A. Prinsip pengukuran dalam evaluasi pembelajaran
Dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran, ada beberapa prinsip umum yang bisa digunakan sebagai acuan. Betapapun baiknya perencanaan dan prosedur evaluasi yang diterapkan apabila tidak dipadukan dan ditunjang dengan prosedur yang baik maka hasilnya juga akan kurang sesuai dengan yang diharapkan. Evaluasi pembelajaran umumnya mengacu pada prinsip-prinsip berikut, di antaranya:
1. Keterpaduan.
Proses evaluasi tidak bisa lepas dengan tujuan, materi dan metode pembelajaran. Oleh karena itu, penetapan rancangan evaluasi harus sudah dilakukan pada waktu menysusun rencana pembelajaran sehingga keempat komponen pengajaran itu bisa saling bekerjasama dengan baik.
2. Keterlibatan siswa.
Proses evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap siswa merupakan suatu kebutuhan bagi diri siswa untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, keterlibatan siswa dalam kegiatan evaluasi mutlak diperlukan, bahkan siswa juga diberi kesempatan dan peluang untuk melakukan evaluasi diri sendiri (self evaluation).
3. Koherensi.
Kegiatan evaluasi harus sejalan dengan materi yang telah disampaikan. Selain itu evaluasi juga harus sejalan dengan aspek yang hendak diukur.
4. Pedagogis.
Hasil evaluasi disamping alat untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran, juga memiliki fungsi sebagai alat untuk mengubah tingkah laku melalui kegiatan pendidikan. Siswa yang menguasai pembelajaran akan mendapat ganjaran (reward) sedangkan mereka yang kurang memahami materi pembelajarn, evaluasi ini dianggap sebagai hukuman.
5. Akuntabilitas.
Hasil evaluasi merupakan bentuk pertanggungjawaban proses pendidikan untuk disampaikan kepada pihak terkait seperti orang tua, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Pernyataan di atas diperkuat oleh pandangan mengenai prinsip evaluasi dalam pembelajaran yang dikemukakan De Francesco (1958: 217-224) bahwa:
1. Evaluasi seharusnya berdasarkan tujuan.
Apa yang akan dinilai berkaitan dengan kejelasan tujuan, apakah akan menilai kreativitas, penguasaan materi, ataupun sikap.
2. Evaluasi perlu dilakukan dalam menumbuhkan dan mengembangkan siswa.
Hal ini dilakukan atas dasar keyakinan bahwa siswa harus diberikan peluang seoptimal mungkin dalam meningkatkan potensinya.
3. Evaluasi seharusnya membuat kontribusi yang signifikan untuk mengingkatkan program.
Pengalaman guru dalam mengajar sebaiknya berdekatan dengan apa yang pernah dia rasakan untuk kemudian terjadi tukar-menukar pengalaman.
4. Evaluasi harus direncanakan dengan teliti dan dipersiapkan untuk penilaian selanjutnya.
Program evaluasi perlu dirancang untuk mengukur pertumbuhan siswa menuju ke arah yang diharapkan.
5. Evaluasi seharusnya menghasilkan kerjasama antara siswa, guru, orang tua yang memperhatikan proses pertumbuhan siswa.
Untuk mencapai hasil penilaian yang memadai, maka kegiatan penilaian memerlukan partisipasi semua pihak, seperti siswa, guru dan orang tua. Hasil evaluasi ini menjadi bahan pertimbangan.
6. Evaluasi mengharuskan menggunakan beberapa alat dan teknik untuk mengumpulkan data tentang perkembangan siswa. Penggunaan alat evaluasi yang beragam dapat memberikan gambaran lebih objektif mengenai hal yang akan dinilai.
7. Evaluasi hendaknya mencatat kemampuan dan memelihara penafsiran data tentang siswa.
Kemampuan memelihara penafsiran data dimaksudkan agar guru konsisten dan mencukupi data para siswa dan prestasinya cukup.
