"Manners Before Knowledge"

Rabu, 22 Mei 2019

99 UNTUK TUHANKU


99 UNTUK TUHANKU

0 (Nol)
Tuhanku
kususun 99-ku
agar sampai pada 0
dan kulahirkan kembali 1-ku
sampai 99-ku yang baru.
Tuhanku
kususun 99 nafasku
untuk meniru-Mu
mendekati watak-Mu
dan menjadi hati-Mu.
Tuhanku
ini bukan puisi
bukan keindahan
ini hanya cinta sunyi
yang jadi menggelikan
karena kuucapkan.
Tuhanku
aku hanya kepunyaan-Mu
aku tidak asli
aku tak sejati
aku hanya Mulut-Mu
jiwa menganga
menunggu-Mu tiba
dari dunia ke dunia
dari semesta ke semesta.
1
Tuhanku
kuawali setiap langkahku
dengan nama-Mu
ampunilah kami
yang selalu merasa punya nama
yang tak kunjung tahu
bahwa segala sesuatu
akan hanya tinggal Satu.
Tuhanku
adapun di antara beribu mimpiku
cuma satu yang sejati
ialah di napas-Mu
aku menyertai.
Tuhanku
jika haq bagi-Mu
perkenankan aku
tinggal di dalam diri-Mu
agar sesudah lahirku
yang ini
dan yang nanti
takkan mati.
2
Tuhanku
Engkaulah cahaya langit dan bumi
pasti, sebab siapa yang lain lagi?
tapi lihatlah
kami kejar cahaya
hanya karena diam-diam khawatir, akan tiada.
kami benci kegelapan
luput dari yang ia tawarkan.
Tuhanku
betapa dangkal!
dan kedangkalan, sungguh
adalah kefakiran yang sebenarnya.
kami tak gentar pada apa pun
di bawah tangan-Mu, tapi Kau tahu
Tuhanku
kami sendiri yang menciptakan
ancaman-ancaman bagi hidup kami
kami sendiri yang menyulut api
yang membakar usia kami
kami sendiri yang membangun
kesempitan di tengah keluasan ini
kami sendiri yang membikin bumerang
yang menikam perut kami
serta perut anak-anak kami.
Tuhanku
pantaskah kami mohon ampunan
di hadapan kemurahan-Mu?
3
Tuhanku
betapa pun rasa malu
menghardik diriku
tapi inilah sembahyangku
memasrahkan jiwa yang dungu.
Tuhanku
kenyataan-Mu akan terus menegaskan
segala yang semu kepadaku
hari-hari akan makin melenyapkan
kesombongan keduniaanku
yang menipu.
Tuhanku
bimbinglah aku
memahami ilmu-Mu
bumi dan angkasa
ruang dan waktu
logam tanah air api
ilmu kapak Ibrahim dan tongkat Musa
badai dan samudera, 99 asmaulhusna
ilmu masa silam
segala yang disimpan oleh
masa datang
cahaya Yusuf dan mantra Muhammad
ilmu para nabi
yang menggerakkan dunia
dengan sepatah kata.
4
Tuhanku
sembahyang
bibirku
sembahyang
wajahku
sembahyang
telapakku
sembahyang
kulitku
sembahyang
dagingku
sembahyang
tulangku
sembahyang
uratku
sembahyang
ubun-ubunku
sembahyang
darahku
sembahyang
napasku
sembahyang
makrifatku
sembahyang
pikirku
sembahyang
rasaku
sembahyang
hati jiwaku
sembahyang
sukmaku
sembahyang
heningku
sembahyang
Tuhanku
5
Tuhanku
berdekatankah kita
sedang rasa teramat jauh
tapi berjauhankah kita
sedang rasa begini dekat
seperti langit dan warna biru
seperti sepi menyeru
Kekasih
Kau kandung aku
kukandung Engkau
seperti mengandung mimpi
terendam di kepala
tapi sayup tak terhingga
hanya sunyi
mengajari kita
untuk
tak mendua
6
Tuhanku
jangan padamkan api
dengan kaki telanjang
biarlah kuseberangi.
Tuhanku
perkenankan
dalam dunia api
kucoba meniti
garis batas
antara sumber gerimis.
Tuhanku
kumohon berjagalah
di sukmaku
semburkan api
kurendam dalam darahku
agar terbukti
kemenangan-Mu.
Tuhanku
jadikan aku
bagian dari api
yang membakar matahari
beredar
membuka fajar hari.
Tuhanku
sebelum tiba hariku nanti
antarkan aku
untuk bisa membedakan
mana semburan palsu
mana api yang sejati.
7
Tuhanku
kupercayakan diri
pada hati
kusiagakan kehidupan
pada getaran.
adapun kegagahan pikir
hanyalah kurnia terakhir
yang paling ringkih
dari segala zikir
Tuhanku
di bilikku ini
di atas tikar kuyu
sambil memandangi rak kayu
buku-buku
bangunan peradaban kelabu
habis berlaga di matahari yang nipu
kubaringkan pikirku
kutegakkan hati
mencuci
di tangan-Mu.
8
Tuhanku
sekian banyak hal
wajib, dan telah kurelakan.
sekian harapan, sekian kenikmatan
sekian sumber, sekian kemungkinan.
Tuhanku
sekian banyak hal
kusaring dan kuikhlaskan.
sebab aku bukan milikku
sebab hanya ke hadirat-Mu
mesti ditumpahkan segala sesuatu.
Tuhanku
sekian banyak hal
telah direlakan
oleh orang-orang-Mu,
sejarah menjadi asing
tapi apa gerangan sejarah, Kekasih?
ialah paket-paket kegagahan
dan kecengengan
berisi pedang serta sampah
dan perut para pemenang.
