"Manners Before Knowledge"

  • Slide 1

    Melayani Pembuatan Seal Hydraulic dan Pneumatic dengan Ukuran serta Profile yang tidak Standart.

  • Slide 2

    Semar memiliki ciri yang menonjol yaitu berkuncung putih, kuncung putih itu sebagai simbol atau memiliki arti pikiran,gagasan yang jernih.

  • Slide 3

    Gareng memiliki ciri fisik bermata kero, bertangan ceko dan berkaki pincang. Mata kero berarti kewaspadaan, tangan ceko berarti ketelitian dan kaki pincang adalah kehati-hatian.

  • Slide 4

    Petruk, jika kedua tangannya digerakkan seperti kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memillih apa yang dikehendaki. Tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih.

  • Slide 5

    Bagong memiliki ciri yaitu dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar yang menyimbolkan selalu bersedia untuk bekerja keras.

Kamis, 07 Februari 2019

OIL SEAL


Macam-macam Tipe Oil Seal : R 1 , R2, TC, WA , WAS, TB, dll
Material : NBR, VITON



Pemesanan dapat Melalui:
ARIP WIBOWO
PT TUFFIADI SEMESTA
Telp : 0811 869 1389
WA  : 0856 4899 5260 
Email : wibowo.arip@ymail.com
Share:

PEMIMPIN (1-73)