8. Penilaian Sosial.
Guru perlu melakukan kegiatan observasi, mencatat, membandingkan dan menganalisis perhatian yang berkaitan dengan siswa dalam hubungannya dengan kelompoknya.
9. Evaluasi mendorong kegiatan penelitian, eksperimen, dan progress.
Evaluasi yang dilakukan hendaknya mendorong guru untuk meningkatkan penelitian dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa dan dirinya.
Secara khusus, prinsip-prinsip penilaian keberhasilan dalam pembelajaran terpadu adalah bahwa:
1. Penilaian terhadap proses belajar perlu mendapat perhatian lebih besar daripada penilaian produk.
2. Siswa diikutsertakan (dilibatkan) dalam setiap langkah evaluasi.
3. Menerapkan teknik evaluasi cermin diri (self reflection) pada siswa dan evaluasi diri (self evaluation).
4. Menerapkan teknik evaluasi portofolio sebagai masukan untuk memutuskan nilai siswa.
5. Memanfaatkan hasil penilaian sebagai umpan balik untuk meningkatkan pembelajaran siswa.
6. Memperhatikan lebih pada dampak pengiring kemampuan bekerjasama, tenggang rasa, motivasi, kepekaan rasa, kemampuan kreatif, prediktif dan inovatif, dan lain-lain.
7. Evaluasi yang dipandang sebagai kegiatan yang berkelanjutan bukan sebagai kegiatan akhir saja serta mengukur hal-hal yang bersifat multidimensional dari beragam sudut pandang.
8. Bersifat komprehensif (menggambarkan seluruh aktivitas belajar) dan sistematis.
9. Pelaksanaan evaluasi seyogyanya dilaksanakan secara tanpa disadari siswa (berjalan seperti apa adanya).
B. Macam-macam alat pengukuran dalam evaluasi pembelajaran
Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang dalam melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien. Kata ”alat” biasa juga disebut dengan istilah instrumen”. Dengan demikian maka alat evaluasi juga dikenal dengan instrumen evaluasi. Dengan pengertian tersebut maka alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Secara garis besar, alat evaluasi yang biasa digunakan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu bukan tes (non test) dan tes. Selanjutnya bukan tes (non test) dan tes ini juga disebut sebagai teknik evaluasi.
a. Bukan tes (non test).
Yang tergolong dalam alat ukur non test adalah:
1. Skala bertingkat (rating scale).
2. Kuesioner (questionair).
3. Daftar cocok (check list).
4. Wawancara (interview).
5. Pengamatan (observation).
6. Riwayat hidup.
Berikut keterangan dari setiap alat pengukur tersebut:
1) Skala bertingkat (rating scale).
Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan: Rating gives a numerical value to some kind of judgement, maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk angka. Kita dapat menilai hampir segala sesuatunya dengan skala. Dengan maksud agar pencatatannya dapat objektif maka penilaian terhadap penampilan atau penggambaran kepribadian seseorang disajikan dalam bentuk skala.
2) Kuesioner (questionair).
Kuesioer sering juga dikenal sebagai angket. Pada dasarnya kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner ini orang dapat diketahui tentang keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau pendapatnya, dan lain-lain.
Tentang macam kuesioner, dapat ditinjau dari beberapa segi.
a). Ditinjau dari segi siapa yang menjawab.
- Kuesioner langsung.
Jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.
- Kuesioner tidak langsung.
Adalah kuesioner yang dikirimkan oleh bukan orang yang diminta keterangannya.
b). Ditinjau dari segi cara menjawab.
- Kuesioner tertutup.
Adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pelihan jawaban lengkap pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang akan dipilih.
- Kuesioner terbuka.
Adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya. Kuesioner digunakan untuk meminta pendapat orang.
3) Daftar cocok (ceck list).
Yang dimaksud dengan daftar cocok adalah deretan pertanyaan (yang biasanya singkat-singkat), dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok di tempat yang sudah disediakan.
4) Wawancara (interview).
Wawancara adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi.
Wawancara dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
- Wawancara bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.
- Wawancara terpimpin, dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. Jadi dalam hal ini responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan.