Tuhanku
sekali-kali
tidaklah semua itu
Kau kehendaki.
9
Tuhanku
bersedekap sukmaku
kepada alam
mengisap napas lengang
hampa jiwa badan
melepas hasrat
ikat kefanaan
lebur waktu dan ruang
bergabung kepada-Mu
pencipta keadaan
Tuhanku
tatkala bertiup sepi
berkelebat misteri
kandungan teka-teki
Tuhanku
batinku mengidam matahari
seperti dari rahimnya
tenggelam senja, terbit sang pagi
kukendarai cahayanya
yang di ujung waktu
seperti
di rumah-Mu
10
Tuhanku
sejak bapak ibu mulai bercinta
jauh sebelum aku ada, tahukah Engkau kekasihku
bahwa aku telah merindukan
wajah-Mu?
ibu menggendongku dengan segenap tumpahan cinta
yang lebih mahal daripada mati hidupnya
dan bapak menyusun rencana
menyediakan cita-cita.
alam
di darahku
mengalirkan sabda
tubuhku dibungkus adat
kezaliman, momok dan bayangan surga
oleh guru dan tetangga
kini, Tuhanku
sesudah besar aku nangis
diam-diam nangis
dengan cara tertawa, mabuk, gila, alpa
bahkan mendurhaka
sebab tahu kelahiran hanya ci-luk-ba
sebab kekasih yang sebenarnya
menungguku
di semesta jiwa
Tuhanku
ibu hanyalah sebuah pintu
berdinding kabur
gelap di belakangnya
dan di depan: keasingan mendera.
11
Tuhanku
berulang kali ku memanggil-Mu
tapi tak habis
beribu bayangan bisu
tambah bertimbun, tambah berduyun
karena setiap kali selalu muncul engkau
dan engkau yang baru
karena setiap kali selesai memanggil
baru kutahu
bahwa yang kupanggil bukanlah
Engkau.
Tuhanku,
berulang kali ku memanggil-Mu
berulang kali pula Engkau datang
memenuhi rinduku
yang menggigil
tapi tak juga tiba
bunga Kasihku
karena begitu Engkau muncul
sebagai Engkau yang kupanggil
tiba-tiba
Engkau
bukan lagi Engkau
yang kupanggil.
12
Tuhanku
kapan aku bisa tenggelam
penuh dalam sinar-Mu, hingga
segala soal-soal dan wajah dunia, tak menyebabkanku
apa-apa, dan tak ada lain kecuali aku
sendirilah, yang menggerakkan
segala laku
atas nama-Mu
13
Tuhanku
kapan Engkau bisa kurenggut jadi tulang punggungku
hingga mampu kuambil sikap yang tuntas dan bulat,
di mana getaranku adalah getaran-Mu.
14
Tuhanku
kapan jiwaku bisa tangguh seperti kebisuan-Mu,
hingga mau nangis atau tertawa, mau bersedih
atau gembira, hanyalah jika aku menghendakinya
15
Tuhanku
kapan sukmaku bisa sekukuh kegelapan-Mu, hingga
segala kekagumanku, segala kebanggaan, segala belenggu
dan rumusan, tak mengotorinya.


16
Tuhanku
kapan bisa kugenggam kesadaran Tertinggi, di mana
pikiran dan emosi, tunduk di bawahnya, di mana aku
kosong, lepas dari segala keinginan untuk
terbelenggu, serta segala keinginan
untuk merdeka.
17
Tuhanku
kapan, kapan, di tengah abad glamor, di tengah
kanker teknologi, di tengah bumerang kemajuan,
di tengah kesia-siaan pertumbuhan, di tengah
jebakan mimpi, di tengah simpang siur
nilai-nilai, di tengah berjejal-jejalnya
kerakusan dan lupa diri
kapan
kapan
aku bisa setia
mengapai-gapai-Mu
senantiasa.
18
Tuhanku
aku berguru kepada-Mu
di bumi yang letih
mata sejarah yang perih
menahan luka, pisau lapar manusia
yang saling tempur, saling tindih-menindih.
siapakah dulu yang memulai
menebang hutan, berebut makan
untuk hasrat yang tak pernah tuntas
siapa itu gerangan
membikin kotak dalam kotak dalam kotak
tempat yang mengucilkan
diri mereka sendiri?
Tuhanku
pohon-pohon telah tumbang, daun-daun lepas
beterbangan
segala sumber dikuras, hari depan diperas
sampah menumpuk, beraduk dengan akar busuk
bumiku, bumimu, ompong
kehidupan adalah serigala sombong
di manakah, buat Tuhan yang sederhana saja
bisa kutemukan lorong?
Tuhanku
aku berguru kepada-Mu
berabad sudah kukibarkan bendera
lambang kematianku sendiri
kutahu dalam diam-Mu Engkau marah
ya, patutlah kami diusir
dari segenap jalan-Mu
tapi buat melarikan diri, Maha-agungku
siapakah lagi yang hendak kujilat
selain lutut-Mu?
19
Tuhanku
aku berguru kepada-Mu
ajarilah bagaimana mendengarkan batu
membaca suara
menggenggam angin yang bisu
Tuhanku
kedunguan memberiku pengertian
buta mata menganugerahiku penglihatan
kelemahan menyimpan berlimpah kekuatan
jika aku tahu
terasa betapa tak tahu
waktu melihat
betapa penuh rahasia
gelap
yang dikandung cahaya
Tuhanku
aku berguru kepada-Mu
tak tidur di kereta waktu
lebur dalam ruang
karena setiap satu mengandung seribu
berguru kepada-Mu, Tuhanku
kuragukan setiap yang kutemu
kutimba ilmu dari yang paling dungu
20
Tuhanku
aku berguru kepada-Mu
gelap dan terang
saling menegaskan
garis batasnya
memusnahkan jaraknya
pada pertentangannya
memancar kesatuannya
Tuhanku
hujan turun
setetes demi setetes
tanah kering ladangku hamil
benih menggeliat
lahir anak kita
pepohonan cahaya
Tuhanku
aku berguru kepada-Mu
batu angin karibku
umat adalah rahasia lontar-Mu
Tuhanku
cinta-Mu menyapa
ketika sadar mata bahwa ia buta
Tuhanku
aku bersila di gelombang samudera
dengan sejuk matahari
sembahyang bersama.
