1. Pemimpin-1
Allah mengajarkan “lakum dinukum waliyadin“.
Kalau bagimu begitu itu demokrasi, silahkan jalani. Bagiku ini yang
demokrasi.
Kalau bagimu begitu itu Presiden, silahkan dijunjung. Bagiku ini yang
Presiden.
Kalau bagimu Pemimpin itu begitu, patuhilah. Bagiku yang begini ini
Pemimpin.
Kalau bagimu Negara adalah yang begitu, silahkan tempuh. Bagiku, Negara
itu begini.
Kalau bagimu sukses dan kemajuan itu begitu, nikmatilah. Bagiku begini
ini sukses dan kemajuan.
Kalau bagimu itu Agama, peluklah dengan mesra. Bagiku, ini yang Agama.
2. Pemimpin-2
Tidak mudah memahami Keluarga Indonesia.
Dulu bilang Jasmerah: hormati keteladanan nenek moyang.
Para penerusnya bilang: “Kami hanya mengikuti apa yang kami dapatkan
dari bapak kami.”
Kemudian ada tamu. Keluarga Indonesia semua kagum dan jatuh cinta.
Lama-lama si tamu bukan sekadar menguasai rumah Keluarga Indonesia.
Bahkan seluruh tata nilai, tujuan hidup, perilaku budaya dan peradabannya
mengacu dan patuh kepada tamu itu.
Tetapi terakhir Keluarga Indonesia melahirkan bayi.
Setelah mulai dewasa ia berkata: “Kebenaran tentang masa depan
Indonesia terletak di dalam perenungan kami tentang nasib anak-cucu.”
Jelas anak itu bukan produk dari pendidikan Keluarga Indonesia yang
sedang berlangsung.
3. Pemimpin-3
Di dalam dada Pemimpin Indonesia tidak terdapat dirinya, golongannya,
kepentingan subjektifnya.
Skala berpikir Pemimpin Indonesia seluas dunia, karena amanat yang
dipanggulnya adalah tepat dan bijaksana menemukan dan membangun Indonesia di
tengah dunia.
Ruangan cinta di dalam diri Pemimpin Indonesia memuai sampai lebih luas
dari alam semesta. Dunianya terletak di akhirat. Kininya bermuatan kemarin dan
masa depan. Kesementaraan duniawinya dijalani di dalam gagasan keabadian.
Di dalam ruang cinta Pemimpin Indonesia hanya ada dua penghuni: Rakyat
dan Tuhan.
4. Pemimpin-4
“La takhof wala tahzan innalloha ma’ana”
Jangan takut dan jangan sedih, Tuhan bersama kita.
Pemimpin Indonesia tidak takut kehilangan jabatannya, karena ia tidak
pernah mengejarnya, dan menjadi pemimpin atau apapun di dunia bukanlah
keinginannya.
Pemimpin Indonesia tidak bersedih tidak menjadi pemimpin. Karena
kegembiraannya adalah menjadi apapun yang Allah menghendakinya. Atau tidak
menjadi apapun sepanjang Allah meridlainya.
Pemimpin Indonesia tidak bertugas sendirian. Ia bekerja bersama Allah dan
para karyawan-Nya yang tampak maupun yang tak kasat mata.
Ia memimpin Indonesia karena tugas dari-Nya. Siapapun yang memusuhi atau
mencelakakannya, bukan urusannya, melainkan berperkara dengan-Nya.
5. Pemimpin-5
Ke manapun pergi, aku takjub kepada rakyat Indonesia. Ribuan, jutaan,
ratusan juta orang, bekerja keras, dengan ribuan jenis usaha, berdaulat dan
mandiri.
Mereka terbukti sudah melakukan sangat banyak hal yang aku tak mampu
melakukannya.
Kalau melihat gedung-gedung tinggi, mal-mal, perumahan mewah, aku minder
rasanya. Sungguh hebat manusia.
Dan yang bagiku ghaib adalah pengusaha-pengusaha kakap, Konglomerat,
Sembilan Naga, para Presiden, Menteri-menteri dan Wakil-wakil rakyat.
Bagiku mereka makhluk unggul. Manusia ajaib. Berani menjadi, melakukan
dan mempertanggungjawabkan syubhat dan multi-komplikasi ma’ashy itu
semua di hadapan Allah Swt.
6. Pemimpin-6
Dajjal sudah sangat berkuasa di bumi. Akan hancur Negara yang tidak mau
mematuhinya, digerogotinya, dibikin tergantung sandang pangan papannya, bahkan
memakai mata uangnya.
Dajjal berwajah campuran antara manusia, malaikat, Iblis, setan, bahkan Ya’juj
Ma’juj. Hanya Mekah dan Madinah yang Dajjal tak mampu menyentuhnya.
Dulu suatu bangsa minta tolong kepada Nabi Zulkarnain melindunginya dari Ya’juj
Ma’juj, dibentengi dengan tembok cor tembaga. Sekarang bangsa terkaya
justru memohon dengan bangga agar Dajjal menjadikannya Gundik.
Akan tetapi Indonesia yang benar-benar Indonesia tidak bisa disentuh oleh
Dajjal. Karena Mekah Madinah bukan di Saudi Arabia kecuali hanya simbolnya.
Sedangkan nyawa dan fakta quwwah keduanya bersemayam di dalam dada dan
kepala Pemimpin dan rakyat sejati Indonesia.
7. Pemimpin-7
Seperti padi, semakin berisi semakin menunduk. Demikianlah bangsa
Indonesia: rendah hati, andhap asor, tawadldlu’.
Jangan sampai ketahuan kalau kita kaya raya, maka kita berlagak bersikap
jadi pengemis.
Dunia jangan tahu kita hebat, kuat dan unggul. Maka kita harus tampil
bodoh, lemah dan inferior.
Seluruh dunia terjebak oleh canggihnya samaran dan akting kita.
Di Indonesia bagian atas, mobil mewah disebut gerobak. Menawari tamu “Mampir
di gubuk saya ya” maksudnya rumah mengalahkan Istana Nabi Sulaiman.
Di bagian bawah dibalik: Rakyat menyebut gerobaknya adalah mobil,
gubuknya adalah Istana.
8. Pemimpin-8
Amat tua usia peradabannya, berlimpah kekayaan nilai sejarah dan
kandungan tanah airnya: seluruh penghuni bumi suka rela membungkukkan badan di
hadapan Indonesia.
Ia Garuda Perkasa, gagah namun lembut dan penuh kasih sayang–semua Negeri
di dunia rindu dipermaisurikan olehnya.
Ia Ibu Pertiwi cantik jelita, namun teguh cintanya dan setia–semua Negara
di dunia jatuh hati untuk dipersandingkan dengannya.
Tetapi Indonesia sudah bosan pada kehebatannya. Maka ia gemar mencoreng
wajahnya sendiri. Ia Dewa berakting hamba sahaya. Ia konglomerat berlagak
pengemis. Ia Pendekar bergaya banci. Malaikat yang menyamar jadi Iblis.
9. Pemimpin-9
Aku sedang terbang jauh dari negeri tempat magangku. Ketika termangu
duduk di keremangan, aku ditegur:
“Apa sebenarnya yang kau lakukan di negeri yang kebanyakan penduduknya
berjalan ke arah yang berbeda, bahkan berlawanan dengan perjalananmu”
“Apa kau tidak takut melihat tujuan hidup mereka, obsesi dan nafsu
mereka. Bagaimana hatimu bisa tahan padahal kau tak sependapat dengan prinsip
dan ukuran-ukuran hidup mereka. Betapa susahnya hidupmu mencari sela-sela agar
tidak bertabrakan dengan arus besar pembangunan hidup mereka”
“Kau simpan dengan rapi pengetahuanmu tantang benar salah, baik buruk,
sukses gagal, yang bertentangan mereka. Belum lagi ilmu kenyang dan lapar,
mulia dan hina, bumi dan langit, dunia dan akhirat, Tuhan dan tuhan-tuhan.