1.      Pemimpin-1
Allah mengajarkan “lakum dinukum waliyadin“.
Kalau bagimu begitu itu demokrasi, silahkan jalani. Bagiku ini yang demokrasi.
Kalau bagimu begitu itu Presiden, silahkan dijunjung. Bagiku ini yang Presiden.
Kalau bagimu Pemimpin itu begitu, patuhilah. Bagiku yang begini ini Pemimpin.
Kalau bagimu Negara adalah yang begitu, silahkan tempuh. Bagiku, Negara itu begini.
Kalau bagimu sukses dan kemajuan itu begitu, nikmatilah. Bagiku begini ini sukses dan kemajuan.
Kalau bagimu itu Agama, peluklah dengan mesra. Bagiku, ini yang Agama.
2.      Pemimpin-2
Tidak mudah memahami Keluarga Indonesia. 
Dulu bilang Jasmerah: hormati keteladanan nenek moyang.
Para penerusnya bilang: “Kami hanya mengikuti apa yang kami dapatkan dari bapak kami.
Kemudian ada tamu. Keluarga Indonesia semua kagum dan jatuh cinta.
Lama-lama si tamu bukan sekadar menguasai rumah Keluarga Indonesia. Bahkan seluruh tata nilai, tujuan hidup, perilaku budaya dan peradabannya mengacu dan patuh kepada tamu itu.
Tetapi terakhir Keluarga Indonesia melahirkan bayi. 
Setelah mulai dewasa ia berkata: “Kebenaran tentang masa depan Indonesia terletak di dalam perenungan kami tentang nasib anak-cucu.
Jelas anak itu bukan produk dari pendidikan Keluarga Indonesia yang sedang berlangsung.
3.      Pemimpin-3
Di dalam dada Pemimpin Indonesia tidak terdapat dirinya, golongannya, kepentingan subjektifnya.
Skala berpikir Pemimpin Indonesia seluas dunia, karena amanat yang dipanggulnya adalah tepat dan bijaksana menemukan dan membangun Indonesia di tengah dunia.
Ruangan cinta di dalam diri Pemimpin Indonesia memuai sampai lebih luas dari alam semesta. Dunianya terletak di akhirat. Kininya bermuatan kemarin dan masa depan. Kesementaraan duniawinya dijalani di dalam gagasan keabadian. 
Di dalam ruang cinta Pemimpin Indonesia hanya ada dua penghuni: Rakyat dan Tuhan.
4.      Pemimpin-4
La takhof wala tahzan innalloha ma’ana
Jangan takut dan jangan sedih, Tuhan bersama kita.
Pemimpin Indonesia tidak takut kehilangan jabatannya, karena ia tidak pernah mengejarnya, dan menjadi pemimpin atau apapun di dunia bukanlah keinginannya.
Pemimpin Indonesia tidak bersedih tidak menjadi pemimpin. Karena kegembiraannya adalah menjadi apapun yang Allah menghendakinya. Atau tidak menjadi apapun sepanjang Allah meridlainya.
Pemimpin Indonesia tidak bertugas sendirian. Ia bekerja bersama Allah dan para karyawan-Nya yang tampak maupun yang tak kasat mata.
Ia memimpin Indonesia karena tugas dari-Nya. Siapapun yang memusuhi atau mencelakakannya, bukan urusannya, melainkan berperkara dengan-Nya.
5.      Pemimpin-5
Ke manapun pergi, aku takjub kepada rakyat Indonesia. Ribuan, jutaan, ratusan juta orang, bekerja keras, dengan ribuan jenis usaha, berdaulat dan mandiri.
Mereka terbukti sudah melakukan sangat banyak hal yang aku tak mampu melakukannya.
Kalau melihat gedung-gedung tinggi, mal-mal, perumahan mewah, aku minder rasanya. Sungguh hebat manusia.
Dan yang bagiku ghaib adalah pengusaha-pengusaha kakap, Konglomerat, Sembilan Naga, para Presiden, Menteri-menteri dan Wakil-wakil rakyat.
Bagiku mereka makhluk unggul. Manusia ajaib. Berani menjadi, melakukan dan mempertanggungjawabkan syubhat dan multi-komplikasi ma’ashy itu semua di hadapan Allah Swt.
6.      Pemimpin-6
Dajjal sudah sangat berkuasa di bumi. Akan hancur Negara yang tidak mau mematuhinya, digerogotinya, dibikin tergantung sandang pangan papannya, bahkan memakai mata uangnya.
Dajjal berwajah campuran antara manusia, malaikat, Iblis, setan, bahkan Ya’juj Ma’juj. Hanya Mekah dan Madinah yang Dajjal tak mampu menyentuhnya.
Dulu suatu bangsa minta tolong kepada Nabi Zulkarnain melindunginya dari Ya’juj Ma’juj, dibentengi dengan tembok cor tembaga. Sekarang bangsa terkaya justru memohon dengan bangga agar Dajjal menjadikannya Gundik.
Akan tetapi Indonesia yang benar-benar Indonesia tidak bisa disentuh oleh Dajjal. Karena Mekah Madinah bukan di Saudi Arabia kecuali hanya simbolnya. Sedangkan nyawa dan fakta quwwah keduanya bersemayam di dalam dada dan kepala Pemimpin dan rakyat sejati Indonesia.
7.      Pemimpin-7
Seperti padi, semakin berisi semakin menunduk. Demikianlah bangsa Indonesia: rendah hati, andhap asor, tawadldlu’.
Jangan sampai ketahuan kalau kita kaya raya, maka kita berlagak bersikap jadi pengemis.
Dunia jangan tahu kita hebat, kuat dan unggul. Maka kita harus tampil bodoh, lemah dan inferior.
Seluruh dunia terjebak oleh canggihnya samaran dan akting kita. 
Di Indonesia bagian atas, mobil mewah disebut gerobak. Menawari tamu “Mampir di gubuk saya ya” maksudnya rumah mengalahkan Istana Nabi Sulaiman.
Di bagian bawah dibalik: Rakyat menyebut gerobaknya adalah mobil, gubuknya adalah Istana.
8.      Pemimpin-8
Amat tua usia peradabannya, berlimpah kekayaan nilai sejarah dan kandungan tanah airnya: seluruh penghuni bumi suka rela membungkukkan badan di hadapan Indonesia.
Ia Garuda Perkasa, gagah namun lembut dan penuh kasih sayang–semua Negeri di dunia rindu dipermaisurikan olehnya.
Ia Ibu Pertiwi cantik jelita, namun teguh cintanya dan setia–semua Negara di dunia jatuh hati untuk dipersandingkan dengannya.
Tetapi Indonesia sudah bosan pada kehebatannya. Maka ia gemar mencoreng wajahnya sendiri. Ia Dewa berakting hamba sahaya. Ia konglomerat berlagak pengemis. Ia Pendekar bergaya banci. Malaikat yang menyamar jadi Iblis.
9.      Pemimpin-9
Aku sedang terbang jauh dari negeri tempat magangku. Ketika termangu duduk di keremangan, aku ditegur:
Apa sebenarnya yang kau lakukan di negeri yang kebanyakan penduduknya berjalan ke arah yang berbeda, bahkan berlawanan dengan perjalananmu
Apa kau tidak takut melihat tujuan hidup mereka, obsesi dan nafsu mereka. Bagaimana hatimu bisa tahan padahal kau tak sependapat dengan prinsip dan ukuran-ukuran hidup mereka. Betapa susahnya hidupmu mencari sela-sela agar tidak bertabrakan dengan arus besar pembangunan hidup mereka
Kau simpan dengan rapi pengetahuanmu tantang benar salah, baik buruk, sukses gagal, yang bertentangan mereka. Belum lagi ilmu kenyang dan lapar, mulia dan hina, bumi dan langit, dunia dan akhirat, Tuhan dan tuhan-tuhan. Sebenarnya apa tugasmu yang pasti mustahil tercapai itu?
Kujawab itu tidak mustahil sama sekali, bahkan tercapai dengan penuh kebahagian dan serasa mukjizat. Tugasku adalah mencintai mereka.
10.  Pemimpin-10
Salah satu ketakjubanku dalam kehidupan adalah kepada orang yang berani menjadi Presiden Indonesia. 
Negara yang separuh teks proklamasinya tidak jelas juntrungannya. 
Negara yang sejak awal berdirinya, urusan harta benda dan keuangan-nya serabutan, ruwet dan silang sengkarut.
Jangankan lagi sangkan paran sejarah yang ditempuhnya. Peta filosofi dan terminologi berpikirnya. Keracunan Negara dengan Pemerintahnya.