21
Tuhanku
dalam bahasa-Mu
kukirim surat cinta kepada Nabi
kupersunting Kitab Suci.
Tuhanku
kilatan mata para tetangga
pisau berseliweran
dari mata manusia
perang dan penindasan
bius dan pemiskinan
perbudakan dan pengebirian
monopoli dan penaklukan
kulawan
dengan pedang siluman
yang bernama cinta.
Tuhanku
kurenungi benih dan sumber
aljabar tak mampu menampung anugerah-Mu
alifbata, abcd, hanacaraka, ilmu awan jingga
menjadi air luluh batu bata rumahku
Tuhanku
kuizinkan lintah-lintah
mengisap darahku
asal dikembalikan
kepada-Mu
22
Tuhanku
duniaku menghutan
hutanku jadi taman
tamanku kering, kembali jadi hutan
tanpa pepohonan
Tuhanku
panas merambah
kucari tetumbuhan yang bertahan dari api
yang kami nyalakan sendiri
di mana?
bagai telapak tangan-Mu
bumi tak pernah selesai memperanakkan
tapi semua telah dimusnahkan
cintaku kepada-Mu
tinggal jiwa telanjang
Tuhanku
kalau Engkau mau
sekejap bisa tumbuh selaksa benih
buat esok pagi
segala banjir niscaya milik-Mu jua
tapi hari ini tetumbuhan malang melintang
binatang-binatang bercakaran
kawah Candradimuka
semoga tetap mengekalkan
satuku
pada-Mu.
23
Tuhanku
inilah sepiku
di tengah pekik zaman
yang membuatku bisu.
Tuhanku
inilah sepiku
rasa cemas akan cinta-Mu
yang timbul tenggelam timbul tenggelam
di laut kehidupan
yang bagai telah Kau lepaskan.
Tuhanku
inilah sepiku
terdiri aku dan Kau
tapi masihkah
terdiri
Kau dan aku?
Tuhanku
di abad yang paling menipu
siapakah aku?
di garba lengang, tidur-Mu?
di sunyi pejam makrifat-Mu
atas peradaban kami yang tak tahu malu
aku memekik
dengan suara bisu
aku teriak
sampai mati
pecah gendang telinga sendiri
Kekasih,
inilah sepiku
sungguh mutlak Engkau
di ambang horizonku tinggal desau
24
Tuhanku
Engkau datang padaku
selalu dengan muka yang akhirnya
tak kupahami
seperti kukenal wajah-Mu
tapi makin dekat
makin kuusap
kini jadi asing.
seperti kuhafal lekuk wujud-Mu
tapi setelah sama tergeletak
muncul
bayangan lain.
25
Tuhanku
akukah yang luput
memegang-Mu
sebab tak mungkin gagal
Engkau memanggilku
setelah Kau lambaikan tangan
setelah bertatapan
setelah saling berpelukan
hanyalah
dinding terjal bisu
mengucilkanku.

26
Tuhanku
ketika Engkau tersenyum
jiwaku yang papa
jadi ngungun
tapi setelah lama
kutembus bola mata-Mu
aku terlempar keluar
aku takut
pada yang terpantul itu
yang membuatku terdampar
di pulau-Mu
yang samar.
27
Tuhanku
bagaimanapun
tetap ada bayangan
Satu
menyeret langkahku
hari demi hari
tahun demi tahun
tak habis-habis rinduku
bahkan ketika tak kutahu
dengan Siapa
kuingin ketemu
28
Tuhanku
waktu senantiasa menyodorkan-Mu
sejak pagi hingga sore hariku
tapi tak pernah selesai
dan wajah-Mu
yang terlukis, jadi lucu.
Tuhanku
sisa para saksi
disimpan oleh dini hari
sedang sebelum sempat malam
aku keburu mati.
Kekasih,
benarkah sesudah Hari
menghampar hidup
yang lain lagi?
29
Tuhanku
sungguh ganjil
bagaimana bisa sekian lama
aku tergiur
oleh yang bukan Engkau
bagaimana bisa
aku tergoda
oleh yang seolah-olah saja ada.
30
Tuhanku
jangan katakan dunia ini
ialah tempat kediamanku.
Tuhanku
duniaku yang sebenarnya
menghampar di dalam
sebuah gua ranpa dinding
pintu mulutnya tersumpal batu
batu dagingku
batu bapak ibu anak istriku
batu tetangga batu bumi kelabu.
tujuh samudera
di dalamnya menderu
aku menyelam
tak sampai-sampai
aku cemas segera tiba senja hari
tanpa kutemukan
diriku
yang menanti.
31
Tuhanku
di sayup jalan yang tak berpenghabisan
aku tak merindukan surga.
di gurun panjang
yang membanting dan menikam
aku tak minta badai reda.