Sebenarnya apa tugasmu yang pasti mustahil tercapai itu?”
Kujawab itu tidak mustahil sama sekali, bahkan tercapai dengan penuh
kebahagian dan serasa mukjizat. Tugasku adalah mencintai mereka.
10. Pemimpin-10
Salah satu ketakjubanku dalam kehidupan adalah kepada orang yang berani
menjadi Presiden Indonesia.
Negara yang separuh teks proklamasinya tidak jelas juntrungannya.
Negara yang sejak awal berdirinya, urusan harta benda dan keuangan-nya
serabutan, ruwet dan silang sengkarut.
Jangankan lagi sangkan paran sejarah yang ditempuhnya. Peta
filosofi dan terminologi berpikirnya. Keracunan Negara dengan Pemerintahnya.
Serta banyak hal yang menyangkut hal-hal mendasar dan fundamental tentang
kemanusia-Indonesiaan, kebudayaan dan peradaban yang dicita-citakannya.
Satu-satunya kejelasan yang kupahami hanyalah ambisi pribadi dan
kejahiliyahan terhadap hakikat hidup dan Tuhan. Padahal sudah punya Pancasila.
11. Pemimpin-11
Wahai Tuhan aku hidup di Negara di mana orang omong ngawur tentang Khilafah
dan Syariah dan tak mau belajar.
Yang menginformasikan dan memaksakannya juga sembrono, merasa paling
pintar sehingga tidak mau belajar.
Yang menolak dan melawannya juga sok hebat, merasa berkuasa dalam majhul
jahil–nya, sehingga tak mau kalah untuk juga tidak belajar.
Wahai Tuhan aku memohon perluasan kesabaran, pengkayaan kebijaksanaan,
serta ketahanan hati untuk tidak melakukan sesuatu yang belum Engkau
perbolehkan untuk dilakukan.
12. Pemimpin-12
Ini seri judul Pemimpin tapi kok omong segala hal, bukan soal
kepemimpinan?
Pemimpin adalah orang yang tahu banyak tentang banyak hal. Untuk
pemimpin Indonesia, banyak hal tentang dunia, apalagi Indonesia.
Pemimpin adalah muta’allimul ghoibi. Orang yang selalu mencari
tahu apa saja yang ia belum tahu yang menyangkut keperluan rakyat yang
diabdinya.
Bahkan was-syahadah. Juga mengalami. Pemimpin yang baik haruslah
rakyat yang terbaik.
13. Pemimpin-13
Pada dinihari gelap sepi aku kaget oleh suara adzan keras melengking
dari Masjid Darul Aman.
Ini negeri 98% penduduknya non-Muslim. Lengkingan adzan di sana sini.
Kata toleransi tidak populer, tidak pernah jadi bahan diskusi atau
perdebatan.
Kata pluralisme, multikulturalisme tidak
diomong-omongkan, dan tidak ada masalah toleransi. Tapi terlaksana karena
mereka manusia, punya naluri untuk saling mengamankan.
14. Pemimpin-14
Di ibukota besar Negara yang penduduknya ittiba’ Budha Gautama ini
ada hampir 300 Masjid.
Mushalla mewah bersih disiapkan di area-area publik.
Wanita-wanita berjilbab di mana-mana, kerja di mal-mal, kantor-kantor,
pasar dan mana saja.
Mayoritas penduduk Negara ini oleh sejumlah Ustadz Indonesia disebut kafir.
Mereka toleran kepada Muslim, hatinya tidak rewel, pikirannya tidak ruwet
seperti di NKRI.
15. Pemimpin-15
Siapa itu biangnya kok nilai-nilai dijadikan benda, branding dan
slogan kosong.
Kata sifat dan kata kerja dikata-bendakan. Radikal, fundamental,
moderat dan macam-macam lagi dilembagakan, diterminologikan, didikotomikan sehingga
menjadi hulu ledak permusuhan.
Idiom Islam, Khilafah, Syariah, Pancasila, NKRI harga mati dibenderakan,
dimedsos-medsoskan, dilebay-lebaykan, didramatisir–sehingga menjadi mesiu
kebencian.
Siapa itu para perusak nilai dan manusia, demi kerakusan politik dan
keserakahan materialisme.
16. Pemimpin-16
Memilih orang-orang yang mewakili rakyat tanpa pertimbangan ideologis,
tanpa parameter moral, tanpa kualifikasi ekspertasi. Tanpa apapun kecuali
perhitungan dagang kelompok atas nama demokrasi dan pembangunan nasional.
Bahkan tanpa harga diri budaya dan cermin karakter atau kepribadian.
Sampai kapan rakyat Indonesia menitipkan kedaulatannya kepada mesin-mesin
perusak demokrasi?
Sampai kapan rakyat menyerahkan keperluannya untuk sejahtera kepada
golongan yang sakit jiwa eksistensi dan mencari kekayaan pribadi dari karier
perwakilan tanpa rasa malu?
Rakyat Indonesia semakin kebal dari segala jenis penyakit politik, karena
akhirnya berubah menjadi penyakit itu sendiri.
17. Pemimpin-17
Indonesia harus benar-benar Indonesia, maka pemimpinnya harus berkelas
dunia. Manusia sejati, bukan manusia pencitraan. Manusia pusaka, tak sekadar
pedang, apalagi pencangkul.
Rakyat Indonesia adalah rakyat besar, peradabannya agung, bukan pelaku
sejarah kekerdilan.
Pemimpin Indonesia tidak boleh hanya kaliber sebuah rumah tangga di
kampung yang bersaing dan bertengkar dengan tetangganya.
Di dalam dada Pemimpin Indonesia tidak terdapat dirinya, golongannya,
kepentingan subjektifnya.
Skala berpikir Pemimpin Indonesia seluas dunia, karena amanat yang
dipanggulnya adalah tepat dan bijaksana menemukan dan membangun Indonesia di
tengah dunia.
18. Pemimpin-18
Indonesia tak punya rencana untuk bubar, pada tahun atau abad
berapapun.
Maka yang dihayati dan dikerjakan oleh Kepala Negara Indonesia adalah
bagaimana membangun kegembiraan dan kebahagiaan rakyat sampai anak cucu selama
keabadian.
Tapi yang dibayar oleh rakyat untuk mengurusi Negara adalah Pemerintah
per 5 tahun. Dan yang dilakukan oleh Kepala Pemerintahan Indonesia selama 5
tahun terutama adalah bagaimana bekerja demi supaya memerintah lagi 5 tahun
berikutnya.
Jadinya tak sempat mikir Negara yang keperluannya “abadi”. De facto
tidak ada Kepala Negara.
19. Pemimpin-19
Di Indonesia Kepala Pemerintahan adalah Kepala Negara. Struktur
berpikirnya rancu. Siapapun dia, diganti atau tidak: sistem kesadarannya disorganized.
Susunan saraf di kepalanya semrawut dan kacau. Hatinya kumuh. Kiblat programnya
tidak punya akurasi kerakyatan.
Akhirnya balik berfokus ke dirinya sendiri. Program utamanya adalah
pencitraan, penipuan dan kriminalitas atas fakta. Profesinya pembenaran
diri, bukan kebenaran faktual untuk rakyat.