Serta banyak hal yang menyangkut hal-hal mendasar dan fundamental tentang kemanusia-Indonesiaan, kebudayaan dan peradaban yang dicita-citakannya.
Satu-satunya kejelasan yang kupahami hanyalah ambisi pribadi dan kejahiliyahan terhadap hakikat hidup dan Tuhan. Padahal sudah punya Pancasila.
11.  Pemimpin-11
Wahai Tuhan aku hidup di Negara di mana orang omong ngawur tentang Khilafah dan Syariah dan tak mau belajar.
Yang menginformasikan dan memaksakannya juga sembrono, merasa paling pintar sehingga tidak mau belajar.
Yang menolak dan melawannya juga sok hebat, merasa berkuasa dalam majhul jahil–nya, sehingga tak mau kalah untuk juga tidak belajar.
Wahai Tuhan aku memohon perluasan kesabaran, pengkayaan kebijaksanaan, serta ketahanan hati untuk tidak melakukan sesuatu yang belum Engkau perbolehkan untuk dilakukan.
12.  Pemimpin-12
Ini seri judul Pemimpin tapi kok omong segala hal, bukan soal kepemimpinan?
Pemimpin adalah orang yang tahu banyak tentang banyak hal. Untuk pemimpin Indonesia, banyak hal tentang dunia, apalagi Indonesia.
Pemimpin adalah muta’allimul ghoibi. Orang yang selalu mencari tahu apa saja yang ia belum tahu yang menyangkut keperluan rakyat yang diabdinya.
Bahkan was-syahadah. Juga mengalami. Pemimpin yang baik haruslah rakyat yang terbaik.
13.  Pemimpin-13
Pada dinihari gelap sepi aku kaget oleh suara adzan keras melengking dari Masjid Darul Aman
Ini negeri 98% penduduknya non-Muslim. Lengkingan adzan di sana sini.
Kata toleransi tidak populer, tidak pernah jadi bahan diskusi atau perdebatan. 
Kata pluralisme, multikulturalisme tidak  diomong-omongkan, dan tidak ada masalah toleransi. Tapi terlaksana karena mereka manusia, punya naluri untuk saling mengamankan.
14.  Pemimpin-14
Di ibukota besar Negara yang penduduknya ittiba’ Budha Gautama ini ada hampir 300 Masjid. 
Mushalla mewah bersih disiapkan di area-area publik. 
Wanita-wanita berjilbab di mana-mana, kerja di mal-mal, kantor-kantor, pasar dan mana saja.
Mayoritas penduduk Negara ini oleh sejumlah Ustadz Indonesia disebut kafir. Mereka toleran kepada Muslim, hatinya tidak rewel, pikirannya tidak ruwet seperti di NKRI.
15.  Pemimpin-15
Siapa itu biangnya kok nilai-nilai dijadikan benda, branding dan slogan kosong. 
Kata sifat dan kata kerja dikata-bendakan. Radikal, fundamental, moderat dan macam-macam lagi dilembagakan, diterminologikan, didikotomikan sehingga menjadi hulu ledak permusuhan.
Idiom Islam, Khilafah, Syariah, Pancasila, NKRI harga mati dibenderakan, dimedsos-medsoskan, dilebay-lebaykan, didramatisir–sehingga menjadi mesiu kebencian.
Siapa itu para perusak nilai dan manusia, demi kerakusan politik dan keserakahan materialisme.
16.  Pemimpin-16
Memilih orang-orang yang mewakili rakyat tanpa pertimbangan ideologis, tanpa parameter moral, tanpa kualifikasi ekspertasi. Tanpa apapun kecuali perhitungan dagang kelompok atas nama demokrasi dan pembangunan nasional. Bahkan tanpa harga diri budaya dan cermin karakter atau kepribadian.
Sampai kapan rakyat Indonesia menitipkan kedaulatannya kepada mesin-mesin perusak demokrasi?
Sampai kapan rakyat menyerahkan keperluannya untuk sejahtera kepada golongan yang sakit jiwa eksistensi dan mencari kekayaan pribadi dari karier perwakilan tanpa rasa malu?
Rakyat Indonesia semakin kebal dari segala jenis penyakit politik, karena akhirnya berubah menjadi penyakit itu sendiri.
17.  Pemimpin-17
Indonesia harus benar-benar Indonesia, maka pemimpinnya harus berkelas dunia. Manusia sejati, bukan manusia pencitraan. Manusia pusaka, tak sekadar pedang, apalagi pencangkul.
Rakyat Indonesia adalah rakyat besar, peradabannya agung, bukan pelaku sejarah kekerdilan.
Pemimpin Indonesia tidak boleh hanya kaliber sebuah rumah tangga di kampung yang bersaing dan bertengkar dengan tetangganya.
Di dalam dada Pemimpin Indonesia tidak terdapat dirinya, golongannya, kepentingan subjektifnya.
Skala berpikir Pemimpin Indonesia seluas dunia, karena amanat yang dipanggulnya adalah tepat dan bijaksana menemukan dan membangun Indonesia di tengah dunia.
18.  Pemimpin-18
Indonesia tak punya rencana untuk bubar, pada tahun atau abad berapapun. 
Maka yang dihayati dan dikerjakan oleh Kepala Negara Indonesia adalah bagaimana membangun kegembiraan dan kebahagiaan rakyat sampai anak cucu selama keabadian.
Tapi yang dibayar oleh rakyat untuk mengurusi Negara adalah Pemerintah per 5 tahun. Dan yang dilakukan oleh Kepala Pemerintahan Indonesia selama 5 tahun terutama adalah bagaimana bekerja demi supaya memerintah lagi 5 tahun berikutnya.
Jadinya tak sempat mikir Negara yang keperluannya “abadi”. De facto tidak ada Kepala Negara.
19.  Pemimpin-19
Di Indonesia Kepala Pemerintahan adalah Kepala Negara. Struktur berpikirnya rancu. Siapapun dia, diganti atau tidak: sistem kesadarannya disorganized. Susunan saraf di kepalanya semrawut dan kacau. Hatinya kumuh. Kiblat programnya tidak punya akurasi kerakyatan.
Akhirnya balik berfokus ke dirinya sendiri. Program utamanya adalah pencitraan, penipuan dan kriminalitas atas fakta. Profesinya pembenaran diri, bukan kebenaran faktual untuk rakyat.
Padahal jangkauan waktu Negara Indonesia adalah kekal. Masa kerja Pemerintah Indonesia adalah sejenak.
Yang sejenak harus mengacu pada yang kekal. Bukan yang kekal diperbudak oleh yang 5 tahun.
20.  Pemimpin-20
Pemimpin yang sejati-sejatinya pemimpin, tidak harus menjadi pejabat, tidak tergantung atau harus duduk di kursi jabatan. Tetapi Pejabat harus pemimpin.
Ancaman bagi rakyat, kalau pejabat bukan pemimpin. Bahaya bagi Negara, kalau pejabatnya tidak berkualitas pemimpin.
Mesin perusak Negara adalah lembaga-lembaga yang kulakan calon pejabat publik atau wakil rakyat yang dipalsukan sebagai pemimpin dan dijual kepada rakyat.
Mesin penghancur Demokrasi adalah pengeras suara yang dibayar untuk menyebarkan pemalsuan itu memasuki telinga dan mata rakyat, merasuki hati dan pikiran mereka.
21.  Pemimpin-21
Manusia bertempat tinggal di dalam Allah. Tetapi Allah juga menjelma atau bertajalli di dalam diri manusia. 
Jelmaan Allah itu memenuhi diri manusia pemimpin.
Ada formula manunggaling kawula lan Gusti. Di dalam diri pemimpin, rakyat dan Tuhan menyatu dalam dialektika. Kalau pemimpin menyakiti rakyat, Tuhan marah. Kalau pemimpin mengingkari Tuhan, rakyat dicelakakan.
Pemimpin sejati Indonesia tidak melakukan apapun yang membuat rakyatnya dan dirinya sendiri kehilangan peluang untuk menyatu kembali dengan Tuhan.
Tidak harus ahsanu taqwim yang bermaqam insan kamil, tapi kalau pemimpin Indonesia selalu hanya ber-kaliber dan ber-level manusia asfala safilin yang memenuhi dirinya dengan kepentingan kariernya, citra keduniaannya, serta keterbudakannya oleh remehnya kemewahan dunawi—maka Indonesia perlu bersegera meminimalkan cita-citanya.