32
Tuhanku
inilah aku, abdi-Mu
telanjang setiap saat bagi-Mu
rajah dan hancurkan
dan mungkin saja ia hancur
tapi, atas kekasih-Mu
mungkin juga tidak.
angin busuk amat keras
matahari membakarkan panas
tapi jiwa anugerah-Mu
bisa menelan baja membara
yang pegas.
ayo, Kekasihku
Engkau bakal terus kusongsong
dengan pisau-Mu
tikam aku dan jilat darahku
kerongkonganku menggelak; haus
akan api-Mu
33
Tuhanku
kami telah maju ke belakang
Tuhanku
kami telah mundur ke depan
Tuhanku
kami naik ke bawah
Tuhanku
Kami turun juga ke bawah.
34
Tuhanku
begini jadinya
gelap mata
matahari yang kami salahkan.
35
Tuhanku
telah kami warisi kanker
zaman
kepala buat berjalan
kaki untuk mimpin sidang.
36
Tuhanku
kukira telah tiba saatnya
Kau musnahkan segenap setan
sebab kami telah pandai
menciptakan setan-setan
di dalam diri kami
tanpa bantuan para setan.
37
Tuhanku
bagai Engkau, kusediakan cinta kasih bagi segala
hal yang tak beres, bagi racun-racun, para
musuh dan pengkhianatan, bagi yang enak
dicintai maupun yang tak sedap
Tuhanku
bagai Engkau, kusediakan kasih yang meluap, bagai
lautan yang tak pernah lelap, terutama bagi
Engkau sendiri, yang tak pernah
butuh, tapi menjadi satu-satunya
danau, di mana mukaku
kubasuh.
38
Tuhanku
Engkau senantiasa bangun dalam tidur-Mu
Engkau senantiasa bersabda dalam diam-Mu
Engkau senantiasa kasih dalam teka-teki-Mu
beberapa saat saja, hentikan waktu
pusatkan seluruh nilai kehidupan
menghampa di kekosongan ruang.
seluruh telinga alam
seluruh kesaaran
seluruh gerak
perputaran jagat semesta
tutuplah pintu-pintunya.
beberapa saat saja, beberapa saat, Tuhanku
pancarkan makrifat-Mu
makrifat rahasia
lontarkan cahaya-Mu
yang tak kasatmata
bisikkan satu kata saja
agar tergeragap sukma kami
yang sekian lama terisap fatamorgana.
Tuhanku
getarkan sujud sembahyang kami
agar kepada-Mu kami kembali
Tuhanku
berilah kemampuan
untuk memasuki ruang di luar ruang
untuk melewati sela waktu yang diam
agar telinga kami
tak lebih lama lagi
menjadi tuli
agar bisa kami dengar kembali
panggilan-Mu
yang tak terdengar
panggilan rahasia
yang sampai tanpa tanda-tanda
panggilan
dari Diri
yang sebenarnya.
39
Tuhanku
ayo kemari
lihat betapa ngungun
aku sendiri
lihat betapa tinggi hati
abad mabuk ini.
Tuhanku
jiwaku tersungkur
ayo kemari
tenggelam
berdansa alpa
bunuh dendam
depak nestapa
Tuhanku
ini gelas api
pingsan pikiran
koyak misteri.
dengar, Kekasih
musik mengeras
jing! jing! jing!
mari mekik!
sampai tak terdengar lagi
oleh telinga sendiri
40
Tuhanku
aku takut Kau tinggalkan
sendiri di kamar ini.
jika Kau pergi
tak hilang bayang di mataku
jika Kau berlalu
jikapun padam lampu-lampu
makin mendesak ke Kekasihku
makin tenggelam kalbu.
Tuhanku
jangan pergi
aku takut diganggu
sunyi
oleh bunyi napasku sendiri.
Kekasih,
tentukanlah nasibku
aku takut menempatkan diri
takut duduk, takut berdiri
ngeri memijak lantai
Kekasih
Kekasih
genggamlah aku
takut aku bersentuhan
dengan siang
maupun malam.
41
Tuhanku
Engkaukah itu?
Tuhanku
jangan ada suara
yang lirih pun jua
agar sunyi terjaga.
wahai jangan ada suara
jangan seorang pun menyapa
segala percakapan
segala lembut percintaan, Kekasih
kita langsungkan dalam diam
sungguh–
jangan ada suara
jangan ada bisikan apa-apa
Tuhanku
kubaringkan tubuhku
yang letih
kupejamkan mataku
yang kotor tak jernih
kutahan sunyi, Kekasih
di tepi ranjang ini
kuingin Kau berjaga
membelai–


42
Tuhanku
semangatku kepada-Mu
adalah setinggi-tingginya cinta
yang pernah kupunya
tapi jika tak henti-henti kuketuki
pintu-Mu
bukanlah karena aku ingin melarikan diri
dari dunia yang menjauhi-Mu ini
sebab dalam bertualang kepada-Mu
tak pernah aku beranjak
dari diriku sendiri
43
bagaimana mungkin ini terjadi: kami campakkan
sendiri kapal kami ke tengah lautan buta, menjauh
dari jawaban atas segala pertanyaan yang
menyiksa.
kami lahir, belajar melihat, membaca, mendengar,
menganut dan memahami, kemudian kami balik
sendiri, berusaha bagaimana bisa dilihat, dibaca,
didengar, dianut dan dikagumi,
dan macet.
tidak Tuhanku!
di dalam perjalanan ke Dalam, setiap jiwa merangkak
menuju tempat yang tak bisa ditemukan kembali
oleh segenap nilai maupun oleh sejarah
yang panjang
kecuali oleh Bayangan
yang ia dambakan
diam-diam.
