpin Yang Benar-Benar Pemimpin
Mustahil Pak Capres dan Pak
Cawapres tidak mengerti.
Bahwa di abad Globalisasi, yang
merupakan sistem penjajahan tercanggih dan terkomplit sekarang ini–beberapa
Negara dominan di muka bumi tidak menghendaki:
Bangsa Indonesia pandai
bernegara.
Dewasa dan mandiri berbangsa.
Berdaulat dalam kecerdasannya sebagai manusia dan masyarakat.
Waspada dalam menetapkan niat dan tujuan pembangunannya.
Berwawasan luas dan komprehensif secara ruang, serta akurat dan strategis secara waktu, dalam menyusun masa depan.
Dewasa dan mandiri berbangsa.
Berdaulat dalam kecerdasannya sebagai manusia dan masyarakat.
Waspada dalam menetapkan niat dan tujuan pembangunannya.
Berwawasan luas dan komprehensif secara ruang, serta akurat dan strategis secara waktu, dalam menyusun masa depan.
Para penguasa Dunia, baik dalam
posisi bekerjasama maupun bersaing, sama-sama membuntu jalan sejarah agar
jangan sampai Indonesia memiliki pemimpin yang benar-benar pemimpin.
Itulah cara paling efektif untuk
menggerogoti kekayaan dan menghancurkan mental bangsa ini sampai waktu tak
terbatas.
19. Yogya Mentraktir NKRI
Pak Capres dan Pak Cawapres
adalah “Muta’allimul-ghoib”, penembus penyibak penguak dan pembelajar kegaiban
atau kegelapan. Itu kalau mengacu pada sifat Allah “Alimul Ghoib”, Yang Maha
Tahu Kegaiban.
Manusia pembelajar kegaiban
adalah yang bergerak dari tidak tahu menuju tahu.
Capres Cawapres adalah orang
nomer satu yang wajib bergerak dari tidak mengerti menuju mengerti segala
urusan rakyat, Negara dan tanah airnya.
Itu syarat pertama dari 14
prinsip kepemimpinan kalau belajar kepada sebagian Asma Allah.
Misalnya, jangan sampai kita
menjadi bangsa yang terlaknat di hari esok, gara-gara tak tahu diri, tidak
ngerti bersyukur dan berterima kasih.
Maka Capres Cawapres
menginformasikan berapa jumlah biaya yang ditraktirkan oleh Kraton
Ngayogyakarta 1945-1947 kepada NKRI untuk melaksanakan Pemerintahan, dengan
seluruh keperluan birokrasi dan administrasinya.
Juga didetail hibah harta itu
berupa apa saja. Termasuk Sultan Hamengkubuwono IX pasang badan menjamin
eksistensi keuangan dan penghidupan NKRI di depan PBB dan lembaga-lembaga
internasional lain yang mempersyaratkannya?
Pun lengkapi dengan data tentang
hadiah Aceh kepada Indonesia, sehingga bersama Yogyakarta ia menjadi Daerah
Istimewa.
20. Berlatih Rahman Rahim
Mohon Pak Capres dan Pak Cawapres
menunda sejenak untuk berpikir menjadi “Malik” (Raja), sebelum berlatih
“Rahman” dan “Rahim” kepada rakyat.
Contoh kecil: cobalah cintai dan
sayangi Yogya dan Aceh.
Kata “istimewa” pada nama Yogya
dan Aceh, itu kemesraan persaudaraan nasional kah, atau simbolisme kebudayaan,
ataukah idiom konstitusi?
Sebab beda-beda substansinya,
hakekat dan syariatnya, manfaat dan resikonya.
Kalau itu soal persaudaraan dan
budaya, maka tidak ada legalitas formalnya. Tapi kalau keistimewaan itu
formal-konstitusional, bagaimana rumusan tata-kuasanya?
Para Capres dan Cawapres mohon
membenahi pengertian kita semua tentang itu. Misalnya kalau Yogya dan Aceh itu
istimewa, kenapa disebut Propinsi. Kalau propinsi, kenapa istimewa. Bagaimana
prinsip otoritas dan struktur kewenangannya, kewajiban dan haknya di antara
Pemerintah Pusat dengan Daerah Istimewa?
Secara “roso” (bukan rasa bukan
rōsã), apakah Yogya dan Aceh itu bawahan Jakarta, ataukah semacam orangtuanya
Indonesia.
21. Cacat Demokrasi
Cacat demokrasi, juga di
Indonesia, ada banyak, tapi saya sebut tiga saja, agar yang tidak disetujui
oleh para pelaku demokrasi ada tiga juga.
Pertama, demokrasi
dilaksanakan tanpa perundingan dengan Tuhan.
Kedua, tidak melibatkan
penduduk yang lain di bumi, misalnya tumbuh-tumbuhan, hewan, berbagai bangsa
Jin, energi-energi hidup makhluk-makhluk Tuhan lainnya yang juga punya hak yang
sama atas bumi.
Ketiga, rakyat tidak
berdaulat untuk memilih langsung Presidennya. Malah dimandatkan kepada
sekumpulan orang yang paling ambisius, serakah, tidak tahu malu dan lamis:
untuk menentukan satu dua orang yang rakyat dipaksa memilih salah satunya.
22. Demokrasi Kok Milih Siapa
Bangsa Indonesia ini sudah 73
tahun berdemokrasi, masih saja memilih “Siapa”.
Memang sih formalnya yang dipilih
adalah “Siapa”, tetapi pertimbangan para pemilihnya mestinya bukan “Siapa”-nya,
melainkan “Apa”-nya, “Bagaimana”-nya, “Kapan”-nya, “Kenapa”-nya, “Di Mana”-nya.
Seperti terminologi jurnalistik lah.
Misalnya, apa yang pernah
dilakukan olehnya selama ini, rekor pengabdian kerakyatannya seberapa. Dan apa
yang akan ia lakukan kalau jadi pemimpin, programnya mathuk atau tidak
dengan keperluan mendasar rakyatnya.
Bagaimana ia melakukannya, pola
managerialnya, strategi besar nasionalnya, budaya komunikasinya, akhlak
penerapannya. Sampai kapan perencanaannya, berpikir lima tahun sebatas jatah
jabatannya ataukah sejauh mungkin ke depan, karena Pemerintah lima tahunan
harus mengacu kepada program jangka panjang Negaranya. Sebab Negara tidak ada
rencana untuk berakhir atau bubar.
Kenapa kok begitu skala
prioritasnya, kenapa kok ajur-ajer pengabdian kepada rakyat
dinomor-satukan dan eksistensi dan citra diri dinomor-terakhirkan. Di mana saja
ia meletakkan kaki dan kegiatannya mencerminkan integritas kepemimpinannya.
Tetapi bangsa Indonesia tidak
diberi informasi tentang itu semua. Satu-satunya yang diketahui oleh rakyat
adalah “Siapa” Capres dan Cawapresnya.
23. Pemimpin Gila
Didukung Rektor dan para pimpinan
lainnya, kumpulan resmi mahasiswa ilmu politik dan pemerintahan Universitas
tertua Indonesia, bikin Sinau Bareng dengan CNKK.
Tentang “bagaimana berpolitik
tidak seperti kaum elite yang memimpin sekarang”–yang mereka sebut Democrazy:
para pelaku kegilaan politik, yang hasil utamanya adalah memecah-belah rakyat.
Kata “gila” itu maksudnya idiom
simbolik kultural ataukah benar-benar seperti yang dimaksudkan oleh ilmu
pengetahuan, psikologi misalnya, dengan kebenaran akademiknya.
Kalau melihat penyelenggaranya,
berarti gila dalam arti sebenarnya. Qoth’i. Bukan Dhonny, tafsir,
interpretasi, analisis dan persepsi.
Jadi bangsa Indonesia akan
memasuki tahun di mana mereka membayar biaya besar-besaran dan sibuk repot
untuk memilih dua di antara empat orang gila.
24. Qila Wa Qala Presiden
Berlangsunglah sebuah forum
massal rakyat sinau bareng. Workshop beberapa kelompok menemukan dan
menyimpulkan bahwa di antara segala apa saja dalam hidup ini, yang paling
paling paling penting adalah iman, taqwa, sabar, jujur dan ikhlas.
Mereka juga menemukan bahwa di
semua Sekolah, Pesantren, Universitas, Perguruan Tinggi, Majelis Taklim,
Kumpulan Tarikat, atau kerumunan-kerumunan di rumah-rumah Ibadah: tidak
tersedia pelatihan lelaku untuk lima hal penting itu.