22.  Pemimpin-22
Kita sekolahkan anak-anak kita supaya siap menjadi Menteri. Puncak pencapaian Sekolah adalah ekspertasi, dan seseorang dijadikan Menteri berdasarkan keahliannya.
Kalau untuk menjadi Presiden, tidak ada Sekolahnya, tidak tersedia Fakultas, Universitas atau Pesantrennya.
Maka di satu sisi, menjadi Presiden harus mengungguli semua lulusan Universitas dan Pesantren. Ya ilmunya, skill-nya, karakter dan moralnya, pengalaman manajerialnya dan awu kasepuhan wibawanya.
Presiden harus tahu banyak tentang banyak hal. Tidak sekadar tahu sedikit tentang banyak hal, atau tahu banyak tentang sedikit hal. Apalagi hanya tahu sedikit tentang sedikit hal.
Tetapi di lain sisi, misalnya di Indonesia, “Presiden tak ada Sekolahnya” berarti siapa saja bisa jadi Presiden. Tanpa persyaratan apapun kecuali patuh kepada para penjudi sejarah yang membotohinya.
23.  Pemimpin-23
Manusia diwajibkan untuk hidup abadi oleh Yang Maha Menciptakan. Tidak ada pilihan, tak bisa menolak. 
Sisa Demokrasi hanya pada pilihan opsi Sorga atau Neraka. Andai menolak keabadian, lantas bunuh diri, ruh tidak terbunuh dan harus tetap tersandera di antara dua opsi itu.
Maka kalau Pemimpin menyangka ia berkuasa, berlaku pragmatis, berpikir pendek, bertindak instan, apalagi merasa sukses dengan itu semua — itulah contoh dari makhluk yang belum mengerti bagaimana caranya berpikir dan menggunakan akal.
Para Pemimpin Indonesia tinggalkan saja Pancasila, daripada terikat oleh Tuhan selama keabadian.
24.  Pemimpin-24
Rakyat bukan kumpulan orang bodoh, melainkan ra’iyah, yakni pemilik kedaulatan Negara. 
Untuk mengangkat seseorang jadi Pemimpin sesudah terbukti bertahun-tahun melakukan muta’allimul ghoibi was-syahadah–Rakyat sendiri melakukan 1 dari 13 Al-Hasyr 21 syarat kepemimpinan itu.
Begitulah rasio antara Rakyat dengan Pemimpin.
Tetapi karena bangsa Indonesia sudah nyaman dan sangat kaya raya oleh alam tanah airnya–maka anugerah ilmu Al-Hasyr 21 dari Tuhan itu: dijual seharga 50 atau 100 ribu rupiah kepada orang yang akan menipu dan menindas mereka.
Apa itu muta’allimul ghoibi was-syahadah? Ialah persyaratan mendasar kepemimpinan yang tidak diperlukan oleh Pilpres 2019. Karena yang dipilih adalah Presiden, tidak harus Pemimpin.
25.  Pemimpin-25
Sudah dan terus kutuliskan 8, 17, 28, 45, atau berapapun hal tentang Pemimpin untuk anak-anakku yang sedang berlatih memimpin dirinya, keluarga dan masyarakatnya, serta dipersiapkan untuk kelak menjadi Pemimpin pada gelembung yang lebih besar.
Ini tidak untuk Pilpres Indonesia 2019.
Anak-anakku, untuk kepemimpinan hari esok: Amanu terus menerus. Hajaru setiap saat. Jahadu tanpa henti. Massa mereka bisu, baru esok hari dunia akan sedikit terbuka matanya.
Aku sendiri senyap kepada Indonesia, meskipun suaraku terdengar di mana-mana. Para penyembah berhala mencuri dan memanipulasinya, yang aku sendiri tak pernah demikian memaksudkannya.
Pilpres 2019 adalah bara api kebencian yang dilemparkan kepadaku. Kalau separuh rakyat menyangka aku memilih seseorang, separo lainnya membenciku. Kalau aku memilih yang satunya, separuh lainnya melemparkan bara itu kepadaku.
26.  Pemimpin-26
Dua calon Presiden dan dua Wakilnya akan berdebat di depan umum. Tujuannya supaya rakyat tahu isi pikiran mereka. Apa programnya, visi misinya, strateginya. Trayek Sejarah NKRI ini mau disopiri ke mana.
Jadi, dipastikan jadi Capres Cawapres dulu, baru didengarkan dan dipelajari. Sudah dipastikan akan nikah, baru rakyat disuruh menilai.
Bukan dinilai dulu, supaya tahu pantas atau tidak untuk dicalonkan –sebagaimana demikian lazimnya logika Demokrasi
Agar diketahui siapa-siapa yang pantas jadi calon Presiden. Dan siapa lainnya yang dipresiden-presidenkan atau yang supaya tampak Presiden harus dianimasi.
27.  Pemimpin-27
Pemikiran Demokrasi Indonesia menyebut kata kompetensi, kapabilitas, integritas, akseptabilitas dan elektabilitas—untuk dimaksudkan semacam syarat kepemimpinan.
Landasan berpikir dan terminologinya tidak punya keutuhan dalam mengenali manusia, masyarakat dan Negara.
Input-output-nya campur aduk. Sebab-akibatnya silang sengkarut. Hulu-hilirnya terbalik-balik.
Secara ilmu levelnya masih awam: ia hanya gejala-gejala teknis dan kasat mata belaka.
Sebagai pengetahuan ia serabutan. Juga tidak punya landasan filosofi. Apalagi keutuhan, kemenyeluruhan dan keseimbangan.
Demokrasi, Pemilu atau Pilpres itu seperti Universitas yang direktori tamatan SMA. Atau truk besar yang disopiri oleh anak SD.
28.  Pemimpin-28
Tidak tumbuh kesungguhan berpikir tentang Pemimpin dan kepemimpinan oleh Indonesia dalam menjalani sejarah bangsa dan Negaranya.
Tidak ada kegelisahan kreatif dan kecemasan intelektual untuk (dan) tenang-tenang saja menderet berbagai kata: pemimpin, pejabat, penguasa, direktur, manager, pemerintah, pemuka, tokoh, ketua, kepala. Sampai ada wakil rakyat, tanpa rakyat pernah menjadi ketuanya.
Tidak ada kesibukan tafakkur tentang itu semua di lapisan dan segmen manapun. Pun di kalangan intelektual, ulul albab, ulul abshar, ulun nuha, dll.
Khayal besar kalau Indonesia akan punya Pemimpin dengan kualitas yang sepantasnya, berdasarkan hamparan nilai dan cakrawala ilmu yang dilimpahkan oleh Allah ke dalam kehidupan manusia.
29.  Pemimpin-29
Semoga jangan sampai terbaca atau terdengar kalimat bahwa Capres dan Cawapres adalah putra terbaik bangsa Indonesia.
Slogan klise afdrukan wacana sejarah semacam itu sungguh merepotkan. Tak bisa diterapkan “qulil haqqa walau kana murran” (katakan yang benar, meskipun pahit).
Kalau menerima, jadi konflik dengan ilmu, pengetahuan dan martabat manusia.
Kalau menolak, jadi merendahkan dan menghina yang bersangkutan.
Aku disuruh hidup oleh Allah untuk memberi pakaian kepada yang telanjang. Dan dilarang menelanjangi orang yang berpakaian.
Dodot iro, dodot iro kumitir bedhah ing pinggir. Dondomono jlumatono, kanggo sebo mengko sore…
30.  Pemimpin-30
Ada sejumlah lembaga sejarah yang merupakan mesin perusak Negara, penghancur nilai Pancasila dan Agama, pemecah-belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Bahkan pembusuk nilai, peremuk logika, penyempit kemanusiaan, dan pemutus tali-temali sosial dan rohani. Di antara semua itu, ada dua lembaga yang paling dahsyat daya perusakan dan penghancurannya.
Pertama, mereka yang dibiayai rakyat untuk memilih calon Pemimpin, sehingga rakyat sendiri tidak punya hak pilih otentik dan langsung. Kedua, mereka yang mencari laba dari mendustakan calon pemimpin: me-make-up wajah yang satu dan mencoreng-moreng lainnya. Tergantung yang mana yang memberi laba lebih banyak.
31.  Pemimpin-31
Aku menyetujui sejumlah muatan Demokrasi, meskipun banyak tidak setuju penempatan dan ilmu terapannya.