44
Tuhanku
aku pernah jadi pengecut yang sombong, berpikir
bahwa hanya Engkau yang kenal aku, sedangkan
kawan-kawan hanyalah keledai
kubangun bilik-Mu, aku tidur mendengkur
bersembunyi dari tiupan angin yang kotor
dan menyakitkan
jika aku kangen saudaraku di luar, kukuakkan sedikit
pintu, kuintip dengan pilu, tapi lantas
kukutuk pengalaman itu, sebab
udara buruk di luar membuat
mataku perih
akhirnya hujan yang terus-menerus bersamaan
dengan terik matahari yang tak putus-putus,
membuat bilikku berlubang-lubang,
dindingnya merapuh, atapnya
berjatuhan, dan akhirnya
ambruk.
Tuhanku,
aku telanjang di bawah langit. Kini tak bisa kuimpikan
untuk dari bilik itu, tanpa melewati
udara sekeliling, aku bisa sampai
langsung ke rumah-Mu.
akhirnya kutahu, Tuhanku, dalam telanjangku yang
penuh keringat, dalam tubuh menggigil oleh
panas badai bumi ini, kupahami
maksud-Mu, kucium bau-Mu.
45
Tuhanku
apa yang perlu dirahasiakan dari
rahasia?
Tuhanku
ingat aku begitu dungu
kupersiapkan rahasia
buat pertemuan kita
kututup jendela, pintu, dan kelambuku
kupacu diri agar bisa tolak tamu
sementara di ranjang, kubujurkan
hari-hariku yang panjang
masa silam rusuh yang meletihkan.
siapa itu yang mengetuk pintu? tidak—tak mungkin lagi
aku percaya
kepada segala yang tampak
matahari yang terang benderang hanyalah ejekan bagiku
kegelapan hati, persahabatan yang balau,
senyuman pengkhianatan, pisau yang diam-diam
menikam, kerasukan hasrat,
kemunduran rasa, hati
ringkih, jiwa luntur.
Tuhanku
sepenuhnya
aku adalah bagian dari gelombang
yang dahsyat itu, sepenuhnya kutahu
itulah jalan memahami-Mu
Tuhanku
sertai aku berjuang
merebut diriku sendiri, dari segala yang Kau benci
hendaknya Kau bersabar, sebab di tengah
hiruk pikuk
ini, terkadang lupa aku
mengenang-Mu
46
Tuhanku
karena cintaku pada-Mu
sering tak tega aku melihat nasib-Mu
di bumiku.
Engkau tertawa, Bukan?
Engkau Maha-Agung yang tak perlu
dibela, tapi demikianlah kata hatiku,
yang betapa pun ia sekadar
debu, namun sangat mendambakan-Mu.
Tuhanku
ingin kuambil bumi ini
kulemparkan ke matahari
agar pecah dan musnah
agar Kau ciptakan lagi
kehidupan yang damai.
Tuhanku
Engkau tertawa, bukan?
itu wewenang-Mu
itu pula misteri yang kutunggu.
47
Tuhanku
jelaslah kini bagiku, bunuh diri adalah sebuah
nilai yang berasal juga dari-Mu. kujalani
ia, Tuhanku, suatu saat di batinku.
waktu pagi hari kuberlari keluar rumah, menuju
ke timur, menyongsong matahari yang bangkit,
menatapnya dalam-dalam, tepat, tepat di pusat
matanya.
impian-impian sesaat, telah menjemukanku, tipuan-
tipuan sikap, kebijaksanaan-kebijaksanaan teknis
untuk menyelaraskan perjalanan, kompromi dan
korupsi yang dinasionalisasi, tak lagi merupakan
lelucon yang dibutuhkan. keyakinan sesobek-sesobek,
takaran makna dan nilai yang tak ladi bisa diperlihara,
fragmen-fragmen kemunafikan, kolase peradaban,
bunuh diri kebudayaan, kubutuh hidup yang
dipaksakan dan dikendalikan. keraguan terhadap arah
dari kerja keras, minuman-minuman zaman yang
merangsang dan memabukkan, buku-buku yang
membeku, pidato-pidato nyinyir dan sepotong sajak
yang tanpa darah, kini telah sampai pada wujudnya
sebagai keletihan yang sia-sia, bicara besar yang
pengap-gelap, serta gerak yang mandek.
Tuhanku
maka kutatap matahari
tepat di pusat matanya!
Tuhanku
serasa aku telah menatap bola-mata-Mu
aku mulai memasuki gua-Mu
panas dan pedih menyergapku dan air mata mengucur
deras, alangkah menggelegak jiwaku: inilah bayaran
yang setimpal untuk membuktikan kepada-Mu bahwa
tak ingin aku tenggelam dalam kenikmatan semu dosa
sekeliling pohon-pohon bergetaran, awan bergeser
ke tepian, jika ada saudaraku yang menanyakan
ke mana aku hendak pergi, hendaknya ia mengerti
bahwa rasa panas dan sakit di mataku bukanlah
apa-apa. katakan bahwa aku kini berada dalam ruang
tanpa tepi, dan cahaya cemerlang yang telah dikenal
oleh jiwaku yang paling dalam, terasa
menghidupkan kembali, kembali.
perlahan-lahan warna itu meremang, meremang, dan
akhirnya gelap kembali. tapi tak padam! tapi tak
padam, Tuhanku, sebab cahaya benderang itu hanya
Kau pindahkan dari lensa mataku ke
dasar jiwaku.
Tuhanku,
terima kasih untuk
bunuh diri itu
yang mencampakkanku
ke erat dekapan-Mu.
48
Tuhanku
kami hidup untuk menumpuk angka
memimpikan jumlah dan nama-nama
sedangkan satu, Satu
(yang tak terhitung oleh ilmu)
mengandung
segala sesuatu.