Tidak ada kelasnya, tidak ada
mata kuliahnya, tidak ada workshopnya, tidak ada laboratoriumnya, tidak ada
bengkelnya, tidak ada trainingnya.
Yang berlangsung hanya orang
disuruh beriman, bertaqwa, bersabar, berjujur dan berikhlas. Tetapi tidak
pelatihannya, metodologinya, tehnik pendadarannya.
Sebagai warganegara mereka juga
harus memilih Presiden dan Wakilnya. Tetapi baik Presiden, Wakil maupun para
pemilihnya, tidak pernah berlatih untuk berlaku sebagaimana kewajibannya.
Yang pasti diketahui hanyalah
nama empat orang yang harus didua-orangkan, ditambah rerasanan massal, qila
wa qala, katanya begini begitu, menurut itu kok begini, menurut ini kok
begitu.
25. Presiden Pengisruh Rakyat
Sampeyan mau jadi Presiden dan
Wakil Presiden silahkan. Syaratnya tidak perlu plus, cukup asal tidak minus.
Tidak membangun ekonomi rakyat
apa boleh buat, asal jangan menghancurkannya.
Tidak membangkitkan
kesejahteraan, rakyat mencoba maklum, asal jangan bikin terpuruk penghidupan
rakyat.
Tidak bisa mengamankan kehidupan,
rakyat bisa aja mengalah, asal jangan malah bikin kisruh.
Tidak bisa mengatasi masalah
sesekali bisa dimaafkan, asalkan jangan tambahi masalah.
Problem-problem bangsa semakin
bertumpuk, rakyat bisa hanya mengelus dada, asal adanya Pak Presiden sendiri
jangan malah jadi problem.
Negara dan perpolitikan nasional
tidak sanggup mempersatukan rakyat, bisa dicari-cari alasan untuk dimaafkan —
asal jangan justru menjadi pemecah belah kesatuan rakyat.
Sebab demikian itulah yang
berlangsung hari-hari ini. Semua “jangan” itulah yang dilakukan oleh para
penguasa Negara, politisi nasional, orang-orang pintar di strata elite dan
menengah.
26. Presiden Rasa Malu
Syarat pertama menjadi Presiden
yang mudah dipahami oleh siapapun tapi amat sukar dilakukan oleh
pelakunya–adalah orang yang tidak berambisi jadi Presiden.
Hulunya manusia ambisius adalah
nafsu, hilirnya keserakahan. Di dalam dirinya penuh sesak oleh kobaran api
kepentingan pribadinya sendiri. Jabatan adalah pakaiannya, Negara adalah
perusahaannya, kekuasaan adalah pedangnya, dan rakyat hanyalah alas kaki
kepentingannya.
Rakyat yang belum tahu tapi
memilihnya karena merasa punya harapan, adalah rakyat yang tertipu. Rakyat yang
sudah tahu tapi tetap memilihnya karena sudah buta matanya, adalah rakyat yang
dungu.
Membangun bangsa kategori
terakhir itulah memang program utama kaum politisi. Seluruh sistem politik,
konstitusi dan aturannya khusus diperuntukkan bagi calon-calon yang ambisius,
yang tega memfitnah dan menyingkirkan lainnya, serta yang tak punya harga diri
dan budaya malu.
27. Tutupi Kekurangan Indonesia
Di dalam UUD 1945, Bab I Pasal 1,
3 ditetapkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.
Artinya, dalam Ilmu Maiyah:
Indonesia ini Negaranya adalah Negara Hukum, warganya adalah Manusia Keadilan,
dan tanah airnya adalah Tanah Air Nurani.
Tatanannya makro-mikronya: Tuhan
(kalau memang ber-Pancasila) > Tanah Air > Rakyat > Negara >
Pemerintah.
Strata supremasinya: Uluhiyah
Tuhan > Mizan Kesemestaan > Nurani Kemanusiaan > Akal Keadilan >
Rumusan Hukum.
Supremasi Hukum berlaku pada
Gelembung-gelembung mikro pemerintahan.
Sesungguhnya saya sedang
mencarikan argumentasi bahwa jargon NKRI “Supremasi Hukum” berasal dari
pemahaman pengetahuan yang tidak lengkap, serta ilmu yang belum dewasa. Ini
demi menutupi kekurangan Indonesia.
28. Presiden Manusia Keadilan
Hakikinya Capres dan Cawapres
tidaklah “memerlukan hukum”, karena mereka tak mungkin melanggar pagar
hukum.
Bagaimana bisa?
Karena seharusnya Presiden adalah
hamba Tuhan, manusia nurani, penyayang kemanusiaan, berakal keadilan.
Kepastian hukum adalah bagian
otomatik dalam kepribadiannya. Itu yang membuat mereka dipercaya oleh
rakyatnya.
Tetapi kalau yang memimpin
menjalani kepatuhan hukum saja tidak bisa, maka hakikinya dia belum layak
dikategorikan sebagai manusia, jauh dari kepantasan menjadi Presiden, apalagi Ahsanu
Taqwim. Jangankan lagi Insan Kamil, strata kualitas kemanusiaan yang
dipersyaratkan agar seseorang pantas memimpin.
29. Tampang Presiden
Bapak Capres dan Cawapres
hendaklah belajar sendiri-sendiri atau Sinau Bareng untuk mencapai kemampuan
senantiasa berkata dan bertindak proporsional, tepat, akurat, dengan tingkat
presisi setinggi mungkin.
Sebab yang akan Anda pimpin itu
manusia, bukan benda, materi atau barang. Manusia adalah miniatur Tuhan, dengan
kelengkapan dan keutuhan. Seluruh kandungan semesta ada pada manusia, sementara
anasir utama kemanusiaan–misalnya hati, nurani, harga diri, akal, muru`ah,
derajat, martabat dll–tidak dikandung oleh alam.
Hanya ahsanu taqwim manusia yang
mampu membedakan antara wajah, pasuryan, rai, dapur, tampang atau prèjèngan.
Pemimpin bahkan wajib bisa
meletakkan setiap kata itu pada presisi sosial, budaya, politik, psikologis,
atmosfer dan nuansa.
Kata asu, dobol, diamput dll bisa
saja menggembirakan dan menambah kemesraan: kalau diletakkan pada presisi kemanusiaan
dan bebrayan yang tepat, yang memperhitungkan keseimbangan dan harmoni atau
keselarasan.
30. Presiden Parah
Betapa parahnya bangsa ini,
memilih pemimpin tanpa wawasan.
Betapa malangnya bangsa ini,
memilih Presiden tanpa pengetahuan.
Betapa semberononya bangsa ini,
menempuh masa depan tanpa kewaspadaan.
Menjunjung idola tanpa ilmu,
memuja-muja pembohong sebagai pahlawan.
Memberi penghormatan tanpa
ketepatan, menghina tanpa perhitungan.
Terpesona kepada fatamorgana,
terkesima oleh khayalannya sendiri yang fana.
Pengingkar janji dinabi-nabikan,
munafik diratuadilkan.
Pengkhianat
dimuhammad-muhammadkan, pendusta dimalaikat-malaikatkan.
Mempertengkarkan hal-hal yang
tidak layak dipertengkarkan, mengubur sesuatu yang seharusnya dipersoalkan.
31. Presiden Sorga Neraka
Calon rakyat Pak Capres dan
Cawapres menginginkan komitmen bahwa demi Pancasila bersama, mereka memohon
Bapak berdua turut menuntun perjalanan ke sorga dan menjaga jangan sampai
kesasar masuk neraka.
Sebab tata nilai yang sedang
berlangsung adalah orang-orang dipimpin membangun sorga secara neraka atau
dengan jalan neraka. Atau apa yang selama ini diyakini sebagai sorga ternyata
hakikinya adalah neraka.
Demikian pun sebaliknya.
Orang-orang bangga ketika
seharusnya merasa hina, mereka merasa sukses tatkala melorot martabatnya.
Mereka memilih fana dari baka.
Mengambil yang palsu, bukan yang sejati. Mereka menempuh kesementaraan, menolak
keabadian.
Mereka memasuki kesempitan,
menjauhi keluasan. Mereka menyembah tuhan-tuhan, dan melecehkan Tuhan.
Mereka membenci daging rezeki
segar halal, dan memilih bangkai.
Mereka membuang saudaranya dengan
dalih persaudaraan, mereka menghardik atas nama persatuan.