Demokrasi itu hasil pemikiran manusia, makhluk yang sama dengan aku. Manusia itu lemah. Tidak mampu menciptakan dirinya sendiri. Apalagi bikin ruh-nya serta alam semesta. Maka demokrasi pasti juga lebih lemah dari manusia yang membikinnya.
Tidak berani sepenuhnya aku percaya dan bersandar kepada manusia, apalagi kepada sekadar karyanya. Sebagaimana aku tidak sepenuhnya bisa bersandar pada diriku sendiri. Aku ini sehat, tapi tak bisa menjamin akan tidak sakit. Kapan mati, itu juga bukan kedaulatanku.
Kalau sekadar Demokrasi, setiap manusia juga punya peluang, sumber dan aset untuk menyusun bangunan konsep semacam Demokrasi. Sebab akan ada hari di mana ummat manusia bosan, muak dan tak percaya lagi kepada Demokrasi.
32.  Pemimpin-32
Air menjadi es adalah ide Tuhan. Pohon dan buah juga keputusan Tuhan. Tapi Es Buah adalah bikinan manusia.
Kiblat itu ketentuan Allah, tapi Ibrahim yang bangun Ka’bah. Aurat itu pagar perintah Allah, tapi yang bikin pakaian adalah manusia.
Alam, bumi, gunung, gravitasi, daun, angin, manusia, daging, kelamin, relativitas, pluralitas, tanah air, isi tambang, hutan rimba — itu semua irodah wa syariah Allah.
Demokrasi, Negara, NKRI, Indonesia, PDIP, Gerindra, Pemilu, Pilpres, Sunni, Syi’ah, NU, MUI, Muhammadiyah, Geng Motor, Klub Mancing — itu karangan manusia.
Yang Syariah Allah, kupatuhi tanpa reserve.
Yang reka-reka manusia, asal tidak mengganggu hidupku dan lingkup Cinta Segitigaku: kuhamparkan tasammuh, toleransi, dan kebijaksanaan sebisa-bisa.
33.  Pemimpin-33
Yang historistik, faktual, ilmiah dan rasional untuk kuandalkan adalah Allah dan ciptaan-Nya yang di luar kerjasama dengan makhluk-Nya.
Misalnya Agama, meskipun yang kupahami sebagai Agama tidaklah sama dengan pemahaman yang sangat lucu pada hampir semua manusia, terutama kaum intelektual abad 20-21, tentang Agama.
Contoh prinsipil: seluruh penduduk dunia, tak terkecuali Kaum Muslimin, memahami Agamamu Agamamu, Agamaku Agamaku atas panduan Allah Lakum dinukum waliyadin.
Itu bukti ketidaktepatan nilai sangat mendasar yang membuatku tidak mau mengandalkan peradaban sampai abad 21 ini, tidak bersedia menjadi bagian dari lingkup sejarahnya, kecuali untuk sejumlah hal teknis saja.
Sambil siap-siap evakuasi atas pecah belah sosial dan kemanusiaan yang dihasilkannya.
34.  Pemimpin-34
Tidak hanya hal agama, tapi juga banyak prinsip-prinsip lain dari Peradaban Manusia dan Negara di bumi abad 14-21 ini yang aku tidak sepandapat.
Resikonya, penghuninya tidak pernah benar-benar memahamiku. Dan aku legolilo legowo tidak dipahami, tidak dianggap ada, tidak benar-benar dikenal, tidak dicantumkan, tidak dicatat, tidak diakui, tidak diper-hitungkan, serta tidak-tidak lainnya.
Juga toh kalau dipahami oleh ketidakpahaman, mudaratnya lebih banyak dibanding manfaatnya.
Untunglah yang ditagih oleh Allah di gerbang keabadian bukan kehebatan di dunia. Melainkan kesungguhan komitmen kepada-Nya, percaya penuh kepada tanggungjawab-Nya, cinta tulus kepada sesama, kasih sayang kemanusiaan dan kesemestaan, kesetiaan tanpa reserve kepada skenario-Nya.
35.  Pemimpin-35
Karena Demokrasi mudah dimanipulasi, maka Pemimpin bisa diproduksi oleh rekayasa, pencitraan dan animasi.
Di dalam kenyataan kehidupan di mana kumpulan manusia akan hancur kalau tidak menjaga orisinalitas, otentisitas, kejujuran dan kesejatian: rekayasa adalah pemaksaan, pencitraan adalah pemalsuan, animasi adalah kriminalitas.
Kalau yang kau miliki adalah Presiden Animasi, Capres Pencitraan dan Cawapres Rekayasa–maka seluruh kompetisi yang kau perjuangkan adalah persaingan dengan gol penghancuran. Semua perdebatan yang kau pekik-pekikkan adalah debat kusir kehinaan.
36.  Pemimpin-36
Apa yang pernah kau perbuat untuk rakyat dalam hidupmu sehingga kini kau jadi Pemimpin tertinggi?
Pengabdian apa yang kau kerjakan untuk rakyat?
Pengorbanan seberapa yang kau persembahkan?
Pelayanan bagaimana yang kau setiakan?
Kasih sayang seluas apa dan pengayoman setinggi apa yang kau dekapkan?
Tanpa pamrih semenderita apa yang telah kau buktikan!
Berapa lama kau persembahkan itu? Berapa tahun? Berapa puluh tahun?
Mana fakta shidiqmu, mana bukti amanahmu, mana hamparan tablighmu, mana lubuk dan ufuk fathonahmu?
Negara dan rakyat macam apa yang mengangkatmu jadi Pemimpin?
37.  Pemimpin-37
Kau tak harus pandai, tapi jangan bawa bangsamu jadi mudah dibodohi oleh bangsa lain.
Kau tak harus hebat, tapi jangan bikin bangsamu lembek dan ditekan-tekan oleh bangsa lain.
Kau tak harus baik, tapi jangan sampai tak peka menyodorkan bangsamu dijahati oleh bangsa lain.
Kau tak harus jagoan, tapi jangan berlaku kerdil sehingga bangsamu dikadali dan dikibuli penjahat-penjahat asing.
Kau tak harus superstar, tapi jangan memelorotkan bangsamu sehingga berkelas bolo dhupakan dan figuran yang dibentak-bentak oleh bangsa lain.
Kau tak harus ganteng wajahmu, asal ganteng sepak terjangmu membela martabat, harta dan nyawa rakyatmu
Kau tak harus alim saleh, tapi jangan mau disuruh pura-pura alim dan berlagak saleh.
Jangan kau pikir zaman akan membiarkanmu terus memperdalam derita dan memperparah rasa malu rakyatmu.
38.  Pemimpin-38
Ada puluhan model atau marja’ dari berbagai lautan pengetahuan dan cakrawala ilmu untuk menyusun disain Negara yang pantas, mathuk dan utuh.
Misalnya kalau Negara itu rumahmu, di Indonesia selama ini anak-anaknya sangat penuh kesabaran, kejembaran hati, permakluman dan kearifan untuk momong Bapak Ibunya yang tidak jelas perannya.
Niat dan tujuannya tanpa perspektif dan pemahaman hulu-hilir yang rasional. Sistem pengelolaannya serabutan. Organisasi fungsionalnya kacau balau. Tidak ada pilah substansial antara Keluarga dan Rumah Tangga.
Yang sangat lucu ada Bapak dan Wakil Bapak. Mungkin tugasnya menggilir Ibu.
Andaikan Indonesia mengerti konsep pemilahan antara Kepala Keluarga dan Kepala Rumah Tangga.
39.  Pemimpin-39
Kalau tanganmu membesar sampai sebesar pohon kelapa dan jari sebesar mentimun raksasa–tapi tubuhmu kecil selazimnya tubuh manusia–maka kau bukan raksasa, tapi cacat dan menderita.
Ada manusia yang hebat intelektual, tapi dungu rohani. Ada sistem yang jagoan dunia, tapi jahil akherat. Ada kumpulan yang dahsyat (dalam persangkaan) akherat, tetapi lumpuh wala tansa nashibaka minaddunya.
Ada orang yang pandai menjadi menjadi orang pinter, tapi bodoh menjadi orang baik. Ada lainnya unggul kreativitas, tapi mubadzir manfaat.
Ada ratusan fakta kecacatan nasional dan universal. Sehingga kalau mereka memproses calon Pemimpin, sesungguhnya itu hanya “dolanan kanak-kanak”, atau bermain judi dengan uang-uangan.
40.  Pemimpin-40
Mungkin sampai sejumlah usia Negaramu, kutuliskan kepahitan.
Kuderet-deret idealitas, khayalan, kemustahilan, tuntutan-tuntutan yang menyesakkan, tagihan-tagihan masa depan yang meretakkan kepala.