5) Pengamatan (observation).
Pengamatan adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.
Ada 2 macam observasi:
- Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
- Observasi sistematik, yaitu observasi dimana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipan, maka dalam observasi sistematik ini pengamat berada diluar kelompok.
6) Riwayat hidup.
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, keabiasaan, dan sikap dari objek yang dinilai.
b. Tes.
Dalam kenyataannya ada bermacam-macam rumusan berkaitan dengan tes.
Di dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Pendidikan, Drs. Amir Daien Indrakusuma mengatakan demikian:
”Tes asalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat”.
Selanjutnya, di dalam bukunya; Teknik-teknik Evaluasi, Muchtar Bukhori mengatakan:
”Tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid”.
Definisi selanjutnya adalah definisi yang dikutipkan dari Webster’s Collegiate.
Tes = any series of questions or exercises or other means of measuring the skill, knowledge, intelligence, capacities of aptitudes or an individual or group.
Yang kurang lebih artinya sebagai berikut:
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Dari beberapa kutipan dan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tes merupakan suatu alat pengumpul informasi tetap jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya 3 macam tes, yaitu:
1. Tes diagnostik.
2. Tes formatif.
3. Tes sumatif.
Berikut keterangan masing-masing tes diatas:
1. Tes diagnostik.
Adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Dengan mengingat sekolah sebagai sebuah transformasi, maka letak tes diagnostik dapat dilihat pada diagram berikut:
|
1 |
|
|
2 |
3 |
4 |
|
Input Output
Tes diagnostik ke-1 dilakukan terhadap calon siswa sebagai input untuk mengetahui apakah calon tersebut sudah menguasai pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima pengetahuan sekolah yang dimaksudkan.
Tes diagnostik ke-2 dilakukan terhadap calon siswa yang sudah akan mulai mengikuti program. Apabila cukup banyak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk pembagian kelas diperlukan pertimbangan khusus. Apakah anak yang baik akan disatukan di satu kelas, ataukah semua kelas akan diisi dengan campuran anak baik, sedang atau kurang, ini semua memerlukan adanya informasi. Informasi seperti ini dapat diperoleh dengan cara mengadakan tes diagnostik.
Tes diagnostik ke-3 dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar. Tidak semua siswa dapat menerima pelajaran yang diberikan oleh guru dengan lancar. Sebagai guru yang bijaksana, maka pengajar harus sekali-kali memberikan tes diagnostik untuk mengetahui bagian mana dari bahan yang diberikan itu belum dikuasai oleh siswa. Selain harus dapat mengadakan deteksi apa sebab siswa tersebut belum menguasai bahan. Berdasarkan atas hasil mengadakan deteksi tersebut guru dapat memberikan bantuan yang diperlukan.
Tes diagnostik ke-4 diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia berikan.
2. Tes formatif.
Dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Evaluasi formatif atau tes formatif diberikan pada akhir setiap program. Tes ini merupakan post-test atau tes akhir proses.
program |
(tes awal) (tes akhir)
Evaluasi formatif mempunyai manfaat, baik bagi siswa, guru, maupun program itu sendiri.
a. Manfaat bagi siswa.
- Digunakan untuk mengetahui apakah siswa menguasai bahan program secara menyeluruh.
- Merupakan penguatan (reinforcement) bagi siswa.
Dengan mengetahui bahwa tes yang dikerjakan sudah menghasilkan skor yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan maka siswa merasa mendapat ”anggukan kepala” dari guru, dan ini merupakan suatu tanda bahwa apa yang sudah dimiliki merupakan pengetahuan yang sudah benar. Dengan demikian maka pengetahuan itu akan bertambah membekas diingatan. Di samping itu, tanda keberhasilan suatu pelajaran akan memperbesar motivasi siswa untuk belajar lebih giat, agar dapat mempertahankan nilai yang sudah baik itu atau akan memperoleh yang lebih baik lagi.
- Usaha perbaikan.
Dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh setelah melakukan tes, siswa mengetahui kelemahan-kelemahannya. Bahkan dengan teliti siswa mengetahui bab atau bagian dari bahan yang mana yang belum dikuasainya. Dengan demikian, akan ada motivasi untuk meningkatkan penguasaan.
- Sebagai diagnosis.
Bahan pelajaran yang sedang dipelajari oleh siswa merupakan serangkaian pengetahuan, ketrampilan, atau konsep. Dengan mengetahui hasil tes formatif, siswa dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit.
b. Manfaat bagi guru.
- Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa. Hal ini akan menentukan pula apakah guru itu harus mengganti cara menerangkan (strategi mengajar) atau tetap dapat menggunakan cara (strategi) yang lama.
- Mengetahui bagian-bagian mana yang belum bisa dipahami oleh siswa. Apabila bagian yang belum dikuasai kebetulan merupakan bahan prasyarat bagi bagian pelajaran yang lain, maka bagian itu harus diterangkan lagi, dan barangkali memerlukan cara atau media lain untuk mengganggu kelancaran pemberian bahan pelajaran selanjutnya, dan siswa akan semakin tidak dapat menguasainya.
- Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.
c. Manfaat bagi program.
Setelah diadakan tes formatif maka diperoleh hasil. Dari hasil tersebut dapat diketahui:
- Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat, dalam arti sesuai dengan kecakapan anak.
- Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan.
- Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai.
- Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat.
3. Tes sumatif.
Evaluasi sumatif atau tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program yang lebih besar. Dalam pelaksanaannya, tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat desamakan dengan ulangan umum yang dilaksanakan pada tiap akhir semester.
Program |
Program |
Program |
Program |
F |
F |
F |
F |
S |
Keterangan:
F : tes formatif.
S : tes sumatif.
Ada beberapa manfaat tes sumatif, dan 3 diantarannya yang terpenting adalah:
- Untuk menentukan nilai.
Apabilates formatif terutama digunakan untuk memberikan informasi demi perbaikan penyampaian, dan tidak digunakan untuk memberikan nilai atau tidak digunakan untuk penentuan kedudukan seorang siswa di antara teman-temannya (grading), maka nilai dari tes sumatif ini digunakan untuk menentukan kedudukan siswa.
- Untuk menentukan dapat atau tidaknya seorang siswa mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya. Dalam kepentingan seperti ini maka tes sumatif berfungsi sebagai tes prediksi.
- Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang akan berguna bagi orang tua siswa, pihak bimbingan dan penyuluhan di sekolah, dan pihak-pihak lain apabila siswa tersebut akan pindah ke sekolah lain.
Alat ukur yang baik, yaitu alat ukur yang memiliki sifat- sifat sebagai berikut:
a. Alat ukur tersebut harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Kalau ingin mengukur IQ hendaknya menggunakan tes IQ dan kalau ingin mengukur sikap hendaknya menggunakan tes sikap.
b. Alat ukur tersebut harus mempunyai taraf konsistensi yang tinggi, pengukuran yang berulang-ulang dalam kondisi yang sama, dan menggunakan alat ukur yang sama, harus menghasilkan ukuran yang sama. Alat ukur menjadi tidak reliabel kalau pengukuran yang berulang-ulang dalam kondisi yang sama dan alat ukur yang sama menghasilkan ukuran yang berbeda.
c. Alat ukur tersebut harus mampu mengukur keseluruhan komponen atau aspek yang membangun konsep tertentu yang diukur. Bila konsep yang diukur terdiri dari aspek A, B, C, dan D, maka keempat aspek tersebut harus dapat terukur semuanya.
d. Alat ukur tersebut bersifat netral atau "apa adanya", tidak mengandung prasangka dan tidak berusaha "menggiring" jawaban. Misalnya alat ukur sikap; pertanyaannya harus benar-benar netral tidak mengarahkan pada sikap tertentu, positif ataupun negatif.
e. Alat ukur hendaknya dapat digunakan dengan "gampang"; kapan saja dan di mana saja, dalam artian tidak terlalu terikat oleh kondisi dan situasi.
C. Prosedur penggunaan alat pengukuran dalam evaluasi pembelajaran.
1. Tujuan utama kegiatan pengukuran dalam evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui apakah kompetensi dasar yang seharusnya dicapai dalam serangkaian pembelajaran sudah dikuasai siswa atau belum.
2. Untuk menentukan ketepatan aspek yang hendak diukur untuk suatu kompetensi perlu disusun prosedur penilaian yang biasanya dituangkan dalam kisi-kisi pengukuran, seperti:
a) Menetapkan aspek yang hendak diukur.
b) Alat penilaian, seperti tes prestasi belajar, dan pengumpulan dokumen.
c) Menentukan teknik pengukurannya, seperti tes tertulis, lisan, dan perbuatan.
d) Menentukan bentuk soal atau tugas dengan pedoman penyekorannya.
3. Pengumpulan informasi dapat dilakukan dalam suasana resmi maupun tidak resmi, di dalam atau di luar kelas, menggunakan waktu khusus misalnya untuk penilaian aspek sikap atau nilai dengan tes atau nontes atau terintregasi dalam seluruh kegiatan belajar mengajar (diawal, tengah, akhir). Di sekolah sering digunakan istilah tes untuk kegiatan Penilaian Berbasis Kelas dengan alasan kepraktisan, karena tes sebagai alat ukur sangat praktis digunakan untuk melihat prestasi siswa dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditentukan.
4. Bila informasi tentang hasil belajar siswa telah terkumpul dengan jumlah yang memadai, maka guru perlu membuat keputusan terhadap prestasi siswa:
a) Apakah siswa telah mencapai tujuan pembelajaran seperti yang telah ditetapkan?
b) Apakah siswa telah memenuhi syarat untuk maju ke tingkat lebih lanjut?
c) Apakah siswa harus mengulang bagian-bagian tertentu?
d) Apakah siswa harus memperoleh cara lain sebagai pendalaman?
e) Apakah siswa perlu menerima pengayaan?
f) Pengayaan apa yang perlu diberikan?
g) Apakah perbaikan dan pendalaman program atau kegiatan pembelajaran, pemilihan bahan atau buku ajar, dan penyusunan silabus telah memadai?
5. Merencanakan alat penilaian yang sesuai meliputi:
a) mengidentifikasi kompetensi dan indikator yang ada dalam kurikulum,
b) menentukan jenis tagihan dan bentuk alat penilaian yang relevan dengan indikator,
c) menjabarkan indikator menjadi soal/ pedoman penyekoran (rubrik),
d) megumpulkan data dengan alat penilaian,
e) menganalisis data, dan
f) mengambil simpulan dan keputusan. Secara rinci langkah penilaian untuk mengetahui pencapaian kompetensi tersebut diuraikan berikut.
6. Menentukan kompetensi dasar yang akan dinilai
7. Merinci aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan berkaitan dengan kompetensi dan indikator kompetensi dalam kurikulum. Hal ini ditempuh karena tidak semua indikator pada kurikulum sudah bersifat rinci. Guru perlu merinci lagi atau menambahkan indikator yang ada dalam kurikulum. Dalam kurikulum BI, indikator pengetahuan dan keterampilan telah terdapat pada kurikulum. Indikator sikap belum terdapat pada indikator sehingga guru perlu menganalisis aspek life skill yang akan dinilai. Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa indikator yang sudah cukup rinci dan ada indikator yang masih umum, sehingga guru perlu menganalisis lagi indikator yang sesuai dengan konstruk kompetensi dasar. Dari indikator yang sudah rinci tersebut direncanakan berbagai informasi yang akan dikumpulkan beserta alat penilaiannya dan waktu pengumpulannya. Amati contoh berikut.
Contoh:
Kompetensi Dasar: membacakan pengumuman
Indikator : mampu membacakan teks hasil pengumuman dengan artikulasi dan lafal yang jelas, intonasi, dan jeda yang tepat
0 komentar:
Posting Komentar