Mereka meneriakkan Bhinneka
Tunggal Ika, pluralisme, keragaman, syu’uban wa qabail–tetapi mereka
memaki, menghina, mengutuk, membuang, mengusir sesama manusia, sesama bangsa
Indonesia.
Bahkan andaikan mereka mampu
memusnahkan saudaranya yang mereka musuhi itu, pasti juga sudah dilakukan.
32. Presiden Hoax
1.Kejujuran diterapkan secara
jujur. Misalnya seorang yang memenuhi berbagai persyaratan kwalitatif maupun
kwantitatif untuk menjadi Pemimpin, diproses dan diangkat menjadi Pemimpin
dengan cara yang benar dan baik.
2.Kejujuran diterapkan secara
bohong. Orang yang layak jadi Pemimpin, tapi diangkat secara curang atau
bohong.
3.Kebohongan diterapkan secara
jujur. Tidak layak jadi pemimpin tapi menempuh dan ditempuh dengan memenuhi
aturan-aturan yang berlaku.
4.Kebohongan diterapkan secara
bohong. Tidak pantas, tidak ekspert, tidak memenuhi syarat jadi Pemimpin, tapi
memaksakan dan dipaksakan dengan segala cara sampai yang tidak halal dan penuh
dusta untuk menjadi Pemimpin.
Hoax bukan hanya berita bohong,
tapi juga pikiran tidak jujur, hati dengki dan bermusuhan, politik penguasaan
sepihak, dan apa saja yang merusak kehidupan.
33. Presiden Ajaib
Para makhluk yang tinggal di
keajaiban langit, malah menemukan ada yang sangat ajaib di bumi. Ialah orang di
bumi yang mati-matian ingin jadi Presiden, atau mempertahankan jabatan
Presidennya.
Presiden memanggul gunung
tanggung jawab keadaan se-Negara, dari perekonomian nasional hingga sebuah
lubang di jalanan. Padahal mengangkut batu pertanggungjawaban dirinya sendiri
saja belum tentu sanggup.
Maka di pandangan awam, ada empat
kemungkinan orang macam itu: nekat, bunuh diri, gila, atau dungu.
Allah sendiri menginformasikan: ”Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh”
34. Presiden Aturan
“Lho kalau berjuang jadi Presiden
itu dianggap perilaku ajaib, terus gimana dong?”
“Kalau sudah terlanjur bikin
Negara ya harus ada Kepala Negaranya, entah Presiden atau apa namanya”
“Katanya mencalonkan diri jadi
Presiden itu nekat, bunuh diri, gila atau dungu?”
“Ya jangan jadi Presiden karena
ambisi dan ingin, apalagi bernafsu. Sebab resikonya Tuhan tidak ikut campur,
tidak peduli, tidak menolong”
“Terus gimana caranya supaya ada
Presiden?”
“Jangan mencalonkan diri”
“Kan aturannya harus mencalonkan
diri”
“Manusia berhak memperhitungkan
kembali manfaat mudarat, untuk memutuskan akan mengubah aturan bikinannya atau
tidak”.
35. Presiden Daulat
Kalau ada orang menawarkan diri
jadi Imam shalat, para makmum tidak akan memilihnya, atau minimal tidak
meridlainya jadi Imam.
Kalau ada orang mencalonkan diri
jadi Pemimpin, masyarakat yang masih punya tawadlu, harga diri dan rasa malu:
bisa merasakan bahwa itu orang sok hebat, merasa unggul dan tidak punya
kerendahan hati.
Kalau untuk punya Presiden
caranya harus dengan membuka pendaftaran pencalonan — maka mudah-mudahan masih
ada kemungkinan bahwa seseorang menjadi Presiden karena didaulat secara otentik
dan murni oleh rakyat.
Bagaimana caranya? Mekanismenya?
Prosedurnya?
Ada. Tergantung mau belajar atau
tidak.
36. Presiden Pancasila
Karena semua manusia, tanah, air,
darat, laut, sungai, gunung, tambang dan apa saja adalah hak milik Allah–maka
Presiden yang memimpin Negara logisnya ya atas perintah Allah.
Presiden ikhlas memimpin karena
diperintah oleh Tuhan, sehingga wajib menjalankannya.
Menjadi Presiden itu bukan
terutama soal hak, tapi kewajiban mengabdi. Kalau Tuhan yang perintah dan
mewajibkan, Ia men-support, memfasilitasi, membimbing dan melindungi”
“Bagaimana tahu atau memastikan
bahwa itu perintah Tuhan?”
“Lho katanya Pancasila. Tiang
utamanya kan Ketuhanan Yang Maha Esa. Lha selama 73 tahun ini bagaimana
pergaulannya dengan Tuhan?”
37. Presiden Dipilihkan
Pada umumnya rakyat Indonesia
sangat pandai menjalani hidup. Mandiri. Kerja keras. Tangguh. Iguh dan ubet-nya
ranking-1 dunia.
Penghidupan mereka tidak terlalu
tergantung pada baik buruknya Pemerintah.
Mungkin itulah sebabnya mereka
tidak pernah terdidik untuk pandai bagaimana memilih Presiden.
Bahkan bagaimana sebaiknya tata
cara memproses pemilihan Presiden mereka juga tidak peduli-peduli amat.
Mereka tidak pernah benar-benar
memilih Presiden di antara ratusan juta penduduk. Capres Cawapres-nya dipilihkan
3-4 dari 250 juta oleh hasil transaksi Parpol-parpol, mereka rela-rela saja.
Yang gaduh, ribut dan terus
bertengkar adalah sebagian rakyat yang tidak mandiri, sehingga nempel untuk
bekerja di gerbong Capres Cawapres.
38. Presiden Ridla
Secara umum rakyat dan bangsa
Indonesia memang belum punya pengetahuan dan kemampuan yang mencukupi tentang
bagaimana kehidupan ber-Negara.
Tidak mengerti beda dan pilah
antara Negara dengan Pemerintah. Misalnya tidak tahu kalau BUMN itu bukan BUMP,
ASN bukan ASP, TNI dan Polri bukan aparat Pemerintah melainkan perangkat
Negara. Juga MK, KY, KPK dll tidak terletak di struktur Pemerintahan.
Oleh para penguasa, ketidaktahuan
dan ketidakmampuan itu dipelihara dengan baik, dirawat dengan canggih dan
dijaga secara strategis untuk jangan sampai berubah.
Mungkin Tuhan pencipta rakyat
Indonesia yang pada suatu hari nanti menunjukkan bahwa Ia tidak ridla atas
pembodohan akut itu.
39. Presiden Penggede
Demokrasi memerlukan rakyat
dengan tingkat pengetahuan, ilmu dan kualitas intelektual dan budaya yang
memadai.
Kalau manusia tidak punya
perspektif pandang, sehingga tidak belajar memetakan sejatinya apa dan mana
Pencipta kehidupan, apa dan mana alam semesta, tanah air, rakyat, warga,
Negara, pemerintah — maka Presiden dianggap Penggede.
Maka menjadi Presiden adalah
prestasi tertinggi, karena potensial untuk digede-gedekan, dituhankan, dianggap
memegang pusat simpul segala kekuasaan. Hal tanggung jawab dan dosa, itu
sekunder.
Penggede itu 50% mitos. Kalau
Penggede meninggal, mitosnya 100% pahlawan yang 100% benar. “Sewilayah dengan
Tuhan dan Nabi”. Can do no wrong.
Maka kesalahan sejarah di masa
silam tak bisa diperbaiki, karena terkait dengan almarhum Penggede yang tidak
mungkin salah.
40. Presiden Loyang
Kalau para cendekiawan di antara
rakyat saja memperdebatkan kripik sebagai ketela, mempertengkarkan nasi pada
ranah padi, atau bermusuhan karena tidak mampu memilah konteks mana kapas mana
benang mana kain mana pakaian — bagaimana mungkin mereka semua layak memilih
Presiden.
Yang dipilih kemungkinan besar
adalah Presiden Kerikil karena disangka Mutiara. Presiden Loyang karena dikira
Emas. Presiden Kripik yang diyakini sebagai Ketela.
Karena tidak mampu meletakkan di
koordinat mana letak manusia, Nabi, pepohonan, ketuhanan, ratu adil, satriyo
piningit, mutiara, akik dan tahi ayam.
Kata “tahi ayam” juga bisa
dianggap penghinaan oleh orang yang tidak mengerti bahwa tlethong sapi
atau bahkan tinjanya sendiri adalah pintu ilmu dan jalan kesadaran menuju
keagungan qadla qadar Sang Maha Beliau.