Kecuali yang kau perlukan hanya jalan tal, mobil mewah, mal bertingkat-tingkat bersambung-sambung, serta Revolusi Ombang-ambing 4.0.
Aku sendiri memandang itu semua dengan pah poh dan sama sekali tak berdaya kepada Indonesia.
41.  Pemimpin-41
Kalau pandangan hidupmu tak memerlukan cakrawala.
Kalau desain zamanmu tak diserap oleh magi kreativitas, fenomenologi dan futurologi yang tanpa batas.
Kalau visi masa depanmu hanya sejumlah uang dan tingkat rendah kemanusiaan.
Kalau tahiyat shalatmu tidak menuding ke shirathal mustaqim, karena kalian memang adalah maghdlubin wa dlolin.
Maka hiduplah seperti aku, yang hidup tanpa kerjaan, glundhang-glundhung tidur makan melewati siang malam menunggu kematian.
42.  Pemimpin-42
Dibanding aku yang hampir seabad hidup tanpa identitas dan reputasi, masih mending para pelaku Peradaban abad 14-21 yang bagaikan Enthok Enthing.
Yakni kepala besar, badan kecil.
Materi raksasa, rohani cebol.
Manusia merendahkan derajatnya dari makhluk ruhiyah menjadi maddiyah.
Kemegahan kasat mata memuai, kemuliaan nilai ahsanu taqwim membonsai.
Di pojokan ruang sempit itu terdapat tempurung. Di dalam tempurung itu Demokrasi memperdebatkan siapa cocoknya yang Presiden.
Namun itu semua jelas dinamika dan riuh rendahnya. Dibanding aku yang badan dan kepalapun tak benar-benar punya.
43.  Pemimpin-43
Akulah enthok enthing, ndas gedhe awak nglinthing.
Kepalaku terlalu besar dan bengkak. Badanku kurus kering. 
Aku dihimpit di antara tanah Materialisme dan gunung Kapitalisme, dikurung dalam jeruji Industrialisme, dicekoki makanan Hedonisme yang memberati jiwaku.
Tumor ganas hampir sepanjang umurku.
Di luar sana berlangsung acara debat para calon Presiden, yang amat kukagumi keberaniannya yang luar biasa.
Aku ucapkan selamat kepada mereka semua. Berani berdiri tegak di maqam yang aku menyaksikannya saja ngeri.
Hatiku lemah, mentalku rapuh, takkan berani menapakkan kaki di jalanan yang longsor di esok hari.
44.  Pemimpin-44
Besar kepalaku, merasa hebat, pintar dan canggih. Di senja usia baru kutahu hiruk-pikukku itu sekunder bagi hakikat hidupku.
Di era 1970-an sudah disebut lembaga-lembaga Pendidikan mentransformasi manusia jadi onderdil industri, masker, mur, baut, tang, obeng atau catut.
Tapi malah bangga luar biasa.
Hari ini mur disebut kaum intelektual, dan baut dilabeli kaum profesional.
Lantas aku berkaca menatap wajahku sendiri: di peradaban remeh-temeh itupun aku gagal: intelektual tidak, profesional pun tidak. Jangankan Negarawan, yang bangsa ini sedang sangat membutuhkannya.
45.  Pemimpin-45
Aku terpesona kepada peradaban di mana manusia menganimasi dirinya sendiri. Mengkhayalkan identitasnya, tidak mengerti personalitasnya.
Khibroh–nya hanya kasat mata. ‘Irfan wa ma’rifah–nya sejauh Ilmu Katon
Pengetahuan membuatnya angkuh, ketidaktahuan membuatnya malah sombong.
Sementara siapakah aku? Menurut yang mengerti, di tengah silang sengkarut nilai-nilai: aku ini “orang jahat yang tampak hebat”. 
Sementara banyak pemuka Negara lahir, tapi bukan pemimpin. Hanya mandor dengan capil pulka di kepalanya.
Pemimpin hanya dilahirkan oleh Tuhan di jalan Nubuwwah.
46.  Pemimpin-46
Jangan menjelaskan kepadaku hal Nubuwwah. Sebab aku Ahmaq.
Kalau mendengar kata Nubuwwah spontan aku ber-pikir “Ah, itu urusan Agama“.
Di perpustakaan pikiranku ada rak buku umum, yang berisi mata kuliah Matematika, Mekanika, Fisika dan Biologi. Dan rak mata kuliah Agama berisi Ushuludin, Tarikh Islam, Mahfudlat, Hadits, Faraidl dan prosedur Akad Nikah.
Aku adalah seekor kutu di ujung ekor arus panjang Nubuwwah. Segala yang berasal dari kepalanya, berbias-bias padaku. Rasio Agamaku KW-4.
47.  Pemimpin-47
Mubadzir menerangkan hal Nubuwwah kepadaku. Aku seorang Ablah, spesies lain dari Ahmaq.
Juga hindarkan berdebat denganku soal Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Syariah, Khilafah, Radikalisme, Fundamentalisme, Moderat, Hijrah, Jihad, NKRI Harga Mati.
Kalau orang bilang Nubuwwah, yang muncul di pikiranku adalah tuduhan bahwa orang mengaku Nabi.
Kecuali kata Nubuwwah diganti profetik. Itu agak  tak masalah, karena bahasa Inggris tidak terkesan firman Allah bukan “bau Islam”.
48.  Pemimpin-48
Apa gerangan jalan Nubuwwah? Ialah suatu perspektif kawruh yang paling disalah-pahami dan digagal-pahami oleh manusia Now, termasuk aku yang padahal merasa diriku adalah pengikut Nabi.
Aku tergolong di antara mereka yang merasa diri ini pejalan Nubuwwah tetapi kalau berucap, tampak bahwa aku merasa ucapanku adalah ucapan Tuhan. 
Aku tak mampu memilah antara firman Allah dengan tafsir subjektif diriku atas firman itu. Aku melanggar proporsi hirarki otoritas.
Aku tergolong Fir’aun kerdil yang menuhankan diriku atas orang lain.
49.  Pemimpin-49
Aku dipekerjakan di planet yang penghuninya adalah makhluk manusia.
Mereka memacu teknologi dan memperkembangkan jenis-jenis kebudayaan yang membuat mereka semakin lama semakin cacat sebagai manusia.
Sekarang ini mereka bukan lagi manusia sebagaimana Tuhan dulu mengkonsepnya.
Mereka hampir sepenuhnya sudah berubah menjadi makhluk-makhluk berhala yang pekerjaan utamanya adalah memberhalakan segala yang kasat mata yang mereka terpesona.
Keadaan itu memaksaku untuk selalu menyamar dengan berbagai wujud dan rupa.
50.  Pemimpin-50
Semakin banyak manusia yang berperilaku sebagai kutu atau jenis serangga lain yang menggantungkan hidupnya kepada berhala. Tentu saja tanpa mereka mengerti bahwa itu berhala.
Ada yang mencari nafkah di kulit tubuh berhala. 
Ada yang menggantungkan penghidupannya di kaki dan tangan berhala. 
Ada yang melampiaskan keserakahannya di bawah rambut kepala berhala.
Bahkan ada yang rela mengais-ngais nasib dengan menjilat-jilat kulit rambut kelamin berhala.
Berhala adalah tuhan gantungan hidup mereka. Mereka membela berhala sandaran hidupnya.
Bertaruh mati, karena berhala itulah tuhannya.
51.  Pemimpin-51
Kebanyakan kutu dan serangga yang menggantungkan hidupnya kepada berhala itu justru manusia yang paling terpelajar dan berkemajuan.
Karena memang hampir semua lembaga keterpelajaran dan laboratorium kemajuan, dimaksudkan untuk memproduksi serangga-serangga ketergantungan.
Bagaimana kalau pada suatu hari berhala itu berganti berhala lain?
Tidak masalah. Mereka akan melakukan migrasi massal ke tubuh berhala yang baru, demi menerapkan ketergantungan yang baru.
52.  Pemimpin-52
Makin banyak orang bertanya: “Baiknya milih Calon Satu atau Dua?
Aku juga selalu kaget sehingga bertanya balik: “Lho kok malah nanya ke saya? Kan Anda yang menentukan siapa Capres dan Cawapres?”
Mereka nanya balik juga: “Lho kok bisa saya yang menentukan?”
“Anda kan rakyat. Ini kan demokrasi. Rakyat yang menentukan segala-galanya”