Padahal jangkauan waktu Negara Indonesia adalah kekal. Masa kerja
Pemerintah Indonesia adalah sejenak.
Yang sejenak harus mengacu pada yang kekal. Bukan yang kekal
diperbudak oleh yang 5 tahun.
20. Pemimpin-20
Pemimpin yang sejati-sejatinya pemimpin, tidak harus menjadi pejabat,
tidak tergantung atau harus duduk di kursi jabatan. Tetapi Pejabat harus
pemimpin.
Ancaman bagi rakyat, kalau pejabat bukan pemimpin. Bahaya bagi Negara,
kalau pejabatnya tidak berkualitas pemimpin.
Mesin perusak Negara adalah lembaga-lembaga yang kulakan
calon pejabat publik atau wakil rakyat yang dipalsukan sebagai pemimpin dan
dijual kepada rakyat.
Mesin penghancur Demokrasi adalah pengeras suara yang dibayar
untuk menyebarkan pemalsuan itu memasuki telinga dan mata rakyat, merasuki hati
dan pikiran mereka.
21. Pemimpin-21
Manusia bertempat tinggal di dalam Allah. Tetapi Allah juga menjelma atau
bertajalli di dalam diri manusia.
Jelmaan Allah itu memenuhi diri manusia pemimpin.
Ada formula manunggaling kawula lan Gusti. Di dalam diri pemimpin,
rakyat dan Tuhan menyatu dalam dialektika. Kalau pemimpin menyakiti rakyat,
Tuhan marah. Kalau pemimpin mengingkari Tuhan, rakyat dicelakakan.
Pemimpin sejati Indonesia tidak melakukan apapun yang membuat rakyatnya
dan dirinya sendiri kehilangan peluang untuk menyatu kembali dengan Tuhan.
Tidak harus ahsanu taqwim yang bermaqam insan kamil,
tapi kalau pemimpin Indonesia selalu hanya ber-kaliber dan ber-level manusia asfala
safilin yang memenuhi dirinya dengan kepentingan kariernya, citra
keduniaannya, serta keterbudakannya oleh remehnya kemewahan dunawi—maka
Indonesia perlu bersegera meminimalkan cita-citanya.
22. Pemimpin-22
Kita sekolahkan anak-anak kita supaya siap menjadi Menteri. Puncak
pencapaian Sekolah adalah ekspertasi, dan seseorang dijadikan Menteri
berdasarkan keahliannya.
Kalau untuk menjadi Presiden, tidak ada Sekolahnya, tidak tersedia
Fakultas, Universitas atau Pesantrennya.
Maka di satu sisi, menjadi Presiden harus mengungguli semua lulusan
Universitas dan Pesantren. Ya ilmunya, skill-nya, karakter dan moralnya,
pengalaman manajerialnya dan awu kasepuhan wibawanya.
Presiden harus tahu banyak tentang banyak hal. Tidak sekadar tahu sedikit
tentang banyak hal, atau tahu banyak tentang sedikit hal. Apalagi hanya tahu
sedikit tentang sedikit hal.
Tetapi di lain sisi, misalnya di Indonesia, “Presiden tak ada Sekolahnya”
berarti siapa saja bisa jadi Presiden. Tanpa persyaratan apapun kecuali patuh
kepada para penjudi sejarah yang membotohinya.
23. Pemimpin-23
Manusia diwajibkan untuk hidup abadi oleh Yang Maha Menciptakan. Tidak
ada pilihan, tak bisa menolak.
Sisa Demokrasi hanya pada pilihan opsi Sorga atau Neraka. Andai
menolak keabadian, lantas bunuh diri, ruh tidak terbunuh dan harus tetap
tersandera di antara dua opsi itu.
Maka kalau Pemimpin menyangka ia berkuasa, berlaku pragmatis,
berpikir pendek, bertindak instan, apalagi merasa sukses dengan itu semua —
itulah contoh dari makhluk yang belum mengerti bagaimana caranya berpikir
dan menggunakan akal.
Para Pemimpin Indonesia tinggalkan saja Pancasila, daripada terikat oleh
Tuhan selama keabadian.
24. Pemimpin-24
Rakyat bukan kumpulan orang bodoh, melainkan ra’iyah, yakni
pemilik kedaulatan Negara.
Untuk mengangkat seseorang jadi Pemimpin sesudah terbukti bertahun-tahun
melakukan muta’allimul ghoibi was-syahadah–Rakyat sendiri melakukan 1
dari 13 Al-Hasyr 21 syarat kepemimpinan itu.
Begitulah rasio antara Rakyat dengan Pemimpin.
Tetapi karena bangsa Indonesia sudah nyaman dan sangat kaya raya oleh
alam tanah airnya–maka anugerah ilmu Al-Hasyr 21 dari Tuhan itu: dijual
seharga 50 atau 100 ribu rupiah kepada orang yang akan menipu dan menindas
mereka.
Apa itu muta’allimul ghoibi was-syahadah? Ialah persyaratan
mendasar kepemimpinan yang tidak diperlukan oleh Pilpres 2019. Karena yang
dipilih adalah Presiden, tidak harus Pemimpin.
25. Pemimpin-25
Sudah dan terus kutuliskan 8, 17, 28, 45, atau berapapun hal tentang
Pemimpin untuk anak-anakku yang sedang berlatih memimpin dirinya, keluarga dan
masyarakatnya, serta dipersiapkan untuk kelak menjadi Pemimpin pada gelembung
yang lebih besar.
Ini tidak untuk Pilpres Indonesia 2019.
Anak-anakku, untuk kepemimpinan hari esok: Amanu terus menerus. Hajaru
setiap saat. Jahadu tanpa henti. Massa mereka bisu, baru esok hari dunia
akan sedikit terbuka matanya.
Aku sendiri senyap kepada Indonesia, meskipun suaraku terdengar di
mana-mana. Para penyembah berhala mencuri dan memanipulasinya, yang aku sendiri
tak pernah demikian memaksudkannya.
Pilpres 2019 adalah bara api kebencian yang dilemparkan kepadaku. Kalau
separuh rakyat menyangka aku memilih seseorang, separo lainnya membenciku.
Kalau aku memilih yang satunya, separuh lainnya melemparkan bara itu kepadaku.
26. Pemimpin-26
Dua calon Presiden dan dua Wakilnya akan berdebat di depan umum.
Tujuannya supaya rakyat tahu isi pikiran mereka. Apa programnya, visi misinya,
strateginya. Trayek Sejarah NKRI ini mau disopiri ke mana.
Jadi, dipastikan jadi Capres Cawapres dulu, baru didengarkan dan
dipelajari. Sudah dipastikan akan nikah, baru rakyat disuruh menilai.
Bukan dinilai dulu, supaya tahu pantas atau tidak untuk dicalonkan
–sebagaimana demikian lazimnya logika Demokrasi.
Agar diketahui siapa-siapa yang pantas jadi calon Presiden. Dan siapa
lainnya yang dipresiden-presidenkan atau yang supaya tampak Presiden harus
dianimasi.
27. Pemimpin-27
Pemikiran Demokrasi Indonesia menyebut kata kompetensi, kapabilitas,
integritas, akseptabilitas dan elektabilitas—untuk dimaksudkan semacam syarat
kepemimpinan.
Landasan berpikir dan terminologinya tidak punya keutuhan dalam mengenali
manusia, masyarakat dan Negara.
Input-output-nya campur aduk. Sebab-akibatnya silang sengkarut.
Hulu-hilirnya terbalik-balik.
Secara ilmu levelnya masih awam: ia hanya gejala-gejala teknis dan kasat
mata belaka.
Sebagai pengetahuan ia serabutan. Juga tidak punya landasan filosofi.
Apalagi keutuhan, kemenyeluruhan dan keseimbangan.
Demokrasi, Pemilu atau Pilpres itu seperti Universitas yang direktori
tamatan SMA. Atau truk besar yang disopiri oleh anak SD.
28. Pemimpin-28
Tidak tumbuh kesungguhan berpikir tentang Pemimpin dan kepemimpinan oleh
Indonesia dalam menjalani sejarah bangsa dan Negaranya.
Tidak ada kegelisahan kreatif dan kecemasan intelektual untuk (dan) tenang-tenang
saja menderet berbagai kata: pemimpin, pejabat, penguasa, direktur, manager,
pemerintah, pemuka, tokoh, ketua, kepala. Sampai ada wakil rakyat, tanpa rakyat
pernah menjadi ketuanya.
Tidak ada kesibukan tafakkur tentang itu semua di lapisan dan
segmen manapun. Pun di kalangan intelektual, ulul albab, ulul abshar, ulun
nuha, dll.
Khayal besar kalau Indonesia akan punya Pemimpin dengan
kualitas yang sepantasnya, berdasarkan hamparan nilai dan cakrawala ilmu yang
dilimpahkan oleh Allah ke dalam kehidupan manusia.
29. Pemimpin-29
Semoga jangan sampai terbaca atau terdengar kalimat bahwa Capres dan
Cawapres adalah putra terbaik bangsa Indonesia.
Slogan klise afdrukan wacana sejarah semacam itu sungguh merepotkan. Tak
bisa diterapkan “qulil haqqa walau kana murran” (katakan yang
benar, meskipun pahit).
Kalau menerima, jadi konflik dengan ilmu, pengetahuan dan martabat
manusia.
Kalau menolak, jadi merendahkan dan menghina yang bersangkutan.
Aku disuruh hidup oleh Allah untuk memberi pakaian kepada yang telanjang.
Dan dilarang menelanjangi orang yang berpakaian.
Dodot iro, dodot iro kumitir bedhah ing pinggir. Dondomono jlumatono,
kanggo sebo mengko sore…
30. Pemimpin-30
Ada sejumlah lembaga sejarah yang merupakan mesin perusak Negara,
penghancur nilai Pancasila dan Agama, pemecah-belah persatuan dan kesatuan
bangsa.
Bahkan pembusuk nilai, peremuk logika, penyempit kemanusiaan, dan pemutus
tali-temali sosial dan rohani. Di antara semua itu, ada dua lembaga yang
paling dahsyat daya perusakan dan penghancurannya.
Pertama, mereka yang dibiayai rakyat untuk memilih calon Pemimpin,
sehingga rakyat sendiri tidak punya hak pilih otentik dan langsung. Kedua,
mereka yang mencari laba dari mendustakan calon pemimpin: me-make-up
wajah yang satu dan mencoreng-moreng lainnya. Tergantung yang mana yang memberi
laba lebih banyak.
31. Pemimpin-31
Aku menyetujui sejumlah muatan Demokrasi, meskipun banyak tidak setuju
penempatan dan ilmu terapannya.
Demokrasi itu hasil pemikiran manusia, makhluk yang sama dengan aku.
Manusia itu lemah. Tidak mampu menciptakan dirinya sendiri. Apalagi bikin
ruh-nya serta alam semesta. Maka demokrasi pasti juga lebih lemah dari manusia
yang membikinnya.
Tidak berani sepenuhnya aku percaya dan bersandar kepada manusia, apalagi
kepada sekadar karyanya. Sebagaimana aku tidak sepenuhnya bisa bersandar
pada diriku sendiri. Aku ini sehat, tapi tak bisa menjamin akan tidak sakit.
Kapan mati, itu juga bukan kedaulatanku.
Kalau sekadar Demokrasi, setiap manusia juga punya peluang, sumber dan
aset untuk menyusun bangunan konsep semacam Demokrasi. Sebab akan ada hari di
mana ummat manusia bosan, muak dan tak percaya lagi kepada Demokrasi.
32. Pemimpin-32
Air menjadi es adalah ide Tuhan. Pohon dan buah juga keputusan Tuhan.
Tapi Es Buah adalah bikinan manusia.
Kiblat itu ketentuan Allah, tapi Ibrahim yang bangun Ka’bah. Aurat itu
pagar perintah Allah, tapi yang bikin pakaian adalah manusia.
Alam, bumi, gunung, gravitasi, daun, angin, manusia, daging, kelamin,
relativitas, pluralitas, tanah air, isi tambang, hutan rimba — itu semua irodah
wa syariah Allah.
Demokrasi, Negara, NKRI, Indonesia, PDIP, Gerindra, Pemilu, Pilpres,
Sunni, Syi’ah, NU, MUI, Muhammadiyah, Geng Motor, Klub Mancing — itu karangan
manusia.
Yang Syariah Allah, kupatuhi tanpa reserve.
Yang reka-reka manusia, asal tidak mengganggu hidupku dan lingkup
Cinta Segitigaku: kuhamparkan tasammuh, toleransi, dan kebijaksanaan
sebisa-bisa.
33. Pemimpin-33
Yang historistik, faktual, ilmiah dan rasional untuk kuandalkan adalah
Allah dan ciptaan-Nya yang di luar kerjasama dengan makhluk-Nya.
Misalnya Agama, meskipun yang kupahami sebagai Agama tidaklah sama dengan
pemahaman yang sangat lucu pada hampir semua manusia, terutama kaum intelektual
abad 20-21, tentang Agama.
Contoh prinsipil: seluruh penduduk dunia, tak terkecuali Kaum Muslimin,
memahami Agamamu Agamamu, Agamaku Agamaku atas panduan Allah Lakum
dinukum waliyadin.
Itu bukti ketidaktepatan nilai sangat mendasar yang membuatku tidak mau
mengandalkan peradaban sampai abad 21 ini, tidak bersedia menjadi bagian dari
lingkup sejarahnya, kecuali untuk sejumlah hal teknis saja.
Sambil siap-siap evakuasi atas pecah belah sosial dan kemanusiaan yang
dihasilkannya.
34. Pemimpin-34
Tidak hanya hal agama, tapi juga banyak prinsip-prinsip lain dari
Peradaban Manusia dan Negara di bumi abad 14-21 ini yang aku tidak sepandapat.
Resikonya, penghuninya tidak pernah benar-benar memahamiku. Dan aku legolilo
legowo tidak dipahami, tidak dianggap ada, tidak benar-benar dikenal, tidak
dicantumkan, tidak dicatat, tidak diakui, tidak diper-hitungkan, serta
tidak-tidak lainnya.
Juga toh kalau dipahami oleh ketidakpahaman, mudaratnya lebih banyak
dibanding manfaatnya.
Untunglah yang ditagih oleh Allah di gerbang keabadian bukan kehebatan di
dunia. Melainkan kesungguhan komitmen kepada-Nya, percaya penuh kepada
tanggungjawab-Nya, cinta tulus kepada sesama, kasih sayang kemanusiaan dan
kesemestaan, kesetiaan tanpa reserve kepada skenario-Nya.
35. Pemimpin-35
Karena Demokrasi mudah dimanipulasi, maka Pemimpin bisa diproduksi oleh
rekayasa, pencitraan dan animasi.
Di dalam kenyataan kehidupan di mana kumpulan manusia akan hancur kalau
tidak menjaga orisinalitas, otentisitas, kejujuran dan kesejatian: rekayasa
adalah pemaksaan, pencitraan adalah pemalsuan, animasi adalah kriminalitas.
Kalau yang kau miliki adalah Presiden Animasi, Capres Pencitraan dan
Cawapres Rekayasa–maka seluruh kompetisi yang kau perjuangkan adalah persaingan
dengan gol penghancuran. Semua perdebatan yang kau pekik-pekikkan adalah debat
kusir kehinaan.
36. Pemimpin-36
Apa yang pernah kau perbuat untuk rakyat dalam hidupmu sehingga kini kau
jadi Pemimpin tertinggi?
Pengabdian apa yang kau kerjakan untuk rakyat?
Pengorbanan seberapa yang kau persembahkan?
Pelayanan bagaimana yang kau setiakan?
Kasih sayang seluas apa dan pengayoman setinggi apa yang kau dekapkan?
Tanpa pamrih semenderita apa yang telah kau buktikan!
Berapa lama kau persembahkan itu? Berapa tahun? Berapa puluh tahun?
Mana fakta shidiqmu, mana bukti amanahmu, mana hamparan tablighmu,
mana lubuk dan ufuk fathonahmu?
Negara dan rakyat macam apa yang mengangkatmu jadi Pemimpin?
37. Pemimpin-37
Kau tak harus pandai, tapi jangan bawa bangsamu jadi mudah dibodohi oleh
bangsa lain.
Kau tak harus hebat, tapi jangan bikin bangsamu lembek dan ditekan-tekan
oleh bangsa lain.
Kau tak harus baik, tapi jangan sampai tak peka menyodorkan bangsamu
dijahati oleh bangsa lain.
Kau tak harus jagoan, tapi jangan berlaku kerdil sehingga bangsamu
dikadali dan dikibuli penjahat-penjahat asing.
Kau tak harus superstar, tapi jangan memelorotkan bangsamu sehingga
berkelas bolo dhupakan dan figuran yang dibentak-bentak oleh bangsa
lain.
Kau tak harus ganteng wajahmu, asal ganteng sepak terjangmu membela
martabat, harta dan nyawa rakyatmu
Kau tak harus alim saleh, tapi jangan mau disuruh pura-pura alim dan
berlagak saleh.
Jangan kau pikir zaman akan membiarkanmu terus memperdalam derita dan
memperparah rasa malu rakyatmu.
38. Pemimpin-38
Ada puluhan model atau marja’ dari berbagai lautan
pengetahuan dan cakrawala ilmu untuk menyusun disain Negara yang pantas, mathuk
dan utuh.
Misalnya kalau Negara itu rumahmu, di Indonesia selama ini anak-anaknya
sangat penuh kesabaran, kejembaran hati, permakluman dan kearifan
untuk momong Bapak Ibunya yang tidak jelas perannya.
Niat dan tujuannya tanpa perspektif dan pemahaman hulu-hilir yang
rasional. Sistem pengelolaannya serabutan. Organisasi fungsionalnya kacau
balau. Tidak ada pilah substansial antara Keluarga dan Rumah Tangga.
Yang sangat lucu ada Bapak dan Wakil Bapak. Mungkin tugasnya menggilir
Ibu.
Andaikan Indonesia mengerti konsep pemilahan antara Kepala Keluarga
dan Kepala Rumah Tangga.
39. Pemimpin-39
Kalau tanganmu membesar sampai sebesar pohon kelapa dan jari sebesar
mentimun raksasa–tapi tubuhmu kecil selazimnya tubuh manusia–maka kau bukan
raksasa, tapi cacat dan menderita.
Ada manusia yang hebat intelektual, tapi dungu rohani. Ada sistem yang
jagoan dunia, tapi jahil akherat. Ada kumpulan yang dahsyat (dalam persangkaan)
akherat, tetapi lumpuh wala tansa nashibaka minaddunya.
Ada orang yang pandai menjadi menjadi orang pinter, tapi bodoh menjadi
orang baik. Ada lainnya unggul kreativitas, tapi mubadzir manfaat.
Ada ratusan fakta kecacatan nasional dan universal. Sehingga kalau mereka
memproses calon Pemimpin, sesungguhnya itu hanya “dolanan kanak-kanak”, atau
bermain judi dengan uang-uangan.
40. Pemimpin-40
Mungkin sampai sejumlah usia Negaramu, kutuliskan kepahitan.
Kuderet-deret idealitas, khayalan, kemustahilan, tuntutan-tuntutan yang
menyesakkan, tagihan-tagihan masa depan yang meretakkan kepala.
Kecuali yang kau perlukan hanya jalan tal, mobil mewah, mal
bertingkat-tingkat bersambung-sambung, serta Revolusi Ombang-ambing 4.0.
Aku sendiri memandang itu semua dengan pah poh dan sama
sekali tak berdaya kepada Indonesia.
41. Pemimpin-41
Kalau pandangan hidupmu tak memerlukan cakrawala.
Kalau desain zamanmu tak diserap oleh magi kreativitas, fenomenologi dan
futurologi yang tanpa batas.
Kalau visi masa depanmu hanya sejumlah uang dan tingkat rendah
kemanusiaan.
Kalau tahiyat shalatmu tidak menuding ke shirathal mustaqim,
karena kalian memang adalah maghdlubin wa dlolin.
Maka hiduplah seperti aku, yang hidup tanpa kerjaan, glundhang-glundhung
tidur makan melewati siang malam menunggu kematian.
42. Pemimpin-42
Dibanding aku yang hampir seabad hidup tanpa identitas dan reputasi,
masih mending para pelaku Peradaban abad 14-21 yang bagaikan Enthok Enthing.
Yakni kepala besar, badan kecil.
Materi raksasa, rohani cebol.
Manusia merendahkan derajatnya dari makhluk ruhiyah menjadi maddiyah.
Kemegahan kasat mata memuai, kemuliaan nilai ahsanu taqwim membonsai.
Di pojokan ruang sempit itu terdapat tempurung. Di dalam tempurung itu
Demokrasi memperdebatkan siapa cocoknya yang Presiden.
Namun itu semua jelas dinamika dan riuh rendahnya. Dibanding aku yang badan
dan kepalapun tak benar-benar punya.
43. Pemimpin-43
Akulah enthok enthing, ndas gedhe awak nglinthing.
Kepalaku terlalu besar dan bengkak. Badanku kurus kering.
Aku dihimpit di antara tanah Materialisme dan gunung Kapitalisme,
dikurung dalam jeruji Industrialisme, dicekoki makanan Hedonisme yang
memberati jiwaku.
Tumor ganas hampir sepanjang umurku.
Di luar sana berlangsung acara debat para calon Presiden, yang amat
kukagumi keberaniannya yang luar biasa.
Aku ucapkan selamat kepada mereka semua. Berani berdiri tegak di maqam
yang aku menyaksikannya saja ngeri.
Hatiku lemah, mentalku rapuh, takkan berani menapakkan kaki di
jalanan yang longsor di esok hari.
44. Pemimpin-44
Besar kepalaku, merasa hebat, pintar dan canggih. Di senja usia baru
kutahu hiruk-pikukku itu sekunder bagi hakikat hidupku.
Di era 1970-an sudah disebut lembaga-lembaga Pendidikan mentransformasi
manusia jadi onderdil industri, masker, mur, baut, tang, obeng atau catut.
Tapi malah bangga luar biasa.
Hari ini mur disebut kaum intelektual, dan baut dilabeli kaum
profesional.
Lantas aku berkaca menatap wajahku sendiri: di peradaban remeh-temeh
itupun aku gagal: intelektual tidak, profesional pun tidak. Jangankan
Negarawan, yang bangsa ini sedang sangat membutuhkannya.
45. Pemimpin-45
Aku terpesona kepada peradaban di mana manusia menganimasi dirinya
sendiri. Mengkhayalkan identitasnya, tidak mengerti personalitasnya.
Khibroh–nya hanya kasat mata. ‘Irfan wa ma’rifah–nya
sejauh Ilmu Katon.
Pengetahuan membuatnya angkuh, ketidaktahuan membuatnya malah sombong.
Sementara siapakah aku? Menurut yang mengerti, di tengah silang
sengkarut nilai-nilai: aku ini “orang jahat yang tampak hebat”.
Sementara banyak pemuka Negara lahir, tapi bukan pemimpin. Hanya mandor
dengan capil pulka di kepalanya.
Pemimpin hanya dilahirkan oleh Tuhan di jalan Nubuwwah.
46. Pemimpin-46
Jangan menjelaskan kepadaku hal Nubuwwah. Sebab aku Ahmaq.
Kalau mendengar kata Nubuwwah spontan aku ber-pikir “Ah,
itu urusan Agama“.
Di perpustakaan pikiranku ada rak buku umum, yang berisi mata kuliah
Matematika, Mekanika, Fisika dan Biologi. Dan rak mata kuliah
Agama berisi Ushuludin, Tarikh Islam, Mahfudlat, Hadits, Faraidl dan
prosedur Akad Nikah.
Aku adalah seekor kutu di ujung ekor arus panjang Nubuwwah. Segala
yang berasal dari kepalanya, berbias-bias padaku. Rasio Agamaku KW-4.
47. Pemimpin-47
Mubadzir menerangkan hal Nubuwwah kepadaku. Aku seorang Ablah,
spesies lain dari Ahmaq.
Juga hindarkan berdebat denganku soal Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika,
Syariah, Khilafah, Radikalisme, Fundamentalisme, Moderat, Hijrah,
Jihad, NKRI Harga Mati.
Kalau orang bilang Nubuwwah, yang muncul di pikiranku adalah
tuduhan bahwa orang mengaku Nabi.
Kecuali kata Nubuwwah diganti profetik. Itu agak tak
masalah, karena bahasa Inggris tidak terkesan firman Allah bukan “bau Islam”.
48. Pemimpin-48
Apa gerangan jalan Nubuwwah? Ialah suatu perspektif kawruh
yang paling disalah-pahami dan digagal-pahami oleh manusia Now, termasuk
aku yang padahal merasa diriku adalah pengikut Nabi.
Aku tergolong di antara mereka yang merasa diri ini pejalan Nubuwwah
tetapi kalau berucap, tampak bahwa aku merasa ucapanku adalah ucapan
Tuhan.
Aku tak mampu memilah antara firman Allah dengan tafsir subjektif diriku
atas firman itu. Aku melanggar proporsi hirarki otoritas.
Aku tergolong Fir’aun kerdil yang menuhankan diriku atas orang lain.
49. Pemimpin-49
Aku dipekerjakan di planet yang penghuninya adalah makhluk manusia.
Mereka memacu teknologi dan memperkembangkan jenis-jenis kebudayaan yang
membuat mereka semakin lama semakin cacat sebagai manusia.
Sekarang ini mereka bukan lagi manusia sebagaimana Tuhan dulu
mengkonsepnya.
Mereka hampir sepenuhnya sudah berubah menjadi makhluk-makhluk berhala
yang pekerjaan utamanya adalah memberhalakan segala yang kasat mata yang mereka
terpesona.
Keadaan itu memaksaku untuk selalu menyamar dengan berbagai wujud dan
rupa.
50. Pemimpin-50
Semakin banyak manusia yang berperilaku sebagai kutu atau jenis serangga
lain yang menggantungkan hidupnya kepada berhala. Tentu saja tanpa mereka
mengerti bahwa itu berhala.
Ada yang mencari nafkah di kulit tubuh berhala.
Ada yang menggantungkan penghidupannya di kaki dan tangan berhala.
Ada yang melampiaskan keserakahannya di bawah rambut kepala berhala.
Bahkan ada yang rela mengais-ngais nasib dengan menjilat-jilat kulit rambut
kelamin berhala.
Berhala adalah tuhan gantungan hidup mereka. Mereka membela berhala
sandaran hidupnya.
Bertaruh mati, karena berhala itulah tuhannya.
51. Pemimpin-51
Kebanyakan kutu dan serangga yang menggantungkan hidupnya kepada berhala
itu justru manusia yang paling terpelajar dan berkemajuan.
Karena memang hampir semua lembaga keterpelajaran dan laboratorium
kemajuan, dimaksudkan untuk memproduksi serangga-serangga ketergantungan.
Bagaimana kalau pada suatu hari berhala itu berganti berhala lain?
Tidak masalah. Mereka akan melakukan migrasi massal ke tubuh berhala yang
baru, demi menerapkan ketergantungan yang baru.
52. Pemimpin-52
Makin banyak orang bertanya: “Baiknya milih Calon Satu atau Dua?”
Aku juga selalu kaget sehingga bertanya balik: “Lho kok malah nanya ke
saya? Kan Anda yang menentukan siapa Capres dan Cawapres?”
Mereka nanya balik juga: “Lho kok bisa saya yang menentukan?”
“Anda kan rakyat. Ini kan demokrasi. Rakyat yang menentukan
segala-galanya”
“Yang menentukan Parpol kok…”
“Apa Anda tidak diajak berunding sebelum menentukan?”
“Tidak”
“Lho…Parpol itu siapa tho?”
“Parpol itu kumpulan tokoh-tokoh utama di antara rakyat, bahkan yang
menentukan calon Presiden maupun calon wakil rakyat”
“Jadi rakyat ketuanya?”
“Ya”
“Kok ada Wakil ambil keputusan tanpa berunding atau minta izin kepada
Ketuanya”
53. Pemimpin-53
Sebagai bagian dari muttabi’in atau pengikut dan pejalan
Demokrasi, aku cenderung meremehkan Agama dan tidak benar-benar percaya kepada
Kitab Suci.
Aku tidak mencari tahu dunung juntrung dan perbedaan antara
berita, informasi, qila waqala, inspirasi, hidayah, apalagi hudan
lil-muttaqin.
Alih-alih sampai ke ilham, ma’unah, karomah, wahyu,
mereka tahunya itu halusinasi, tidak riil, tidak ilmiah dan tidak akademik.
Aku pengikut Demokrasi Diskriminatif. Tidak melibatkan mayoritas makhluk
Tuhan. Hanya manusia, makhluk bungsu yang congkak.
54. Pemimpin-54
Apa saja yang kita sangka perkembangan, kemajuan dan
keberhasilan–kalau tidak dalam keutuhan dan keseimbangan: akan menjadi cacat.
Kita sedang mengalami puncak kecanggihan teknologi dan kemajuan peradaban
yang membuat dunia menjadi segenggaman.
Tetapi hampir tidak ada di antara kita yang mencemaskan ongkos
kemanusiaan dan defisit nilai-nilai rohaniah.
Tentu saja. Karena kemajuan yang diraih bukanlah untuk kemanusiaan, dan
para pelakunya juga semakin menjadi bukan manusia.
55. Pemimpin-55
Khilafah artinya setiap manusia adalah pemimpin, seluruh rakyat
adalah pemegang utama
kedaulatan bernegara.