41. Pseudo-Presiden
Primer disekunderkan. Sekunder
diprimerkan. Madzhab diagamakan. Ormas diaqidahkan. Pemerintah dimalaikatkan.
Presiden dituhankan. Aturan manusia dilauhil-mahfudhkan.
Syariat diijtihadkan. Ijtihad
disyariatkan. Qoth’iy di-dhonny-kan. Dhonny di-qoth’iy-kan.
Kebencian dipercintakan, cinta
diperbencikan. Wajib dimakruhkan, haram disunnahkan, halal dipermusuhkan.
Matematika diperdemokrasikan, demokrasi diperniagakan. Betapa parahnya bangsa
ini, tidak belajar sudut pandang. Tidak sinau bareng sisi pandang, resolusi
pandang, jarak pandang. Kaki dikepalakan, pantat diwajahkan, wajah dibokongkan.
Bangsa yang para cerdik pandainya
saja dilanda ketidaklengkapan ilmu, ketidakutuhan pandangan dan ketidaktepatan
pengetahuan seperti itu maka produknya hampir mustahil kalau bukan
Pseudo-Presiden.
42. Presiden Keseimbangan
Kalau hak tidak dijunjung dalam
keseimbangan dengan kewajiban. Kalau kewajiban tidak dipahami dari benih, akar
dan sanad-matan.
Kalau keinginan
dimerdeka-merdekakan. Kalau kemerdekaan tidak dibimbing oleh hakekat
batasan-batasan. Kalau kebutuhan tidak meregulasi nafsu dan keserakahan.
Maka yang berlangsung dalam
budaya bernegara dan peradaban berbangsa adalah deret hitung kebodohan dan
deret ukur dismanajemen.
Niat baik untuk mengatasi
masalah, menghasilkan masalah baru. Kebenaran memproduksi kebatilan. Kebaikan
melahirkan kemudaratan.
Jangankan memilih Presiden,
menjaga badan dari kelebihan kolestrol, memelihara kesehatan dari asam urat,
lemak jahat, disfungsi onderdil-onderdil jasad saja tak semakin bisa.
Jangankan lagi jiwanya,
mentalnya, moralnya, harmoni psikologisnya, ketepatan perjodohan jasmani
rohaninya.
Allah menuntun duduk iftirasy,
hamba-Nya memilih duduk ongkang-ongkang. Tuhan menghamparkan daging segar, hamba-Nya
memilih bangkai goreng.
43. Presiden Tampilan
Di Abad 21, dengan industri 4.0,
teknologi supra dan ilmu matahari terbit dari Barat, manusianya merasa paling
hebat di antara ummat manusia sepanjang zaman.
Tapi manusia dan kemanusiaan
tidak menjadi fokus kemajuan. Manusia semakin tidak mampu memahami manusia.
Yang disebut manusia hanya faktor teknisnya, tampilan casing-nya,
performa topeng sosialnya, bahkan tingkat produktivitas materiilnya.
Kalau ada orang kaya, disebut
sukses. Kalau jadi Presiden, disimpulkan itu puncak pencapaian karier.
Kalau rajin beribadah, disebut
saleh. Kalau pakai surban, itu Kiai. Kalau fasih mengucapkan firman, itu
Ustadz. Kalau tangannya nenteng tasbih, itu Syekh alim. Kalau namanya pakai KH,
itu Ulama. Kalau Sarjana, itu ilmuwan. Kalau Doktor, itu ekspert.
Mereka cari pemimpin, yang
dipilih Presiden.
44. Presiden HAM
Yang paling mendasar dan utama
dari sifat durhaka manusia adalah manusia berlaku seakan-akan manusia
menciptakan dirinya sendiri.
Puncaknya manusia
memproklamasikan “Hak Asasi Manusia”. Seolah-olah ia punya saham atas
terciptanya sehelai rambutnya. Seolah-olah ia berinisiatif dan berkuasa atas
detak jantung dan aliran darahnya. Seolah manusia sendirilah yang merancang
hidup dan matinya.
Itu bukan hanya durhaka, tapi juga
tidak rasional, tidak ilmiah, tak bernalar, seolah-olah ia tak punya akal.
Memenggal hilir dari hulu. Menggelapkan asal-usul. Tidak setia kepada sebab
akibat.
Kalau manusia terhadap dirinya
sendiri saja bersikap tidak mendasar, tidak jujur dan tidak rasional—maka kalau
memilih Presiden, mustahil yang dimaksud adalah benar-benar Presiden.
45. Presiden Pemimpin Dunia
Sampai hari ini yang dimaksud
kemajuan adalah struktur bangunan fisik, pembangunan materiil, kemegahan kasat
mata alias Ilmu Katon. Bukan Peradaban Manusia.
Maka yang dilihat pada manusia
hanyalah bagian meteriilnya. Berdasarkan kulit luarnya, identitasnya, ormasnya,
parpolnya, profesinya, pakaiannya, madzhabnya, kategorinya, box-nya, kotaknya,
tempurungnya, topeng kemegahan jasadiyahnya.
Peradaban primitif dan dekaden
seperti itu belum mengenal fenomena Semar yang gembrot tapi ternyata Insan
Kamil. Gareng mata juling yang adalah filosof. Petruk yang berhidung
panjang adalah ilmuwan, Bagong yang buruk muka adalah pujangga, budayawan dan
pakar komunikasi.
Peradaban Indonesia Zaman Now
menyangka Punakawan adalah badut. Nggak paham Punakawan, apalagi Panakawan.
Yang dibutuhkan oleh bangsa agung
Nusantara Raya adalah Presiden yang menyimpan disain besar Cetak Biru
Peradaban Manusia untuk besok pagi. Meninggalkan Peradaban Maniak Materi,
Peradaban Budak Industri, Peradaban Kekuasaan Hewani hari ini.
Presiden Indonesia harus
Pemimpin dunia.
(Mbah Nun bersama Masyarakat
Maiyah)
Sumber : https://www.caknun.com/tag/reformasi-nkri/
Selasa, 21 Agustus 2018
#SENGKUNI2019
#SGKN201901
1.
Bersyukur dan Takut
Aku
bersyukur Indonesia tidak mengenalku
Ia hanya sesekali berpapasan dengan bayang-bayangku
Terkadang ia menyapaku, tapi salah panggil apa dan siapa diriku
Ada saat aku ingin memperkenalkan diriku, tapi selalu ragu
Akhirnya kubatalkan, karena aku tidak menemukan bahwa ia sungguh-sungguh mau
berkenalan denganku
Aku bersyukur Indonesia tidak mengenalku
Sebab aku sungguh takut kepadanya
Aku ngeri berurusan dengannya
Aku cemas kalau berada di dekatnya
Aku terlalu gerah oleh udaranya
Aku tak sanggup menghirup baunya
Aku gemetar mendengar suara hatinya
Aku tak berani ditikam oleh pedang kebutaannya
Aku mengambil jarak sangat jauh dari perangai mentalnya
Aku bersembunyi dari kegaiban akal dan logikanya
Aku resah mohon Tuhan jangan suruh aku mengurusinya
2.
Nabi
Paling Akhir
Ampunilah
sebuta ini mataku atas rahasia-Mu
Maafkanlah sebebal ini hati dan pikiranku
Sungguh tak kutahu yang mengalir adalah firman
Cahaya Kau pancarkan di kegelapan malam
Ya
Allah ternyata sesudah Nabi terakhir
Yang Kau lahirkan di Tanah padang pasir
Telah pula Engkau turunkan Nabi paling akhir
Di Nusantara, negeri sungai-sungai mengalir
Orang-orang
menjunjungnya
Melebihi Muhammad ataupun Baginda Jibril
Orang-orang membelanya bertaruh nyawa dan harga diri
Melebihi dan mengungguli maqam-Mu sendiri
Ya
Allah tetapi mustahil aku bergeser dari titik kakiku berpijak
Sepuluh kali hidup dan mati takkan membuatku berpindah kiblat
Telah kutempuh pengembaraan berabad-abad
Diterbangkan oleh syahadatain kepada-Mu dan Muhammad
3.