“Yang menentukan Parpol kok…”
“Apa Anda tidak diajak berunding sebelum menentukan?”
“Tidak”
“Lho…Parpol itu siapa tho?”
“Parpol itu kumpulan tokoh-tokoh utama di antara rakyat, bahkan yang menentukan calon Presiden maupun calon wakil rakyat”
“Jadi rakyat ketuanya?”
“Ya”
“Kok ada Wakil ambil keputusan tanpa berunding atau minta izin kepada Ketuanya”
53.  Pemimpin-53
Sebagai bagian dari muttabi’in atau pengikut dan pejalan Demokrasi, aku cenderung meremehkan Agama dan tidak benar-benar percaya kepada Kitab Suci.
Aku tidak mencari tahu dunung juntrung dan perbedaan antara berita, informasi, qila waqala, inspirasi, hidayah, apalagi hudan lil-muttaqin.
Alih-alih sampai ke ilham, ma’unah, karomah, wahyu, mereka tahunya itu halusinasi, tidak riil, tidak ilmiah dan tidak akademik.
Aku pengikut Demokrasi Diskriminatif. Tidak melibatkan mayoritas makhluk Tuhan. Hanya manusia, makhluk bungsu yang congkak.
54.  Pemimpin-54
Apa saja yang kita sangka  perkembangan, kemajuan dan keberhasilan–kalau tidak dalam keutuhan dan keseimbangan: akan menjadi cacat.
Kita sedang mengalami puncak kecanggihan teknologi dan kemajuan peradaban yang membuat dunia menjadi segenggaman.
Tetapi hampir tidak ada di antara kita yang mencemaskan ongkos kemanusiaan dan defisit nilai-nilai rohaniah.
Tentu saja. Karena kemajuan yang diraih bukanlah untuk kemanusiaan, dan para pelakunya juga semakin menjadi bukan manusia.
55.  Pemimpin-55
Khilafah artinya setiap manusia adalah pemimpin, seluruh rakyat adalah pemegang utama
kedaulatan bernegara.
Titik berat Khilafah adalah Ra’iyah alias kedaulatan rakyat. Demokrasi sejati.
Kemudian Khilafah dikudeta oleh Mulkiyah. Kedaulatan rakyat diambil alih oleh kedaulatan Raja, Khalifah dan akhirnya Presiden.
Dengan konsentrasi tema kekuasaan monolitik yang berbeda, Khilafah direbut oleh Imamah.
Indonesia adalah aliran sejarah paling tidak berwajah. Prinsip kedaulatan publiknya diubah-ubah oleh perebutan kepentingan.
Semua prinsip itu diambil hanya sebagai kata.
Diterima atau ditolak, dasarnya adalah kepentingan golongan yang menang atau yang sedang berjuang untuk menang.
56.  Pemimpin-56
Akhraq, Ahmaq, Balid, Sakhif, Safih, Farigh, Ma’tu, Mughoffal, Jahil, Majnun.
Semua itu bersaudara, sedikit beda level dan wilayah kambuhnya: Pandir, pengung, pekok, druhun, menyun, dungu, pahpoh.
Dengan berbagai urusannya, konteks dan wilayahnya, di Negeriku, semua itu adalah Jahiliyah tak kuizinkan membuatku putus asa dan menderita.
Semua yang kusaksikan di layar Republik Kepongahan itu sangat menghibur hatiku.
Jangankan rakyat, tanah air, aset kekayaan, Républik dan Negara, Tuhan dan Pancasila. Bahkan semakin tak ada sekadar satu kata yang diurus dengan sungguh-sungguh.
Apa saja diolah dengan tangan nafsu dan kepentingan. Itupun nafsu yang terendah dan kepentingan paling hina.
57.  Pemimpin-57
Tak masalah Raja atau Patihnya berumur 100 tahun atau 10 tahun. Asal jelas ratio dan hujjah-nya, asal tepat illah, maqamat dan patrap-nya. Asal terdapat ketepatan dengan keseluruhan anasir lainnya.
Tetapi kalau dipilih karena punya uang dan membiayai, atau lainnya dipilih karena diasumsikan punya massa, sehingga memungkinkan kemenangan — maka pasti aturan dan sistemnya ngawur, dibikin oleh golongan pengabdi nafsu kekuasaan.
Dan rakyatnya?
Mungkin arif bijaksana.
Mungkin tangguh, tak cedera oleh kebohongan dan pembodohan.
Mungkin mengalah : meng-Allah.
58.  Pemimpin-58
Kalau memproses pemilihan pemimpin mesinnya adalah untung rugi materiil-pragmatis dan goal-nya adalah kalah menang kekuasaan, maka  berarti yang dipemilukan bukan Pemimpin, melainkan Penguasa.
Kendali sejarah ada di tangan Konglomerat Ekonomi yang nikah dengan Konglomerat Politik.
Yang berlaku dalam proses pemilihan adalah hukum pasar.
Maka yang disebut Negara menjadi batal. Yang namanya Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan Nasionalisme, itu mubadzir.
Rakyat silakan memenuhi etika untuk datang ke lokasi pemilihan, tetapi di dalam bilik coblosan: mereka toh berdaulat dan terjamin rahasianya.
59.  Pemimpin-59
Katanya anak-anak disekolahkan agar mencapai persyaratan menjadi manusia modern. Punya bidang keahlian, agar profesional, syukur ekspert.
Maka rakyat jelas menentukan siapa wakilnya di bidang apa. Siapa pejuang dan pembelanya, sesuai dengan bidang keahliannya.
Tiba-tiba datang ribuan orang entah siapa, minta dipilih menjadi wakil rakyat. Orang dari A boleh mewakili rakyat B. Orang tidak jelas keahliannya dimandati untuk memperjuangkan A sd Z.
Kalau bukan sakit jiwa, ya sakit mental. Kalau bukan sakit mental, ya sakit akal. 
Kalau manusia sakit akal pikiran, mending tanaman dan hewan yang tumbuh indah oleh remote Allah dan para pegawai-Nya.
60.  Pemimpin-60
Sejarah bangsa Indonesia memiliki prinsip, filosofi dan tradisi Demokrasinya sendiri, dengan rasionalitas dan komprehensinya sendiri. 
Begitu Indonesia merdeka, bangsa ini merasa sedang berhijrah dari era primitif ke sejarah modern. 
Bangsa Indonesia seperti kumpulan manusia dari masa silam yang tidak punya bekal untuk hidup ke masa depan. 
Mereka terpesona sampai mabuk hal-hal yang dari luar diri mereka, yang mereka sangka itu adalah kemajuan, kebenaran dan kemegahan.
61.  Pemimpin-61
Kaum elite dan kelas menengah Indonesia selalu hiruk pikuk dengan kesibukan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Mereka pikir Trias Politika itu wadah dan skalanya adalah Negara. 
Padahal itu sekadar pembagian tugas di antara para pembantu rumah tangga, yang disebut Pemerintah.
Begitulah kalau kaum cendekiawannya menyembunyikan kepada rakyatnya perbedaan dan pemilahan antara Negara dan Pemerintah.
62.  Pemimpin-62
Bangsa Indonesia seakan-akan tidak percaya bahwa matahari terbit dari Timur. Maka sepenuh-penuhnya NKRI diterbitkan dari dan berdasarkan Barat.
Sehingga dalam segala hal bangsa ini mengadopsi nilai-nilai lain dengan mengubur sejarah nilainya sendiri.
NKRI seperti bayi telanjang bulat, mengenakan pakaian yang bukan milik alamnya, diajari berjalan, menata cara hidup bernegara dan bermasyarakat oleh yang bukan dirinya.
Bangsa Indonesia kehilangan obor sejarah. Minder, inferior dan membungkuk-bungkuk kepada yang di luar dirinya. 
Dan aku adalah anak didik sejarah semacam itu. Maka pendidikanku kepada anak cucuku berbeda sama sekali.
63.  Pemimpin-63
Atas seluruh riuh rendah saling lempar kebencian dan caci-maki selama menjelang Pilpres 2019, termasuk, bahkan terutama kalangan intelektual, aktivis, civitas akademika Universitas dan dunia persekolahan pada umumnya — ada yang bertanya: “Apakah itu contoh dari kritik Allah kepada manusia: Afala ta’qilun? Afala tatafakkarun?”
Dan ada yang menjawab: “Mustahil manusia tidak berpikir. Tidak mungkin manusia hidup tanpa menggunakan akal atau nalar alias nadlar.”
