“Pertama, hati-hati kalau berpikir. Anda kan setiap melihat dan
mendengar sesuatu pasti berpikir. Tidak pernah Anda tidak berpikir.
Pesan saya, hati-hati dalam berpikir, karena mungkin dia akan menjadi
ucapan. Lalu tingkatkan kehati-hatian dalam mengucapkan, karena dia bisa
menjadi tindakan. Tingkatkan lagi kehati-hatian karena dia akan menjadi
kebiasaan. Kebiasaan ini, berhati-hatilah terhadapnya, karena akan
menjadi karakter hidupmu, karakter pribadimu. Ini sudah baku, sudah
menjadi monumen.”
“Terus tingkatkan kehati-hatian. Kritisi kembali karakter itu, karena
ia akan menjadi unsur kebudayaan, dan lalu menjadi kebudayaan
masyarakat. Dalam jangka waktu tertentu, ia akan menjadi peradaban.
Kalau sudah menjadi peradaban. Sudah tak bisa diubah lagi.”
“Begitulah Indonesia dengan kecurangannya, dengan kedengkiannya. Maka
pisahkan dirimu dari Indonesia yang itu.kamu teliti lagi benihmu, lebih
berhati-hati mikirnya, karena sehat atau nggak sehat itu ditentukan
oleh bener apa nggak kamu mikirnya.”
“Kalau tidak bener ngitungnya, di otak akan menjadi susunan syaraf yang nyrimpeti
hidupmu, menjadi disorganisasi struktur sel maupun urat-urat syaraf.
Disorganisasi syaraf menghasilkan perintah yang tidak benar dalam tubuh.
Dalam jangka panjang, akan menjadi penyakit.”
“Anda lihat gelandangan yang 40 tahun hidup di jalanan, tidak jelas
makanannya, langsung kena panas dan hujan, tapi sehat itu karena dia
beres pikirannya.”
“Kita ini menyusun dua kata saja tidak bisa. Maka pasti destruktif
otaknya.Kita lihat di berita-berita sekarang, banyak disebut ‘pembunuhan
mutilasi’.Mutilasi itu siapa kok dibunuh? Kalau Anda lihat banyak
sekali hal-hal yang memecah pikiran Anda, membuat pikiran Anda tak
tertata.”
“Pokoknya pastikan cara berpikirmu benar. Kalau ada yang nyrimpet cepet diurai, cepet dibersihkan.Jangan mau ditipu siapapun yang
menghadir-hadirkan Tuhan kepadamu, yang menghalangi hubunganmu dengan
Tuhan.