49
Tuhanku
berilah kami pengetahuan
yang mengandung jiwa
Mu
anugerahilah hasrat
yang tanpa nafsu
serta cinta
yang tak gampang tergoda
50
Tuhanku
di antara beberapa warna
yang kasatmata
aku tahu, jauh di dalam diriku
ada beribu warna yang tak bisa kuramu
dan kuoleskan dengan tangan
pandirku.
di antara sekian cahaya
yang menolong mataku untuk tak buta
aku tahu, jauh di dalam diriku
ada beribu cahaya
yang tak terdiri dari gelap
atau terang.
dan di antara segala hal kejadian
yang menyakitkan atau menyenangkan,
aku tahu, jauh di dalam diriku
ada ruang nilai
yang tak lagi
bisa kupegang
dengan ukuran-ukuran.
Tuhanku
bimbinglah aku
masuk
ke kebisuan itu.
51
Tuhanku
pikiran kami bagai samudera
nafsu kami ini gelombangnya
berderak, gemuruh, menelan apa saja.
di atas samudera itu
kami dirikan rumah-rumah kami
gedung-gedung dan menara
betapa lemah, Tuhanku
semenit lagi ia akan goyah
di menit berikutnya, musnah.

52
Tuhanku
durhaka aku
yang mengira Engkau telah menutup pintu
tapi mata jiwaku terlampau hina
untuk bisa melihat ia terbuka.
Tuhanku
pintu-Mu tak berdinding
kemurahan-Mu tak bertepi
tapi sejarah hidup kami ini, tidak lain
hanyalah penumbuhan daging
membengkak, membengkak
jadi raksasa dungu
menutupi jalan
kepada-Mu
53
Tuhanku
dalam hidupku ada hari-hari di mana aku
tiada, sepenuh-penuhnya tiada.
itulah, Tuhanku, usahaku
untuk menyelamatkan jiwa,
dari ada yang sia-sia.
Tuhanku
dalam tidur panjangku, ingin kulupakan segala
sesuatu ingin kupejamkan mata, kututup jendela-
jendela kupadamkan segala nyala.
aku ingin sunyi
beku
ingin sediam batu-batu
kulupakan apapun, kulenyapkan dari ingatanku
kutindas dari ruangku.
Tuhanku
aku ingin jadi satu tetesan
dari selaksa air hujan
yang Kau gembalakan
54
Tuhanku
dalam pasrahku, kepada-Mu ingin kuberikan
lebih dari yang Kau inginkan
namun Engkau terlalu besar dan mulia
untuk ingin
dan aku hanya sebutir angin.
tak bisa kutandingi kasih-Mu padaku, Tuhanku
tapi tak kupunyai lagi pasrah yang lain.
55
Tuhanku
di dalam setiap sembahyangku
aku melihat
segala bangunan yang kami ciptakan dalam
kehidupan, ternyata hanyalah ulat-ulat,
busuk dan menjijikkan.
ulat-ulat itu bergelantingan di meja, di jendela,
di pintu, di kursi, di gantungan pakaian, di
kaca dan lantai mengilat, di rak-rak buku, di
langit-langit bilikku, di meja korupku, di nyala
lampu-lampu, di tumpukan surat-surat dan di segala
hiasan dinding yang beku. ulat-ulat ,elata
di setiap helai rambutku, di alisku, hidungku
di telingaku, di tiap jari kakiku, ulat-ulat
bergelantungan di sekujur batinku, ulat-ulat tumpah
dari batukku, ulat-ulat mengulur panjang dari
semua kata-kataku, ulat-ulat menjulur dari
tenggorokanku, ulat-ulat keluar-masuk hidung
bersama napasku, ulat-ulat berjejal-jejal menjadi
dagingku, ototku, darahku, tulangku, urat sarafku,
jantung, hati otak ubun-ubun jiwa sukmaku.
Kekasih,
tolong sirnakan aku
tak lagi aku punya tempat
tak berani aku
menempatkan diriku.
56
Tuhanku
beratus juta ulat menyerbu kami
tanpa seorang pun dari kami mampu menghindarkan
diri, kebanyakan dari kami
menajdi terlatih dan merasa nikmat memakan
ulat-ulat, dan hanya sebagian
kecil saja yang mengetahui bahwa
ulat-ulat itu mengisap kehidupan
kami sehabis-habisnya. Tuhanku, Engkau
jugakah yang menciptakan selaksa
ulat itu, yang merupakan anak-anak
dari dua ulat raksasa yang
ekornya amat panjang melingkari dan membelit
kelima benua kami ini?
57
Tuhanku
inilah nasib seorang hamba-Mu: seekor ulat yang lunak tubuhnya bergeletar-geletar di permukaan kulit
lengan kirinya menuku leher hingga seluruh bulu-
bulu tubuhnya berdiri karena putik kelembutannya
diraba-raba olehnya.
ia ambil potongan kayu kecil untuk menjentiknya
agar terlempat, tapi tak bisa, bahkan tiba-tiba seekor
ulat lain yang bentuknya lentik dan penuh rambut
harus menggeriap di permukaan kulit lengan
kanannya menuju leher.
ia tersentak dan bangkit!—tiba-tiba ia yakin bahwa
ia hanya terbangin dari sebuah mimpi—ia
bergembira setengah mati karena itu, tapi tak sedia
dalam ingatannya ulat itu masih menempel di
kulitnya dan ia tak mau ulat itu terseret mengusik-usik
dan menggores kenangannya.
ia ingin tidur lagi dan bermimpi menjentik ulat
itu agar terlempar dan gagal berjalan menuju tempat
persembunyiannya, tapi tak bisa, setiap kali jari
menjentiknya, ribuan kaki-kaki ulat itu yang berbaris
menempel erat-erat di kulitnya, menggeriap-geriap,
hingga terasa juga di rongga
dadanya.
maka terpaksa ia potong lengan kirinya dan lengan
kanannya, darah mengucur deras, mengucur terus
tidak kunjung tuntas, dan tiba-tiba dari arah dadanya
mendadak muncul seekor ulat yang warnanya
menggeriapkan sehingga kulit-kulitnya tak berani
bersentuhan dengan apapun, bahkan kedua telapak
kakinya ingin meloncat dan terbang saja agar tak
menyentuh tanah, tetapi tatkala dilakukan hal itu
ternyata tubuhnya toh menyentuj udara.
dan celaka! dari arah-arah ubun-ubunnya, keningnya,
pipinya, telinganya, hidung dan mulutnya, terasa
ulat-ulat berjalan mengoles-oleskan kelembutannya,
semua menuju leher!—tidak, ia tak mau—maka
ia iris pipinya, ia cungkul matanya, ia papras hidung
nya, ia gali ubun-ubunnya, ia tebas telinganya,
ia sayat-sayat dadanya, ia hancur leburkan seluruh
tubuhnya, ia tak mau ulat-ulat itu diam-diam
menuju lubang gelap persembunyian dan
mengancam jiwanya, tapi wahai! Tiba-tiba seluruh
tumpukan kepingan-kepingan tubuhnya itu kini
menjadi ulat-ulat-ulat nyawanya terkesiap
dan ia merasa dicelupkan ke dalam cairan
lendir-Mu—itu semua membuatnya takut
bergerak dan tak berani tak bergerak takut berdenyut
dan tak berani berdenyut.
58
Tuhanku
sungguh amat berbahaya
permainan-Mu ini!
tak sabar aku ingin memeluk-Mu
sementara cemas
sehabis seluruh kekalahan hidupku
Engkau terlepas!
Tuhanku
aku tahu, segera, segera
permainan-Mu ini
bakal usai
namun bisakah hidupku
jadi setetes
menitik
di kening-Mu?
59
Tuhanku
apakah sesungguhnya arti kehendak-Mu
dengan tak menurunkan lagi
seorang Nabi pun
untuk zaman yang membutuhkan
lebih banyak Nabi-Nabi?
60
Tuhanku
aku percaya tak sekali pun
Engkau berhenti menurunkan ayat-ayat
dalam bahasa yang kami punya
dan aku pun sungguh percaya, Tuhanku
bahwa mata kamilah
yang makin buta
61
Tuhanku
kamilah makhluk-Mu yang tertinggi
yang hari demi hari, abad demi abad
semakin gagal
memahami
keinginannya.
62
Tuhanku
kami adalah turunan Adam yang baik
kami tanam pohon-pohon khuldi
di seluruh muka bumi
memenuhi daratan, dasar lautan
hingga gunung yang paling tinggi.
ia berbuah tiap hari, bahkan kami rabuki
agar membuahkan lebih dari yang ia maui.
Tuhanku
kami pun makan beramai-ramai, beberapa
orang memperoleh seribu kali ukuran
perutnya, seribu orang lainnya memperoleh
sebiji, diperebutkan
beramai-ramai
63
Tuhanku
pikiran kami tak punya hati
sehingga dunia kami congkak.
Tuhanku
hati kami tak punya pikiran
sehingga dunia kami
berserak-serak
64
Tuhanku
satu di antara seribu kelalaian
yang menjebak sejarah kehidupan kami
ialah kekeliruan kami dalam menghitung
seberapa jauh kemunduran yang dikandung kemajuan
kami
seberapa besar kegagalan yang dikandung keberhasilan
kami
seberapa banyak perusakan yang dikandung perbaikan
kami
seberapa mendesak kehancuran yang dikandung
kebangunan kami
seberapa tinggi penurunan yang dikandung
peningkatan kami
dan seberapa banyak perang
yang dikandung teriakan damai kami.
Tuhanku
di mata kami yang penuh kesombongan
makin tak jelas
belakang atau depan
ketinggian atau kerendahan.
65
Tuhanku
anugerahilah kami kerendahan hati
untuk senantiasa memohon dan bertanya kepada-Mu
apa yang sesungguhnya kami butuhkan
apa yang murni kami perlukan
apa yang sejati, sejati-sejatinya
kami dambakan.
66
Tuhanku
jika kutanyakan kepada-Mu
apa beda antara setan dan manusia?
mungkin begini kata-Mu:
oo, jelas amat berbeda
meskipun makin tak berbeda
meskipun makin mirip-mirip saja
67
Tuhanku
sebenarnyalah kami ini amat lemah, namun itu
bukanlah alasan untuk memaafkan kehidupan kami
yang busuk dan terpecah-belah
Tuhanku
sesungguhnyalah kami sekadar debu, namun itu
bukanlah alibi untuk membiarkan terus peradaban
kami makin berkembang jadi pencuri dan penipu
Tuhanku
terbukti sudahlah bahwa kemampuan kami terutama
ialah angkuh dan lalai, namun pasti bukan
kehendak-Mu untuk membikin diri kami makin
berharga setali.