Yang mungkin adalah mereka tidak dididik atau dilatih menggunakan akal pikiran. Tidak ada lembaga pendidikan untuk itu.
64.  Pemimpin-64
Pas mau naik angkot mendadak ada orang bertanya: “Apa konsep Sampeyan tentang kepemimpinan?
Karena tidak cukup berilmu, kujawab sekenanya: ’Alimul ghoibi wasy-syahadah, rahman rahim, malik, quddus, salam, mu`min, muhaimin, ‘aziz, jabbar, mutakabbir, kholiq bari mushawwir
Aku ditanya balik: “Apaan itu?”
“Itu ajaran Maulana Syekh Syakhlatus Syamsi dalam kitabnya ”Mukafahatul Junun wal Khobil”
“Bagaimana penjelasannya…?”
Angkot berangkat. Jadi tidak sempat menjelaskan.
65.  Pemimpin-65
Ketika sekilas naik lift pun ada yang iseng menanyakan kepadaku. Pasti ini orang tersesat yang menyangka aku berilmu.
Kujawab: “Perhatikan saja urutan ayat-ayat Al-Fatihah dan An-Nas…”
Sebagaimana sebelumnya, aku ditanya balik: “Ada Kitab yang bisa saya pakai rujukan untuk itu?”
Kujawab: “Gatoloco dan Darmogandhul”
Sejak itu semua orang yang mengenalku menyimpulkan bahwa aku pengikut Kebatinan Hitam atau Aliran Kepercayaan Sesat.
66.  Pemimpin-66
Siapa yang pegang legalitas dan kompetensi untuk menentukan seseorang, terutama para Capres dan Cawapres, adalah putra terbaik dari 250 juta manusia?
Firqatussiyasah yang terdiri dari para Hizbul Wathon
“Nasab ilmunya apa dan dari mana?”
“Kitab Nikuliyah Alfulurinsiyah yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Jawa oleh Mas Kiai Veli”
“Apa Kitab itu ada di toko-toko buku?”
“Bisa diakses di perpustakaan digital Alas Roban yang dikelola oleh Syaikhul Ulum Macan Liwung”
67.  Pemimpin-67
Andaikan ada orang yang menyatakan “Demokrasi yang sedang kita laksanakan ini adalah Demokrasi level terbawah. Demokrasi IQ di bawah 80. Yang para pelakunya tidak punya kemampuan untuk melihat kompleksitas manusia, masyarakat dan bangsa dalam ber-Negara”
“Batas penglihatannya hanya Jokowi atau Prabowo, selangkah ke depan, segaris kecil dan sedangkal parit, perspektifnya hanya setempurung…” dan seterusnya.
Kita akan menyebut itu ujaran kebencian. Karena di level itu orang belum bisa melihat kebenaran.
68.  Pemimpin-68
Menjadi Presiden Indonesia tidak harus punya pengetahuan tentang arus raksasa apa yang sedang bergerak mencengkeram dunia.
Tidak harus tahu apa yang akan dialami oleh Tanah Air dan Negara Indonesia beberapa puluh tahun lagi. Bahkan tidak harus punya jurus nasional ke masa depan yang jauh.
Tidak wajib mampu mempersiapkan rakyatnya untuk mengantisipasi atau melawan raksasa yang merambah dan melata ke segala arah di muka bumi.
Cukup dengan membuat separo lebih sedikit rakyatnya kagum, bisa menjadi Presiden Indonesia.
69.  Pemimpin-69
Menjadi Presiden Indonesia tidak ada kaitannya dengan kepribadian, sejarah integritas pribadi, ilmu dan pengetahuan yang memadai, energi dan aura kepemimpinan.
Menjadi Presiden Indonesia cukup dengan membangun sejumlah fasilitas yang menakjubkan dipandang mata.
Tidak penting caranya merugikan Negara atau tidak. Tidak penting hitungan manfaatnya untuk mayoritas atau kelas tertentu saja. Juga tidak penting hasil keuangannya memuara ke siapa.
70.  Pemimpin-70
Menjadi Presiden Indonesia tidak harus sanggup memahami level-level komplikasi global dan nasional, yang mengisi lembaran-lembaran sejarah ummat manusia hari ini dan di masa depan.
Juga tidak harus mengerti kompleksitas masalah dan tantangan bangsanya, warganya, rakyatnya.
Juga tidak harus punya kesanggupan untuk mengelola dan menaklukkannya. 
Bahkan Presiden Indonesia tidak harus mampu memetakan hirarki-hirarki komplikasi di dalam dirinya sendiri.
Yang utama adalah menempuh strategi untuk membuat rakyat mabuk dan kehilangan akal sehat.
71.  Pemimpin-71
Aku menantikan para Sarjana Utama atau kaum Ilmuwan siapapun untuk serius melakukan penelitian atas semua dan masing-masing Presiden Indonesia sejak bangsa ini mendirikan Negara.
Meneliti objektif, jujur, apa adanya, tanpa kepentingan apapun kecuali pencarian kebenaran sejarah yang sejernih-jernihnya.
Seluruh aspeknya, sejarah kepemimpinannya, keluarganya, pribadinya dan apapun saja serta yang terkait dengan segala sesuatu yang diperlukan oleh keselamatan bangsa Indonesia.
Nanti ketika dibukukan, boleh diedit, dipilah mana yang perlu dituturkan dan mana yang tak perlu diketahui oleh publik. Misalnya dengan konsep filosofi dan budaya ”mikul dhuwur mendhem jero”.
Supaya bangsa ini bukan hanya bisa memulai kembali belajar memilih pemimpin Nasional. Tapi juga belajar memerdekakan diri dari klenik, mitologi, dan cinta babi buta, yang semakin tidak belajar semakin akan membunuh bangsa ke depan.
72.  Pemimpin-72
Kaum elite Pemerintahaan sudah membuktikan berulang kali bahwa NKRI tidak harga mati. 
Harganya tidak mati. Tidak mandek. Bisa diubah kapan saja. Bahkan bisa dibatalkan, diganti, dianggap tidak ada serta bentuk harga tidak mati lainnya.
Yang harga mati hanya yang tidak mungkin diubah. Semua yang lain bisa diubah, asal menguntungkan pihak yang mengubah.
Undang-undang Dasar Negara pun sudah diubah-ubah, tidak harga mati. Bahkan secara substansial keputusan-keputusan Presiden, Menteri dan Lembaga Pemerintahan apapun bisa mengubah hakikat Undang-undang melalui penafsiran yang berdasarkan kepentingan pragmatis.
Semua yang dibikin manusia memang tidak mungkin harga mati. Jadi diniati saja siap-siap mengubah apa saja, kecuali sunnatullah, irodatullah dan amrullah asalkan jernih untuk kepentingan masa depan bangsa.
Misalnya, baca dan nilai ulang teks Proklamasi, Pancasila dan UUD-45. Kalau memang mencelakakan anak cucu, ubahlah.
Sebagaimana ketika mengawali proses agar Pak Harto lengser, aku umumkan kita perlu Dewan Negara, untuk membenahi setiap Pemerintahan.
73.  Pemimpin-73
Aku berharap, bekerja dan berdoa keliling untuk memproses agar setiap rakyat Indonesia jangan hancur hatinya oleh keadaan Negara dan perilaku setiap Pemerintahan. 
Jangan rusak keluarganya, jangan lenyap kebahagiaannya, jangan ambruk keutuhan dan keseimbangan masyarakatnya, oleh keadaan zaman yang bagaimanapun.
Tidak ada peradaban dan kekuasaan yang tidak berakhir. Fir’aun Mesir kuno, kekuasaan ‘Ad. Roma yang besar. Mongolia. Ottoman. Sriwijaya, Majapahit, atau apapun dan siapapun dalam sejarah.
Yang tidak boleh berakhir adalah kemesraanmu bersama keluarga dengan Allah. Yang jangan sampai hancur adalah kebahagiaan hidupmu, dalam keadaan Negara dan dunia yang bagaimanapun susahnya.
Kehidupan di dunia sama sekali bukan masalah. Perjanjikan dan akad nikah lagi dengan Allah: ”In lam takun ‘alayya Ghodlobun, fala ubali”.

Sumber :https://www.caknun.com/tag/reformasi-nkri/
Share:

Lautan Jilbab

Pengunjung Blog

Posted by Arip. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut