RENUNGAN RAMADLAN 1440H
/ 2019M
1. Laku Puasa
Salah
satu metode dialektika untuk menciptakan dinamika kehidupan manusia yang
dirancang oleh Allah adalah fenomena laku puasa. Allah sendiri bersikap sangat
romantik terhadap puasa dan dalam berbagai kisah menunjukkan betapa Ia amat
sangat menyediakan cinta kasih yang khusus kepada hamba-Nya yang sedang
berpuasa. Para pelaku puasa seakan-akan selalu dipeluk-Nya, didekap, dan selalu
disayang-sayang-Nya.
2. Kenapa
Bacalah
koran, tontonlah televisi, saksikanlah peperangan, perebutan, penggusuran,
pembongkaran dan penindasan, mengobrollah dengan tetanggamu, dengan
sahabat-sahabat dan rekan kerjamu, berbicaralah tentang segala keadaan yang
terjadi muka bumi ini, kemudian tidakkah engkau menemukan pertanyaan yang sama:
kenapa manusia sangat tidak bisa menahan diri? Padahal bukankah Allah
sedemikian rupa menahan diri? Dengan dosa-dosa kita yang sedemikian menumpuk,
baik dosa pribadi maupun dosa kolektif, baik dosa personal maupun dosa
struktural, tidak pantaskah kalau sudah sejak dulu-dulu Allah murka dan
melindas kita semua?
3. Bukankah
Bukankah
Ia sangat menahan diri? Tetap memperkenankan kita berbadan sehat, bernapas dan
bergerak? Bukankah Ia sangat menahan diri, dengan tetap menerbitkan matahari,
mengalirkan air dan menghembuskan angin, seolah-olah tidak peduli betapa
malingnya kita, betapa munafik dan kufurnya kehidupan kita?
4. Contoh Soal
Puasa
Ramadlan ‘hanyalah’ sebuah acuan. Sebuah contoh soal metodik tentang kebutuhan
manusia untuk menahan, menyaring, menjernihkan, membeningkan dan
mensublimasikan apa pun saja yang terjadi dalam kehidupan.
5. Alamat KTP
Bulan
Ramadlan hanyalah alamat KTP puasa. Namun puasa hadir kepadamu kapan saja dan
di mana saja: sebagai makna hidup dan siap engkau peralat, sebagai metode
penyehatan dan penyelamatan kehidupan ia selalu stand by untuk
didayagunakan. Puasa bahkan tidak menutup diri kepada siapa pun engkau, apa pun
kedudukan sosialmu, dan juga apa pun agamamu. Kalau engkau memetiknya dari
angin yang menyadarkanmu pada suatu siang yang panas untuk engkau pergauli, si
puasa tidak bertanya: apakah engkau seorang muslim?
6. Sedia
Puasa
bahkan bersedia menghadirkan dirinya pada bukan manusia. Bukankah setiap
binatang tidak makan sesudah ia memang tidak perlu makan meskipun puasa si
binatang ini ia terapkan hanya melalui instingnya? Bukankah kelopak bunga
mengerti kapan harus mengembang dan kapan harus menguncup? Bukankah angin tidak
merekayasa hembusannya sesuai dengan kepentingan-kepentingan? Bukankah matahari
terbit tepat pada momentum kewajarannya untuk terbit?
7. Keterbatasan VS Kebebasan
Di
siang hari Ramadlan cairan di lidahmu memerintahkan kehendakmu agar engkau
membeli apa saja yang terdapat di warung dan supermarket. Tetapi beberapa waktu
sesudah engkau berbuka, perut menyatakan dengan tegas bahwa keterbatasan itu
lebih penting dan lebih menyelamatkan dibanding kebebasan.
8. Agama Api
Kebudayaan
dan pembangunan kita cenderung ber-agama-kan api. Bukankah umat manusia di
zaman modern ini bagaikan memeluk kepercayan Majusi, orang menyembah api?
Orang-orang memproduksi barang-barang yang tidak dikontrol apakah ia
sungguh-sungguh diperlukan oleh sedemikian rupa sehingga kalau barang-barang
itu tidak ada maka umat manusia akan dihadang bahaya besar? Orang-orang yang
pada tatanan kewajaran hidupnya tidak memerlukan sesuatu hal digiringnya untuk
merasa yakin bahwa mereka memerlukannya. Orang-orang menjual dan membeli
sesuatu yang penting dan tidak pentingnya ditentukan tidak oleh akal sehat dan
kewajaran hidup, melainkan oleh berita-berita dan video clip takhayul-takhayul
artifisial. Bukankah hal demikian adalah penyembahan terhadap api, yang satu
sulutannya bisa membakar bukan hanya satu rumah, tetapi bahkan bisa membakar
seluruh alam semesta.
9. Peradaban Rakus
Bukankah
kita hidup di suatu era peradaban di mana satu orang bisa merasa tidak cukup
hanya memiliki tiga ratus perusahaan yang masing-masingnya beromzet lebih besar
dibanding dengan harga kekayaan sebuah kecamatan atau bahkan sebuah kabupaten?
10.
Sapalah
Kalau
ada orang kesepian, jangan tanya apa partainya, langsung saja sapa dan sayangi dia,
agar engkau mendapatkan pintu untuk bersamanya meningkatkan diri ke kepentingan
yang lebih tinggi, yaitu tauhid ilahiyah.
11.
Pandanglah
Kalau
engkau sempat, edarkanlah setiap pandanganmu ke setiap sisi ruang di dalam
rumahmu. Perhatikan perabot-perabot, benda-benda, barang-barang, dan hiasan
yang memperindah rumahmu. Ingatlah sebentar di mana dan kapan engkau membelinya
atau memperolehnya. Lantas, kembalilah ke suatu kesadaran: bahwa semua itu
engkau pilih untuk engkau miliki berdasarkan kesenanganmu. Dan akhirnya, coba
engkau renungkan bagaimana sesungguhnya sikap batinmu, sikap pikiran dan jiwamu
terhadap kesenangan dan ketidaksenangan. Renungan terhadap senang dan tidak
senang bisa mengantarkanmu kepada kenyataan tentang seberapa engkau terikat
pada kesenangan pribadimu serta seberapa jauh engkau cenderung menolak
ketidaksenangan hatimu.
12.
Mungkinkah
Kalau
engkau dan aku, dari dahulu kala sampai kelak, dari awal alam hingga akhir
semesta, adalah sepenuhnya milik Allah dan sama sekali tidak pernah memiliki
diri kita sendiri–mungkinkah kita pernah sungguh-sungguh memiliki diri ini,
alam ini, tanah dan air ini, kayu dan logam ini, harta dan tahta ini, uang
rekening dan kekuasaan ini?
13.
Pakaian Ketiadaan
Orang
berpuasa disuruh langsung berpakaian ketiadaan: tidak makan, tidak minum dan
lain sebagainya. Orang berpuasa diharuskan berkata tidak terhadap isi pokok
dunia yang berposisi ya dalam substansi manusia hidup.
14.
Ihram
Ihram
adalah ‘pelecehan’ habis-habisan atas segala pakaian dan hiasan keduniaan
yang palsu: status sosial, gengsi budaya, pangkat, kepemilikan, kedudukan,
kekayaan, atau apa pun saja yang diburu manusia.
15.
Haji
Ibadah
haji adalah puncak ‘pesta pora’ dan demonstrasi dari suatu sikap di mana dunia
disepelekan dan ditinggalkan. Di mana dunia disadari sebagai sekadar
seolah-olah megah.
16.
Thawaf
Ibadah
thawaf adalah penemuan perjalanan sejati sesudah seribu jenis perjalanan
personal dan sosial yang tidak menjanjikan kesejatian dan keabadian.
17.
Puasa dari Miskin
Pada
skala yang luas, engkau berpuasa dari hak untuk punya uang sebanyak-banyaknya.
Engkau membatasi tingkat pemilikanmu, engkau berikan kepada yang berkukurangan.
Sebaliknya, engkau juga bisa melakukan puasa dari kemelaratan sehingga engkau
mencari uang sebanyak mungkin, karena kalau kemelaratan sudah berkembang
menjadi kefakiran, akan sangat membahayakan iman, mental, dan kepercayaan
dirimu.
18.
Syahadat
Syahadat
adalah puasa paling esensial dan mendasar. Engkau harus membuang segala macam
yang enak untuk engkau tuhankan, misalnya uang, pangkat dan popularitas. Dalam
syahadat engkau hanya menomorsatukan Allah, hanya menumpahkan segala duka
derita dan riang gembira kepada Allah.
19.
Kalau
Kalau
lampumu tak bersumbu dan tak berminyak, jangan bayangkan api. Kalau gelasmu
retak, jangan mimpi tuangkan minuman. Kalau mentalmu rapuh, jangan rindukan
rasukan tenaga dalam. Kalau kaca jiwamu masih kumuh oleh kotoran-kotoran dunia,
jangan minta cahaya akan memancar dengan jernih atasmu. Jadi, bertapalah dengan
puasamu. Bersunyilah dengan i’tikafmu. Membeninglah dengan ruku dan sujudmu.
Puasa mengantarkanmu menjauh dari kefanaan dunia, sehingga engkau mendekat ke
alam spiritualitas.
20.
Kelopak Bunga
Aku
bukan orang suci yang menunggu perintah Tuhan untuk melakukan misi tertentu
dalam sejarah. Mungkin aku sekadar kelopak bunga yang menunggu firman-Nya untuk
mekar pada suatu pagi. Menunggu ayat-Nya untuk menyebar bebauan pada
menit-menit tertentu. Dan kemudian menunggu perintah-Nya untuk kuncup kembali,
menguning layu, dan akhirya tanggal, menyatu dengan debu.
21.
Terkadang
Terkadang
engkau tidak memperhitungkan bahwa Allah berperan atas nasibmu, dan peran-Nya
itu amat dilatarbelakangi oleh sifat kasih sayang. Tapi engkau lupa atau tidak
yakin, sehingga diam-diam engkau berpendapat bahwa hanya engkau sendirian yang
bisa menolong nasibmu. Maka engkau berupaya dengan segala cara: menyerobot
sana-sini, mencurangi teman.
22.
Kematian
Kesadaran
utama dalam kehidupan adalah kesadaran tentang kematian. Karena alamat kematian
adalah garis batas akhir kehidupan. Yang paling pokok harus diurus manusia
bukanlah kebebasan, melainkan batas-batas. Dengan kata lain, pelajaran utama
tentang kehidupan sebenarnya adalah bagaimana menyadari kematian.
23.
Min Haitsu La Yahtasib
Jatuh
dan bangunnya nilai, gelap dan terangnya keadaan, jauh dan dekatnya para hamba
kepada Allah, naik turunnya kemesraan dengan Sang Pencipta, berlangsung tidak
pada ruang dan waktu yang bisa kita perhitungkan. Selalu saja Allah
menginvestasikan sesuatu yang tak pernah diduga-duga oleh siapapun. Innaka
la tahdi man ahbabta, wa la kinnallaha yahdi man-yasya`.
24.
Niteni
Kalau
engkau bersedia niteni, meneliti, dan mengingat-ingat apa peran
kesengajaan Allah atas hidupmu, engkau akan menemukan berbagai “kebetulan” yang
nanti harus engkau pahami sebagai “kebenaran”.
25.
Kesengajaan
Kalau
hatimu berdzikir dan mengonsentrasikan diri pada fungsi kesengajaan Allah yang
penuh kasih sayang atas naik-turunnya nasibmu, engkau–InsyaAllah–dibimbing
untuk senantiasa berada di dalam atau dekat dengan kasing sayang-Nya itu.
Pikiranmu akan dituntun oleh-Nya untuk memasuki ide-ide atau gagasan dalam
mengendalikan arah jalanmu yang sesuai dengan kasih sayang-Nya. Kakimu, tanganmu,
alam pikiran, dan perasaanmu–InsyaAllah–akan senantiasa dipanggil oleh-Nya ke
dalam cinta-Nya.
26.
Retorika Pergaulan
Kalau
Allah mengatakan bahwa ibadah puasa itu khusus bagi-Nya, kita bisa membaca
maksud di balik “retorika pergaulan”-Nya bahwa betapa ibadah puasa itu sangat
penting dan memiliki makna khusus bagi manusia. Betapa Allah sangat mencintai
hamba-hamba-Nya yang bersedia, terlatih dan memiliki kesanggupan menahan diri.
27.
Metode Kedisiplinan
Bahwa
puasa adalah sebuah metode kedisiplinan yang diperlukan oleh manusia dalam
kehidupannya sehari-hari, baik ketika mengurusi masalah-masalah kecil di rumah
tangganya maupun masalah-masalah besar dalam masyarakat, negara, dan dunianya.
28.
Tarekat Puasa
Bahwa
puasa adalah suatu model tarekat (cara hidup) yang sangat menentukan selamat
tidaknya manusia di dunia maupun di akhirat. Pandanglah sekelilingmu, lihatlah
orang berduyun-duyun di perkotaan, lihatlah bagaimana kemewahan-kemewahan
diproduksi, lihatlah bagaimana orang berkuasa dan dengan segala cara mempertahankan
kekuasaannya.
29.
Logika Idul Fitri
Logika Idul
Fitri menganjurkan manusia agar bergerak naik dari titik impas, dari ‘dataran
bumi’, karena karamah kemakhlukannya lebih tinggi dari bumi. Apalagi Tuhan
selalu memperingatkan agar hamba-hamba-Nya yang berkualitas ‘master piece’ itu
tidak melorot ke dataran asfala safilin, yang terendah dari yang rendah.
Jadi, bagaimana seorang mendaki terus-menerus ke dataran-dataran plus dari
nilai-nilai keluhuran: pendakian spiritual, maksimalisasi intelektual dan kemuliaan
moral sampai ke puncak liqa`u Rabb. Pertemuan agung dengan asal usul
kita sendiri, yakni Allah Swt.
Sumber : www.caknun.com/tag/bongkah/
0 komentar:
Posting Komentar