Titik berat Khilafah adalah Ra’iyah alias kedaulatan
rakyat. Demokrasi sejati.
Kemudian Khilafah dikudeta oleh Mulkiyah. Kedaulatan rakyat
diambil alih oleh kedaulatan Raja, Khalifah dan akhirnya Presiden.
Dengan konsentrasi tema kekuasaan monolitik yang berbeda, Khilafah
direbut oleh Imamah.
Indonesia adalah aliran sejarah paling tidak berwajah. Prinsip kedaulatan
publiknya diubah-ubah oleh perebutan kepentingan.
Semua prinsip itu diambil hanya sebagai kata.
Diterima atau ditolak, dasarnya adalah kepentingan golongan yang menang
atau yang sedang berjuang untuk menang.
56. Pemimpin-56
Akhraq, Ahmaq, Balid, Sakhif, Safih, Farigh, Ma’tu, Mughoffal, Jahil,
Majnun.
Semua itu bersaudara, sedikit beda level dan wilayah kambuhnya: Pandir,
pengung, pekok, druhun, menyun, dungu, pahpoh.
Dengan berbagai urusannya, konteks dan wilayahnya, di Negeriku, semua itu
adalah Jahiliyah tak kuizinkan membuatku putus asa dan menderita.
Semua yang kusaksikan di layar Republik Kepongahan itu sangat menghibur
hatiku.
Jangankan rakyat, tanah air, aset kekayaan, Républik dan Negara, Tuhan
dan Pancasila. Bahkan semakin tak ada sekadar satu kata yang diurus dengan
sungguh-sungguh.
Apa saja diolah dengan tangan nafsu dan kepentingan. Itupun nafsu yang
terendah dan kepentingan paling hina.
57. Pemimpin-57
Tak masalah Raja atau Patihnya berumur 100 tahun atau 10 tahun. Asal
jelas ratio dan hujjah-nya, asal tepat illah, maqamat dan patrap-nya. Asal
terdapat ketepatan dengan keseluruhan anasir lainnya.
Tetapi kalau dipilih karena punya uang dan membiayai, atau lainnya
dipilih karena diasumsikan punya massa, sehingga memungkinkan kemenangan — maka
pasti aturan dan sistemnya ngawur, dibikin oleh golongan pengabdi nafsu
kekuasaan.
Dan rakyatnya?
Mungkin arif bijaksana.
Mungkin tangguh, tak cedera oleh kebohongan dan pembodohan.
Mungkin mengalah : meng-Allah.
58. Pemimpin-58
Kalau memproses pemilihan pemimpin mesinnya adalah untung rugi
materiil-pragmatis dan goal-nya adalah kalah menang kekuasaan,
maka berarti yang dipemilukan bukan Pemimpin, melainkan Penguasa.
Kendali sejarah ada di tangan Konglomerat Ekonomi yang nikah dengan
Konglomerat Politik.
Yang berlaku dalam proses pemilihan adalah hukum pasar.
Maka yang disebut Negara menjadi batal. Yang namanya Pancasila, Bhinneka
Tunggal Ika dan Nasionalisme, itu mubadzir.
Rakyat silakan memenuhi etika untuk datang ke lokasi pemilihan, tetapi di
dalam bilik coblosan: mereka toh berdaulat dan terjamin rahasianya.
59. Pemimpin-59
Katanya anak-anak disekolahkan agar mencapai persyaratan menjadi manusia
modern. Punya bidang keahlian, agar profesional, syukur ekspert.
Maka rakyat jelas menentukan siapa wakilnya di bidang apa. Siapa pejuang
dan pembelanya, sesuai dengan bidang keahliannya.
Tiba-tiba datang ribuan orang entah siapa, minta dipilih menjadi wakil
rakyat. Orang dari A boleh mewakili rakyat B. Orang tidak jelas
keahliannya dimandati untuk memperjuangkan A sd Z.
Kalau bukan sakit jiwa, ya sakit mental. Kalau bukan sakit mental, ya
sakit akal.
Kalau manusia sakit akal pikiran, mending tanaman dan hewan yang tumbuh
indah oleh remote Allah dan para pegawai-Nya.
60. Pemimpin-60
Sejarah bangsa Indonesia memiliki prinsip, filosofi dan tradisi
Demokrasinya sendiri, dengan rasionalitas dan komprehensinya sendiri.
Begitu Indonesia merdeka, bangsa ini merasa sedang berhijrah dari era
primitif ke sejarah modern.
Bangsa Indonesia seperti kumpulan manusia dari masa silam yang tidak
punya bekal untuk hidup ke masa depan.
Mereka terpesona sampai mabuk hal-hal yang dari luar diri mereka, yang
mereka sangka itu adalah kemajuan, kebenaran dan kemegahan.
61. Pemimpin-61
Kaum elite dan kelas menengah Indonesia selalu hiruk pikuk dengan
kesibukan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Mereka pikir Trias Politika itu wadah dan skalanya adalah
Negara.
Padahal itu sekadar pembagian tugas di antara para pembantu rumah tangga,
yang disebut Pemerintah.
Begitulah kalau kaum cendekiawannya menyembunyikan kepada rakyatnya
perbedaan dan pemilahan antara Negara dan Pemerintah.
62. Pemimpin-62
Bangsa Indonesia seakan-akan tidak percaya bahwa matahari terbit dari
Timur. Maka sepenuh-penuhnya NKRI diterbitkan dari dan berdasarkan Barat.
Sehingga dalam segala hal bangsa ini mengadopsi nilai-nilai lain dengan
mengubur sejarah nilainya sendiri.
NKRI seperti bayi telanjang bulat, mengenakan pakaian yang bukan milik
alamnya, diajari berjalan, menata cara hidup bernegara dan bermasyarakat oleh
yang bukan dirinya.
Bangsa Indonesia kehilangan obor sejarah. Minder, inferior dan
membungkuk-bungkuk kepada yang di luar dirinya.
Dan aku adalah anak didik sejarah semacam itu. Maka pendidikanku kepada
anak cucuku berbeda sama sekali.
63. Pemimpin-63
Atas seluruh riuh rendah saling lempar kebencian dan caci-maki selama
menjelang Pilpres 2019, termasuk, bahkan terutama kalangan intelektual,
aktivis, civitas akademika Universitas dan dunia persekolahan pada umumnya —
ada yang bertanya: “Apakah itu contoh dari kritik Allah kepada manusia: Afala
ta’qilun? Afala tatafakkarun?”
Dan ada yang menjawab: “Mustahil manusia tidak berpikir. Tidak mungkin
manusia hidup tanpa menggunakan akal atau nalar alias nadlar.”
Yang mungkin adalah mereka tidak dididik atau dilatih menggunakan akal
pikiran. Tidak ada lembaga pendidikan untuk itu.
64. Pemimpin-64
Pas mau naik angkot mendadak ada orang bertanya: “Apa konsep Sampeyan
tentang kepemimpinan?
Karena tidak cukup berilmu, kujawab sekenanya: ’Alimul ghoibi
wasy-syahadah, rahman rahim, malik, quddus, salam, mu`min, muhaimin, ‘aziz,
jabbar, mutakabbir, kholiq bari mushawwir…
Aku ditanya balik: “Apaan itu?”
“Itu ajaran Maulana Syekh Syakhlatus Syamsi dalam kitabnya ”Mukafahatul
Junun wal Khobil”
“Bagaimana penjelasannya…?”
Angkot berangkat. Jadi tidak sempat menjelaskan.
65. Pemimpin-65
Ketika sekilas naik lift pun ada yang iseng menanyakan kepadaku. Pasti
ini orang tersesat yang menyangka aku berilmu.
Kujawab: “Perhatikan saja urutan ayat-ayat Al-Fatihah dan An-Nas…”
Sebagaimana sebelumnya, aku ditanya balik: “Ada Kitab yang bisa saya
pakai rujukan untuk itu?”
Kujawab: “Gatoloco dan Darmogandhul”
Sejak itu semua orang yang mengenalku menyimpulkan bahwa aku pengikut
Kebatinan Hitam atau Aliran Kepercayaan Sesat.
66. Pemimpin-66
Siapa yang pegang legalitas dan kompetensi untuk menentukan seseorang,
terutama para Capres dan Cawapres, adalah putra terbaik dari 250 juta
manusia?
“Firqatussiyasah yang terdiri dari para Hizbul Wathon”
“Nasab ilmunya apa dan dari mana?”
“Kitab Nikuliyah Alfulurinsiyah yang diterjemahkan ke dalam Bahasa
Jawa oleh Mas Kiai Veli”
“Apa Kitab itu ada di toko-toko buku?”
“Bisa diakses di perpustakaan digital Alas Roban yang dikelola oleh
Syaikhul Ulum Macan Liwung”
67. Pemimpin-67
Andaikan ada orang yang menyatakan “Demokrasi yang sedang kita laksanakan
ini adalah Demokrasi level terbawah. Demokrasi IQ di bawah 80. Yang para
pelakunya tidak punya kemampuan untuk melihat kompleksitas manusia, masyarakat
dan bangsa dalam ber-Negara”
“Batas penglihatannya hanya Jokowi atau Prabowo, selangkah ke depan,
segaris kecil dan sedangkal parit, perspektifnya hanya setempurung…” dan
seterusnya.
Kita akan menyebut itu ujaran kebencian. Karena di level itu orang
belum bisa melihat kebenaran.
68. Pemimpin-68
Menjadi Presiden Indonesia tidak harus punya pengetahuan tentang arus
raksasa apa yang sedang bergerak mencengkeram dunia.
Tidak harus tahu apa yang akan dialami oleh Tanah Air dan Negara
Indonesia beberapa puluh tahun lagi. Bahkan tidak harus punya jurus nasional ke
masa depan yang jauh.
Tidak wajib mampu mempersiapkan rakyatnya untuk mengantisipasi atau
melawan raksasa yang merambah dan melata ke segala arah di muka bumi.
Cukup dengan membuat separo lebih sedikit rakyatnya kagum, bisa menjadi
Presiden Indonesia.
69. Pemimpin-69
Menjadi Presiden Indonesia tidak ada kaitannya dengan kepribadian,
sejarah integritas pribadi, ilmu dan pengetahuan yang memadai, energi dan aura
kepemimpinan.
Menjadi Presiden Indonesia cukup dengan membangun sejumlah fasilitas yang
menakjubkan dipandang mata.
Tidak penting caranya merugikan Negara atau tidak. Tidak penting hitungan
manfaatnya untuk mayoritas atau kelas tertentu saja. Juga tidak penting hasil
keuangannya memuara ke siapa.
70. Pemimpin-70
Menjadi Presiden Indonesia tidak harus sanggup memahami level-level komplikasi
global dan nasional, yang mengisi lembaran-lembaran sejarah ummat manusia hari
ini dan di masa depan.
Juga tidak harus mengerti kompleksitas masalah dan tantangan bangsanya,
warganya, rakyatnya.
Juga tidak harus punya kesanggupan untuk mengelola dan menaklukkannya.
Bahkan Presiden Indonesia tidak harus mampu memetakan hirarki-hirarki
komplikasi di dalam dirinya sendiri.
Yang utama adalah menempuh strategi untuk membuat rakyat mabuk dan
kehilangan akal sehat.
71. Pemimpin-71
Aku menantikan para Sarjana Utama atau kaum Ilmuwan siapapun untuk serius
melakukan penelitian atas semua dan masing-masing Presiden Indonesia sejak
bangsa ini mendirikan Negara.
Meneliti objektif, jujur, apa adanya, tanpa kepentingan apapun kecuali
pencarian kebenaran sejarah yang sejernih-jernihnya.
Seluruh aspeknya, sejarah kepemimpinannya, keluarganya, pribadinya dan
apapun saja serta yang terkait dengan segala sesuatu yang diperlukan oleh
keselamatan bangsa Indonesia.
Nanti ketika dibukukan, boleh diedit, dipilah mana yang perlu dituturkan
dan mana yang tak perlu diketahui oleh publik. Misalnya dengan konsep filosofi
dan budaya ”mikul dhuwur mendhem jero”.
Supaya bangsa ini bukan hanya bisa memulai kembali belajar memilih
pemimpin Nasional. Tapi juga belajar memerdekakan diri dari klenik, mitologi,
dan cinta babi buta, yang semakin tidak belajar semakin akan membunuh bangsa ke
depan.
72. Pemimpin-72
Kaum elite Pemerintahaan sudah membuktikan berulang kali bahwa NKRI
tidak harga mati.
Harganya tidak mati. Tidak mandek. Bisa diubah kapan saja. Bahkan bisa
dibatalkan, diganti, dianggap tidak ada serta bentuk harga tidak mati lainnya.
Yang harga mati hanya yang tidak mungkin diubah. Semua yang lain bisa
diubah, asal menguntungkan pihak yang mengubah.
Undang-undang Dasar Negara pun sudah diubah-ubah, tidak harga mati.
Bahkan secara substansial keputusan-keputusan Presiden, Menteri dan Lembaga
Pemerintahan apapun bisa mengubah hakikat Undang-undang melalui penafsiran yang
berdasarkan kepentingan pragmatis.
Semua yang dibikin manusia memang tidak mungkin harga mati. Jadi diniati
saja siap-siap mengubah apa saja, kecuali sunnatullah, irodatullah dan
amrullah asalkan jernih untuk kepentingan masa depan bangsa.
Misalnya, baca dan nilai ulang teks Proklamasi, Pancasila dan UUD-45.
Kalau memang mencelakakan anak cucu, ubahlah.
Sebagaimana ketika mengawali proses agar Pak Harto lengser, aku umumkan
kita perlu Dewan Negara, untuk membenahi setiap Pemerintahan.
73. Pemimpin-73
Aku berharap, bekerja dan berdoa keliling untuk memproses agar setiap
rakyat Indonesia jangan hancur hatinya oleh keadaan Negara dan perilaku setiap
Pemerintahan.
Jangan rusak keluarganya, jangan lenyap kebahagiaannya, jangan ambruk
keutuhan dan keseimbangan masyarakatnya, oleh keadaan zaman yang bagaimanapun.
Tidak ada peradaban dan kekuasaan yang tidak berakhir. Fir’aun Mesir
kuno, kekuasaan ‘Ad. Roma yang besar. Mongolia. Ottoman. Sriwijaya, Majapahit,
atau apapun dan siapapun dalam sejarah.
Yang
tidak boleh berakhir adalah kemesraanmu bersama keluarga dengan Allah. Yang
jangan sampai hancur adalah kebahagiaan hidupmu, dalam keadaan Negara dan dunia
yang bagaimanapun susahnya.
Kehidupan di dunia sama sekali bukan masalah.
Perjanjikan dan akad nikah lagi dengan Allah: ”In lam takun ‘alayya
Ghodlobun, fala ubali”.Sumber :https://www.caknun.com/tag/reformasi-nkri/
0 komentar:
Posting Komentar