Satria
Pamungkas
Kalau
ia bukan Nabi-Mu wahai asal usul segala tajalli
Takkan sampai orang mempersembahkan sepenuh diri
Sampai pun para Ulama berwirid Ya Matinu Ya Qowiy
Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati
Siapa
selain utusan-Mu wahai penyuluh dan penyesat hati
Yang dicintai dengan sedia menyerahkan seluruh diri
Yang dipuja-puji sebagai Satria Pamungkas zaman ini
Satu pribadi kumpulan karakter semua Nabi-nabi
Kalau
bukan duta-Mu sendiri wahai Rabbinnas wal’alam
Keburukannya takkan kau ganti menjadi kebaikan
Dari Hari ke Hari yubaddilullahu sayyi`atihim hasanat
Khianat dan kedhaliman Kau ubah menjadi nikmat
Bagaikan
kekasih-Mu Muhammad itu sendiri
Hadir kembali blusukan ke kampung-kampung kami
Para Jamaah menyorongnya ke depan agar ngimami
Aku sembunyi sebab atas kotor hidupku ini aku tahu diri
4.
Nabi
Tambahan Akhir Zaman
Orang
bilang sabarnya bagaikan Nabi Ayub
Keberaniannya menandingi Nabi Ibrahim
Segagah Nabi Musa, seluwes Nabi Idris
Lembutnya bagaikan Isa Nabi cinta
Dinanti-nanti
kehadirannya sebagai Ratu Adil
Dirindukan lahirnya sebab ia Satria Piningit
Diharap-harap pertolongannya bak Imam Mahdi
Ia Messiah agung yang selalu diminta jadi Imam
Tekun
menaiki jenjang-jenjang perjuangan
Meskipun dibenci oleh para handai taulan
Ia adalah Nabi Yusuf tak tergoda oleh Zulaikha
Ia ditelan ikan namun berhasil keluar dari perutnya
Ya
Tuhan kenapa Engkau tak berterus terang
Bahwa kepada bangsa besar ini Engkau anugerahkan
Nabi tambahan karena darurat akhir zaman
Aku tidur lelap tak beranjak dari ranjang
5.
Gelembung
Pertapaan Sepi
Ilmu
yang kusandang sejak hari kelahiran
Adalah takkan sedia ditunggangi oleh zaman
Sejarah seakan berderap maju ke depan
Manusia sedunia mandeg dalam aliran
Sepanjang
hidup tak pernah aku tak bermasalah
Di semua bangku persekolahan palsunya sejarah
Tapi siang malam aku bertahan dan tidak lelah
Padaku tak ada tabir yang bisa menghijabi sejarah
Kalau
ini yang namanya Negara dan Pemerintah
Urusan kubatasi hanya menyayangi manusia
Kalau begini yang disebut kemajuan dan demokrasi
Takkan beranjak aku dari gelembung pertapaan sepi
6.
Remang
Kau
datang seperti dari alam ghaib
Seakan pembantu khusus Raqib Atid
Yang wajah dan tugasnya dibolak-balik
Baik jadi buruk, buruk jadi baik
Bohongmu
adalah kejujuran
Konyolmu adalah kemuliaan
Tak tahumu adalah kebijaksanaan
Tak layakmu disembunyikan
Aku
tidur sepanjang siang dan malam
Gagal ilmu gagal paham berkepanjangan
Rukuk sujud tak berkesudahan
Info dari Tuhan hanya remang-remang
7.
Maling
Orang
membenci dengan penuh kerinduan
Kepada maling, koruptor, pencopet, pengutil
Penjambret, penggangsir atau buto kempung
Mereka berantas sambil diam-diam meniru
Ketika
maling besar dihancurkan
Rakyat bersorak-sorai penuh kegembiraan
Para pelengser maling berkata diam-diam
“Jangan kamu saja, kami pun butuh bagian”
Dulu
maling satu, sekarang seribu jumlahnya
Dulu sekumpulan, sekarang hampir semuanya
Tak ada bukti kalau dibilang semuanya korupsi
Cuma gimana mau bilang ada penguasa yang tidak korupsi
8.
Balada
Dluafa
Ke
manakah kucari saudara-saudaraku Dluafa
Di sebelah mana dari gugus-gugus Nusantara
Di bagian mana dari kota, desa, segmen dan strata
Ketika setiap penduduk ingin kaya dan berkuasa
Sedulur-sedulurku Mustadlafin yang dilemahkan
Berjuang keras agar menjadi yang melemahkan
Keluargaku sebangsa yang tak kebagian
Mengidamkan posisi agar menguasai bagian-bagian
Tatkala
hari pemilihan datang
Serangan fajar pasti merupakan pendapatan
Semoga sanak familiku di hari mendatang
Terkabul menjadi pihak yang melakukan serangan
9.
Serigala
Berhati Domba
Orang
yang menuduh orang lainnya serigala
Ada sekurangnya tiga macam kemungkinannya
Pertama ia benar-benar seekor domba
Sebab domba yang paling peka terhadap serigala
Kedua
ia adalah serigala yang berhati domba
Selalu kecut hatinya, senantiasa cemas hidupnya
Rasa cemas bersumber dari rasa tidak percaya
Kepada dirinya, dan terlebih lagi kepada lainnya
Ketidakpercayaan
berasal dari kesempitan
Kesempitan adalah salah satu putra kekerdilan
Pengetahuannya tidak bulat atas kehidupan
Ilmunya tidak mengandung kebijaksanaan
Adapun
kemungkinan yang ketiga
Penuduh serigala adalah juga serigala
Yang menolak ada serigala lain yang bukan ia
Karena seluruh hutan rimba harus ia sendiri yang menguasainya
10. Domba dan Serigala
Di
rangkaian beribu kepulauan
Aku hidup rukun berdampingan
Dengan bangsa besar
Yang hidupnya penuh kekawatiran
Jiwa
mereka dikerdilkan oleh zaman
Kecil hati dan tak pernah merasa nyaman
Setiap orang merasa dirinya adalah domba
Dan yang selain dirinya adalah serigala
Ketika
domba merumput di padang-padang
Siapa saja yang lewat atau datang
Pastilah itu serigala yang mengancam
Selalu demikian mereka merasakan
Serigala
meneriaki serigala
Serigala sakit jiwa kepada serigala
Sehingga tak satupun yang bukan serigala
250 juta domba Nusantara tak mengerti itu semua
11. Domba Berhati Serigala
Aku
diutus pergi ke Negeri Domba
Tanah air domba, pulau-pulau domba
Domba-domba sangat indah dan tercinta
Berkurun waktu merumput hingga cakrawala
Sejak
tujuh abad yang telah silam
Serigala-serigala dari barat berdatangan
Menjadikan domba-domba sebagai makanan
Terutama otak dan hati domba pun dikenyam
Sejak
itu sebagian di antara domba-domba Nusantara
Melakukan perlawanan agar tak ditelan begitu saja
Mereka berjuang untuk bisa menjadi serigala
Sehingga bisa beramai-ramai ikut makan domba
Hari
ini semua anak domba dididik menjadi serigala
Setiap domba bercita-cita menjadi serigala
Aku dikerumuni oleh domba-domba berhati serigala
Aku domba kecil harus hadir sebagai serigala raksasa
12. Serigala atau Domba
Serigala
atau domba
Tidak karena besar kecil badannya
Di dalam peta perebutan kuasa
Kebanyakan serigala
Kecil, kurus atau pendek tubuhnya
Meskipun ada juga di antara mereka
Yang besar tinggi sosoknya
Serigala
atau domba
Terletak pada hatinya
Domba berat hati pada kalbunya
Serigala dikendalikan oleh syahwatnya
Akal pikiran yang berkantor di kepala
Ada yang menjadi penimbang nuraninya
Yang lainnya jadi bawahan nafsunya
13. Tatkala Domba Mengembek
Tak
ada domba yang lemah hidupnya
Kuat dan lemah hanyalah batas ilmu manusia
Tak ada selamat atau sesat padanya
Semua domba hidup bahagia
Karena ikhlas berbagi dengan manusia
Kambing tidak menginginkan apa-apa
Tuhan yang menginginkan mereka
Domba tidak menuju ke mana-mana
Mereka sudah bersemayam pada-Nya
Domba tidak memperjuangkan cita-cita
Mereka mengada karena kemauan-Nya
Domba tidak perlu mentaati-Nya
Tak ada jarak yang harus ditempuhnya
Tuhan hulu-hilir mereka tanpa rentang di antaranya
Para Nabi menggembalakan domba-domba
Padahal para utusan itulah sesungguhnya
Yang digembalakan oleh-Nya
Melalui tajalli domba-domba
Dan tatkala domba mengembek dengan mulutnya
Mestinya manusia belajar mencerdasinya
Bahwa itu adalah rasa kasihan dan sanepa
Bahkan ejekan kepada manusia
14. Sedia Menderita
Tak
ada serigala yang berdosa
Bahkan semua serigala tinggi derajatnya
Karena sedia menderita selama hidupnya
Tak bisa makan rumput seperti domba
Serigala diwajibkan mati sengsara
Karena ketika sudah udzur usianya
Tak sanggup menangkap mangsanya
Tak
ada serigala yang buas perilakunya
Kekejaman hanyalah prasangka manusia
Yang dijadikan kenyataan pada hidupnya
Tuhan bilang Kun dan menata dauriyah semesta
Ia memperlakukan diri-Nya para serigala
Ia memberlakukan gagasan dan kemauan-Nya
Pada animasi serigala, domba dan alam raya
Pun
manusia, yang serabutan perilakunya
Yang Ia angkat sebagai salah satu wakil kepala
Tapi berlaku mengkudeta kuasa-Nya
Mengucapkan kalimat, huruf dan kata
Mempidatokan nilai dan prasangka-prasangka
Menyusun pemerintahan dan tata kelola
Dengan mengambiil alih haq-Nya menjadi haknya
15. Domba Beranak Serigala
Berabad-abad
lamanya
Kita adalah bangsa domba
Tapi sejak anak-anak kita
Dimangsa oleh para serigala
Akhirnya kita didik anak kita
Supaya juga menjadi serigala
Berabad-abad
lamanya
Kita adalah manusia domba
Tuhan mengirim Nabi dan Rasul-Nya
Untuk menggembalakan kita
Menancapkan patok di pusat semesta
Dan mengulur tali ke leher kita
Kita
adalah domba beranak serigala
Tetapi serigala tetap beranak domba
Hingga disekolahkan agar jadi serigala
Tetapi hari ini serigala sadar ia domba
Ia berlatih menghimpun kekuatan serigala
Agar mulai esok tak lagi bisa dimangsa
16. Disamarkan Seakan Domba
Berabad-abad
lamanya
Kita adalah makhluk domba tercinta
Berasal dari gagasan kerinduan-Nya
Satu staf diperintahkan oleh-Nya
Untuk membentuk dan menata wujudnya
Domba
dipekerjakan untuk taqarruban
Suara mulut domba sepanjang kehidupan
Selalu bernada informasi dan peringatan
Dan setelah disembelih dan dimakan
Ia memperoleh derajat kemuliaan
Berabad-abad
lamanya
Kita disamarkan menjadi seakan domba
Di bumi hanya boleh berbunyi satu suara
Karena manusia omong terlalu banyak kata
Dengan itu mereka berbunuhan satu sama lainnya
17. Di Atas Serigala dan Domba
Ia
bukan serigala
Juga bukan domba
Ia di atas serigala dan domba
Ia lebih pandai, lebih unggul dan licin
Dibanding serigala dan domba
Ia
bisa menjadi serigala
Ketika menjadi serigala menguntungkannya
Ia juga dengan cepat bisa menjelma domba
Kalau menjadi domba membuatnya lebih banyak menumpuk laba
Ia
di atas semua serigala dan segala domba
Ia sanggup menserigalai kita dan mampu mendombai kita
Siapa saja bisa dibikinnya menjadi serigala
Juga siapapun bisa disanderanya menjadi domba
Sebagaimana
kata salah satu firman
Hidup hanyalah senda gurau dan permainan
Ia menerima ketentuan itu dengan penuh keikhlasan
Asalkan bagiannya adalah kursi besar kekuasaan
18. Tapi Aku Mencintaimu (1)
Wahai
Tuhan aku memohon perlindungan
Atas terancamnya cintaku kepada manusia
Yang berhimpun menjadi sebuah bangsa
Yang Engkau meletakkan hidupku padanya
Wahai
Tuhan tak kuasa aku menahan rahasia
Tetapi kalau sampai kubukakan kepada mereka
Aku khawatir mereka akan baku bunuh sesamanya
Atau akan bunuh diri tak kuat menanggungnya
Wahai
Tuhan mohon jangan biarkan
Cintaku tergerogoti oleh rasa malas dan bosan
Oleh ketakjuban buruk dan kemarahan
Mohon halangi cintaku dari rasa putus asa
19. Tapi Aku Mencintaimu (2)
Ini makhrajat dan kantung-kantung obat
Aku disuruh menyampaikan sebagai amanat
Supaya lelakumu tak sepenggal dan napasmu tersendat
Padahal hidupmu mengalir terus hingga akherat
Kamu
menjilat-jilat tapi merasa hebat
Kamu sembah dunia ngakumu lillahi ta’ala
Kamu pikir itu pencapaian padahal kebobrokan
Kamu merasa bangga padahal sedang sangat hina
Tetap
kubagi-bagi meskipun untuk munafiqin munafiqat
Urusan dengan Tuhanmulah untuk dicintai atau dilaknat
Aku kagum mentalmu sangat tangguh dan kuat
Sebab telah kau buang rasa malu dan martabat
20. Tapi Aku Mencintaimu (3)
Aku
bertempur melawan raksasa
Yang melesat keluar dari dalam jiwaku sendiri
Ia unjuk sulthan gagah perkasa bertiwikrama
Karena lelah terlalu lama bersembunyi
Aku
sungguh membutuhkan kelembutan hati-Mu
Sebab dengan secipratan saja aku memperolehnya
Atau Engkau suntikkan dari ubun-ubun ke dada
Letusan seratus gunung aku sanggup menelannya
Ya
Allah la yafqohuna qoulan wa la syai`an
Cintaku kepada mereka hampir tak tertanggungkan
Atas huruf apa saja mereka salah dan gagal paham
Terlalu lama mereka digiring dikurung diternakkan
21. Tapi Aku Mencintaimu (4)
Wahai
Tuhan yang kelembutan-Mu tak terperi
Terimalah himpunan syahadah mujahadah
Dari anak cucuku yang berhimpun di dalam rumah
Tabung kaca Maiyah yang Engkau anugerahi dan lindungi
Wahai
Tuhan Yang Maha Tak Tega Hati
Hatiku tak pernah tega kepada anak cucu yang di luar
Yang di dalam diri sendiri pun mereka terlempar-lempar
Karena dunia dipimpin oleh yang kepada-Mu bermakar
Engkau
terlalu agung untuk tidak mengampuni
Mereka kejar dunia dan dunia menolak mereka
Mereka sembah berhala dan berhala meninggalkannya
Tinggal kemurahan-Mu harapan satu-satunya
22. Tapi Aku Mencintaimu (5)
Ya
Allah setua ini baru mulai kutahu
Lipatan-lipatan jebakan dalam ciptaan-Mu
Rekayasa dan animasi-animasi materi-Mu
Antara yang seolah nyata dan seakan semu
Jika
hidup adalah berkiprah di dunia
Jika hanya sejengkal ini keutamaan urusannya
Jika perjuangan adalah berebut kuasa dan harta benda
Maka Penciptanya sungguh rendah mutunya
Jika
kemajuan adalah tambang-tambang dan Istana
Kalau cinta adalah menutup mata dari cakrawala
Maka kemenangan adalah milik siapa saja
Yang tak tahu dirinya, tak ngerti malu dan hinanya
23. Tapi Aku Mencintaimu (6)
Aku
takjub kepada tenangnya hati mereka
Sebab tidak mengerti apa yang akan menimpa
Meskipun mereka risau atas yang tak perlu dirisaukan
Serta tidak galau terhadap yang mereka tak perlu galau
Aku
takjub mereka yakin sedang bernegara
Aku kagum pada keanehan mereka
Dalam memilih tokoh-tokoh dan pemimpinnya
Siapa saja tanpa pikir panjang bisa dijadikan apa saja
Aku
melihat sempit berpikirnya, pendek jangkauan ilmunya
Serta dangkal dan tidak lengkap pertimbangannya
Tapi tidak bagi mereka, aku ah makhluk paling dungu di dunia
Bersedih atas hal-hal yang mereka tak memperdulikannya
24. Tapi Aku Mencintaimu (7)
Sebagaimana
kualami sejak kanak-kanakku
Setiap ‘Ied datang, aku sembunyi dalam sepi dan bisu
Hatiku menggigil, telinga jiwaku dirusak
Allah sangat hadir tapi ditutupi oleh suara gaduh berderak-derak
Sejak
hari-hari menjelang Idul Adlha
Kucari di mana dua kekasih-Nya berada
Bapak macam apa yang tega hati menyembelih anaknya
Betapa mungkin ia mantap memenuhi perintah membunuh putranya
Tidaklah
karena iman dan kepatuhan kepada Tuhan
Maka ia boleh membuang rasa kemanusiaannya
Adakah seorang sastrawan di antara kita, yang mampu menggambarkan
Betapa iman dan keikhlasan tidaklah berlangsung datar tanpa guncangan
Ya
Allah Maha Tuan Rumah kalbu semua hamba
Kualami 66 Idul Adlha tanpa Ibrahim dan Ismail padanya
Tidak juga maknanya, bayangan atau kelebatan hakikatnya
Tetapi aku mencintai mereka semua, meskipun dukaku tak sampai padanya
25. Tapi Aku Mencintaimu (8)
Seribu
sapi disembelih
Sejuta nafsu dilampiaskan
Seribu kambing dikendurikan
Sejuta lawwamah dipestaporakan
Di
abad 21 puncak peradaban
Kaum Muslimin menghunus pedang
Tidak di akalnya, melainkan di tangan
Keluar dirinya mencari sasaran
Amir
Umara Alim Ulama menyimpulkan
Idul Qurban sebatas membunuh binatang
Di dalam jiwa mereka ternakkan Iblis Setan
Dikasih makanan politik dan keserakahan
26. Tapi Aku Mencintaimu (9)
Dua
ratus lima puluh juta orang
Yang hidupnya bersungguh-sungguh dan penuh kesulitan
Dipermainkan oleh beberapa ratus orang yang mereka tokohkan
Yang mereka upah dan mereka limpahi kesejahteraan
Dua
ratus lima puluh juta rakyat
Yang perjuangan penghidupannya penuh kemandirian
Menjunjung beberapa ribu penipu di atas kepala mereka
Sedemikian tangguhnya mereka sehingga tetap tertawa-tawa
Ribuan
orang-orang pandai menginjakkan sepatu tipu daya
Ribuan orang-orang dewasa yang rakus seperti kaum remaja
Ribuan orang-orang tua dengan air liur bayi di mulut mereka
Memperdalam cintaku seharga seribu mati kepada mereka
27. Tapi Aku Mencintaimu (10)
Dua
ratus juta orang tak berdaya apa-apa
Atas penipuan yang menjerat mereka dari era ke era
Tetapi itu membuat mereka berkekuatan ekstra
Atas hidup mereka bersama keluarga
Para penipulah golongan manusia paling tak terdaya
Sehingga perlu menipu sesamanya
Demi menyangga hidupnya
Para
penipu menyebut dirinya tukang perintah
Padahal hidup mereka bergantung pada upah
Para penipu itu mengaku berjuang membela rakyatnya
Padahal mereka lebih lemah dan tak ada tanpa rakyatnya
Mereka mengaku dan merasa diri mereka adalah Negara
Padahal Negara tak pernah merancang akhir dari hidupnya
Sementara para penipu itu hanya duduk lima tahun saja
28. Tapi Aku Mencintaimu (11)
Di
antara dua ratus lima puluh juta rakyat
Terdapat kaum penipu yang berganti-ganti kerjanya
Tatkala lemah mereka mengemis dan menjilat
Ketika kuat mereka merampok laut dan darat
Para
penipu itu bernafsu ingin jadi orang besar
Sebab mereka merendahkan petani kuli pasar
Siapa saja yang menguntungkan, kontan ditaatinya
Kalau besok merugikan, langsung dikhianatinya
Di
antara mereka berpura-pura bersaing sesamanya
Mereka lawan saling berseberangan, kawan tak ada
Sahabat sejatinya adalah ambisi dan keserakahan
Susah payah kupertahankan cinta karena mereka manusia
29. Tapi Aku Mencintaimu (12)
Para penipu sangat sukar dikenali siapa mereka
Wajah mereka selalu ditabiri dengan citra
Kebusukan hati mereka diparfumi dengan kata-kata
Malaikat mulutnya tapi Iblis pelaksanaannya
Dunia pun mengangkat mereka sebagai Dewa-dewa
Karena mereka hanya budak dari maha dewa dunia
Yang berabad-abad mencuci otak ummat manusia
Memproduksi api neraka dilabeli sorga
Aku sangat mencintai dan siang malam menemani
Ratusan juta manusia yang hidup untuk diperdaya
Kusimpan sekantung rahasia sangat rapi dalam hati
Sampai seluruh prasangka peradaban ini tiba di hari senja
30. Tapi Aku Mencintaimu (13)
Kita
hidup kholidina fiha abada
Inna li Allah dan roji’un kepada-Nya jua
Allah asal-usul dan tujuan di seberang cakrawala
Cahaya terpuji sang Pembarep yang menuntun
Kita semua menguntit di belakang langkahnya
Adapun
kepada manusia, kepada bangsa
Dengan fatamorgana Negara khayalannya
Yang grubyag-grubyug berjalan
tak tahu arahnya
Yang kini sedang menyiapkan perbenturan berikutnya
Kapan saja bisa dan punya, kita siap mengevakuasinya
31. Tapi Aku Mencintaimu (14)
Kami
Miim sekeluarga menyayangi semua
Bebarengan para Siin mengawal
Hingga tembus ruang di seberang cakrawala
Jumpa kembali dengan Nuun yang sejatinya
Selalu
bermesraan dengan berjuta-juta saudara
Kadang masih muncul urusan kemajuan selompatan
Topik parit dangkal, urat pendek, mata kalap
Atau pembangunan semu kenikmatan sekejap
Ratusan
juta kanak-kanak tak kunjung dewasa
Suntuk bersekolah hanya sampai ke remaja
Tetapi kami tidak mencampuri urusan mereka
Hanya siaga masa depan, untuk api atau cahaya
32. Tapi Aku Mencintaimu (15)
Aslinya
aku sedih pada hari ini-mu
Dan sangat cemas esok hari-mu
Karena aku amat menyayangimu
Sehingga tak mungkin meninggalkanmu
Aku
kenal mereka setan-setan yuwaswisu
Yang memutus-mutus helai saraf otakmu
Sampai kepalamu berlubang-lubang
Takkan kau tahu seberapa prihatinku
Sampai
membeku hatimu, jumud mentalmu
Tak pernah lagi lengkap ilmu pengetahuanmu
Cacat tak terkirakan, terkeping berantakan
Tak kukira kau tak percaya diri hingga sedemikian
33. Tapi Aku Mencintaimu (16)
Kenapa
sih dulu kamu repot-repot bikin Negara
Padahal makin jelas kau tak becus mengurusinya
Kau tak punya minat dan niat untuk mempelajari
Apalagi berjuang keras untuk sungguh-sungguh mengerti
Kenapa
tidak iguh, berijtihad, waskita ke depan
Tak menjerat diri harus Negara, Republik stau Kerajaan
Tak harus demokrasi, yang kau pahamı setengah matang
Dan rendah diri terhadap yang orang lain paksa-paksakan
Kok
aneh yang kau jalani malah bukan dirimu sendiri
Ajaib kau menolak kedaulatan atas hidupmu sendiri
Kau pasang-pasang wajah orang di mukamu
Bangga berlomba jadi ekor dari penjajahmu
34. Tapi Aku Mencintaimu (17)
Lakum
dinukum waliadin
Laka dinuka wa li dini
Semoga tiba pada yang kau yakin
Meskipun yang bikin kau sendiri
Meskipun
yang kau sebut tuhan
Adalah hasil prasangkamu sendiri
Tetap kudoakan sampai ke tujuan
Sebab Tuhan toh sangat murah hati
Jangan
bilang agamamu agamamu
Sehingga agamaku adalah agamaku
Akal terhina kalau tuhanmu tuhanmu
Dan Tuhanku adalah Tuhanku
35. Tapi Aku Mencintaimu (18)
Kalau
bagimu itu agama
Teguhlah memeluknya
Kalau ini bagimu Negara
Makan sekenyangnya
Kalau
kau yakin begini ini demokrasi
Silahkan ambil dan nikmati
Kau merdeka dariku untuk kenduri
Takkan aku mengambil barang sebiji
Kalau
bagimu itu ilmu dan kecanggihan
Serakahilah daratan dan reguklah lautan
Kalau maksudmu ini kemajuan dan inovasi
Takkan kutuntut presidennya ganti
36. Tapi Aku Mencintaimu (19)
Empat
puluh tahun silam kubilang kepadamu
Bahwa engkau adalah bagian dari hidupku
Karena kalau aku adalah bagian dari hidupmu
Maka posisiku adalah meminta bagian darimu
Tidak.
Aku tak minta, Aku mau kasih kamu
Aku mau aku yang mempersembahkan sesuatu
Kusingkirkan hak-hakku atas kekayaanmu
Kusembunyikan tagihan-tagihanku kepadamu
Tetapi
kini wajahmu menjadi hantu di pandanganku
Kini aku takut berdekatan dan berbagi denganmu
Hari ini tak tahan hatiku menyaksikan hidupmu
Sampai rasanya tak mau kau jadi bagian dari hidupku
37. Tapi Aku Mencintaimu (20)
Temukanlah
sepenggal waktu
Sesapuan bunyi atau suara
Satu titik fakta atau sekilas peristiwa
Yang bisa kau pakai untuk membuktikan
Bahwa aku pernah tidak mencintaimu
Periksalah
pecah-pecah telapak kakiku
Ngilu jari-jemari dan kelelahan darahku
Ambillah satu huruf dari bunyi mulutku
Atau satu cc rahasia dari dalam kalbuku
Yang tak mencerminkan cintaku kepadamu
Tapi
kau bukan lagi Indonesia
Bukan ini bangsa yang aku bangga
Kalau soal salah kelola dan pemimpin semu
Aku mengalah dan percaya kepada waktu
Tapi ampun-ampun soal hancurnya martabatmu
38. Tapi Aku Mencintaimu (21)
Bahkan
engkau tak harus tahu, apalagi mengakui
Titipan yang melimpah dari langit tinggi
Aku membiarkanmu tidur lelap sekali
Kujaga nikmatmu dengan menghalangi kobaran api
Indonesia
kau putra bungsu tak tahu diri
Namun demi tujuh langit senantiasa kucintai
Pembangunan sejarahmu dari hari ke hari
Adalah kanker yang merusak badanmu sendiri
Leluhur
masa silam kau tak peduli
Hak anak cucu masa depan kau habiskan hari ini
Itu pun tak ada yang benar-benar kau nikmati
Karena akal sekarat, mental bobrok dan jiwamu mati
39. Tapi Aku Mencintaimu (22)
Kutulis
puisi tiap hari
Supaya ada bahan bagimu untuk menilai
Bahwa ini bukanlah puisi
Bahwa puisi tidaklah yang begini
Ini
puisiku, bukan puisimu
Ini bagiku, bukan bagimu
Ini untukku sendiri
Muatannya tersembunyi
Apalagi
maksudnya
Apalagi agenda dan visi-misinya
Jadi pasti puisi-puisi ini bukan untukmu
Meskipun maaf nanti akan sampai kepadamu
40. Tapi Aku Mencintaimu (23)
Semoga
minimal setahun ke depan
Anak-anakku yang durhaka jangan datang
Hidup bukanlah 1-2 atau 5-10 tahun ke depan
Waktuku sempit untuk keserakahan dan kekonyolan
Mari
sini cucu-cucu faltandhur ma qaddamat lighad
Bapak Ibumu semakin mendekat ke liang lahat
Kusiapkan masker untuk melindungi akal dan hati
Lompatilah setahun paling laknat dan njijiki
Mereka
takkan bisa melihat eksistensi kalian
Sebab kalian lolos dari pendidikan peternakan
Tak bisa mereka ambil kalian jadi kuda tunggangan
Nanti di senja sekarat mereka akan baru mengalami kelahiran
41. Tapi Aku Mencintaimu (24)
Sangat
jelas wajahmu di pandangan mataku
Tapi tak tampak oleh mripatmu wajahku
Sangat terang telingaku mendengar suaramu
Tapi tak satu huruf pun telingamu mendengarku
Aku
sangat nyambung kepadamu
Tetapi engkau terputus padaku
Kau tetap terdekap erat di pelukanku
Tapi tak ada aku dalam dekapanmu
Aku
sudah tak ada di ruang waktumu
Sebab aku mengalir dan di sana kau membeku
Yang kau semayami itu bukan ruang, saudaraku
Dan tempatmu melangkah itu bukan waktu
Tetapi
aku selalu sangat mencintaimu
Kubawa kau di gelembung kasih sayangku
Tak ada tempat parkir bagi waktu
Melewati beribu cakrawala kugendong kau hingga Tuhanku
42. Tapi Aku Mencintaimu (25)
Kumohon
keluarlah dari tempurung itu
Kau tahu aku sangat mencintaimu
Cobalah sesekali berdaulat dan bebaskan diri
Tak tega melihatmu menempuh hidup dan mati
Membeku dalam prasangka semu
Bagaimana
itu semua gerangan asal-usulnya
Kau berpikir kehidupan adalah bagian dari Indonesia
Kau kira pertanyaan Indonesia jawabannya Indonesia
Indonesia sangkan-nya Indonesia pula paran-nya
Sampai Indonesia adalah Tuhan itu sendiri yang maha esa
Alam
semesta teramat luas, ruang tak berbatas
Jin dan Iblis, Nabi dan Malaikat, animasi dan imajinasi
Kau temukan sebagai subordinat dari Indonesia
Hingga kau marah kepadaku dan mereka semua
Karena tidak berlaku sesuai dengan keharusan Indonesia
43. Tapi Aku Mencintaimu (26)
Ya
ampun engkau cintaku
Mudah amat engkau ditipu
Ya salam engkau kekasihku
Gampang sekali kau dicumbu
Seperti gethuk mentalmu gamoh
Akalmu methel seperti kain amoh
Pengetahuanmu seperti tumpukan jerami
Waspada ilmumu tak berkembang sejak bayi
Kalau
kukasih tahu semua itu
Kau terlanjur mencintai penyanderamu
Kalau kutunjukkan potret wajahmu
Kau terlanjur bergantung pada penindasmu
44. Tapi Aku Mencintaimu (27)
Wahai
kekasih apa yang terjadi padamu
Setiap kau omong maksudmu bukan itu
Kata yang kau ucapkan, kalimat yang kau paparkan
Selalu bukan yang kau maksudkan
Wahai
engkau yang kucintai selalu
Kenapa selalu ada yang kau sembunyikan
Kalau kau pergi umroh atau bersembahyang
Ternyata bukan beribadah yang kau maksudkan
Ketika
aku membagi-bagikan makanan
Kau bertanya apa tujuannya membagikan makanan
Ketika aku menolong orang kecelakaan
Kau bertanya apa maksudnya kok menolong orang
45. Tapi Aku Mencintaimu (28)
Kenapa
judulnya tetapi aku mencintaimu
Kok tidak spesifik berdasarkan muatannya
Kenapa sekian puisi judulnya hanya itu
Padahal banyak kemungkinan sentuhannya
Berpuluh-puluh
tahun sudah aku berkelana
Keluar masuk ruang, waktu dan cakrawala
Ternyata yang nyata faidza faraghta fanshab
Kemudian berhemat wa ila Robbika farghab
Kenapa
firman di Quran dibawa-bawa
Tak pula dituturkan terjemahannya
Orang tak mau tahu ini urusan antara siapa
Mereka pikir aku mengabdi kepada yang bukan Ia
46. Tapi Aku Mencintaimu (29)
Kenapa
aku hanya menulis-nulis puisi
Yang muatannya malah dibikin tersembunyi
Kenapa tak terjun ke pusat Negeri
Pasang bom dan sebar amunisi
Cukup
setengah tahun bagiku
Untuk mengobrak-abrik markas mafia itu
Cukup kugerakkan satu dua jari-jemari
Untuk menjungkalkan itu kursi-kursi
Tapi
aku berpuasa dan menahan diri
Takkan kujatuhkan dan kuangkat lainnya lagi
Sebab sejak 1998 telah pasti dan teguh di hati
Bahwa kalian tak ngerti perubahan yang sejati
47. Tapi Aku Mencintaimu (30)
Tak
mungkin kau temukan alamatku
Mustahil kau ngerti koordinat pijakanku
Takkan kau tahu ke mana arah langkahku
Sebab yang kau pandang bukanlah aku
Kau
tertekan oleh Indonesia
Hingga tertutup matamu dari keluasannya
Kau tersiksa oleh keadaannya
Sampai tak tampak olehmu khaththul istiwa
Tak
apa engkau mengira aku ada di dunia
Asal kau pahami bahwa hatiku tidak padanya
Aku mampir sejenak untuk menaburkan cinta
Tapi tanah bumimu sudah terkena narkoba
Oleh: Cak Nun
(Sumber : www.caknun.com/tag/tetes)