68
Tuhanku
impianku tentang manusia barangkali terlalu tinggi
hingga aku begitu tak sabar dan akhirnya acap kali
kalah sendiri, aku bingung mau bilang apa kepada-Mu
jadi tak jarang mengigau:
“tak terlalu kecil aku untuk merengek
kepada-Mu, tetapi, Kekasih, tak cukup
besar juga aku untuk memaksa-Mu agamaku
agamaku, teruskan permainan-Mu…”
waktu bangun pagi menimba di sumur, menguras dan
mereguk teka-teki bumi, lantas jebar-jebur,
menggosoki daki, seakan membersihkan kedunguan
hidup yang bertubi-tubi, aku pamit pada-Mu sebelum
berangkat kerja
“tolong ditegur kalau goblok atau keliru, maklumlah
manusia, sukar menatap diri sendiri, sedangkan
cermin hanya menawarkan suatu sisi” kataku setiap
kali. di kantor, di warung, di jalan-jalan, di tengah
sahabat, di antara kilatan-kilatan mata tak kukenal,
di tengah kehidupan yang makin lebat dan
remang, di tengah samudera dahsyat dan cakrawala
yang menipu, tak pernah kutinggalkan Engkau,
Tuhan karibku
bergaul dengan keindahan, godaan-godaan
lezat, panggung simpang siur, rakyat yang
baingung dan handai tolan yang gampang diembus
angin, nilai dan pamrih yang bentrok, yang terakhir
darinya setan-setan, budak, pengemis, penjilat,
pengkhianat, pidato dan kata-kata sekarat
“ah, Tuhanku, tolonglah bantu kami dalam
melahirkan setiap surat keputusan,
polesi, kebijaksanaan, sistem,
teori, maupun setiap gerak
langkah sehari-hari,
agar semua menjadi nyala api
yang tak membakar diri kami sendiri
melainkan jadi matahari
dan air sunyi”
tidak, tidak, Kekasihku
Engkau tak bisa terus berdiam diri
bukakan mata jiwa kami
dengan pisau-Mu yang sakti.
69
Tuhanku
jikapun kereta kami akhirnya terjungkir dan
macet, tidaklah bakal Engkau tutup
jalan untuk kembali pulang.
jikapun kami sungguh-sungguh tersesat memilih
jalan, pastilah Engkau tetap menyediakan
sejuta ampunan.
tetapi jika kehidupan kami ini demikian aku
cemaskan, tak lain karena rasa-maluku
bahwa kepada-Mu
tak mampu kubayarkan utang-utang.
70
Tuhanku
gelombang dahsyat lautanlah
yang mengucapkan
keteguhan batu karang
yang selalu dzikir
dan sembahyang
ia menaklukkan, tanpa bergerak
tanpa menghantam
(Tuhanku,
Kasihku,
itulah bayangan
yang mengilham doa-doaku
setiap siang dan malam).
71
Tuhanku
tatkala tiba sesuatu yang membuatku merasa
senang, segera aku mulai bersedih, dan tatkala
tiba sesuatu yang membuatku merasa sedih,
segera aku mulai dihinggapi rasa senang
sedih dan senang
silih berganti datang
timbul tenggelam
saling bergiliran mengadang
seperti riak-riak ombak berbaris
menyisir lautan
sampai akhirnya menyatu
jadi samudera itu sendiri
jiwa sejati, bagian-Mu yang Hakiki
72
Tuhanku
tak kuingat lagi berapa lama aku mencari-Mu, dan
kini sudah terlalu tua untuk makin tak ketemu
kabarnya Kau berbisik di telinga Adam, dan Ibrahim
menyaksikan langit terbelah oleh tangan-Mu
kini kutatap di depan mataku tinggal warisan kata-
katanya, tertulis di lontar-lontar mati,
tercurah dari bau busuk mulutku
sendiri.
aku masuk hutan, di mana bayang-bayang-Mu yang
berlari tiba-tiba hilang sehingga aku ingin kembali
ke hari silam
kususuri setiap jejak-Mu, membercak di pasir, di
pohon dan rumah-rumah, menggores di kening
istriku, di beranda masjid dan remang-remang lampu
kota saat istirahat di larut hari-hari
tiba-tiba lenyap di pantai, tempat musang dan anjing
berkelahi, lalu masing-masing tinggal sendiri,
suara-Mu tertimbun busa laut, bercampur
dengan ludah kata-kata dan jejakku sendiri
Tuhanku
kuketuk pintu-Mu dengan gemetar, dan tatkala
senyum-Mu membukakannya, tersiraplah darahku,
darahku, Kau tegukkan di kering mulutku setetes air
dingin, Kau raba pundakku, kulahap seluruh
keramahan-Mu, tetapi sungguh menyesal aku sesudah
kenyang dan segar kembali, sebab lantas kutahu ini
bukanlah Kau!
dengan sedih kembali aku, ke lapar dan hausku, dan
pamit, pamit
setibanya di luar rumah, kupandang langit, tetap saja
biru, dan seperti sejak pertama kali Kau
ciptakan, jika malam, tetap saja
ia kelabu
bisu.
73
Tuhanku
selalu, jika aku datang pada-Mu, membungkuk dan
mencium kening-Mu, tak lain demi jiwaku yang
panas, tapi kedinginan bagai salju
dahaga beratus-ratus abad lamanya, harus ditanggung
oleh beberapa puluh tahun usia, dahaga Musa
di puncak Sina, serta Adam pada hari
pertama di hutan dunia.
Tuhanku,
maka aku bersetia, selalu bersujud dan meminta,
sebab alasan untuk hidup dan menggembala
janganlah sirna
tetapi Kau, Kau diam saja, selalu diam saja, setelah
Kau anggukkan kepala, setelah Kau berikan seluruh
jiwa raga, setelah tuntas kerja dan riuh berkata-kata,
setelah Kau berikan segala
yang kuminta, Kau tetap diam
saja, tetap diam saja.
74
Tuhanku
susah payah berjalan, dari hari ke hari, hanyalah
karena percaya bahwa aku akan sampai.
batu-batu mengiris, racun dan duri di sepanjang
jalan mendaki bukit, melangkah aku tersaruk-saruk,
berpedoman langit
masuk kota, panas gemerlap, direguk teknologi, kaget
aku ditikam dari belakang ketika kau tersenyum
dan mengulurkan tangan,
maka kuminum tuak—sebab apa lagikah, sehabis
terkecoh selain mabuk menggelegak, sambil terus
berjalan, berteriak-teriak.
Tuhanku,
dari kulit batinku keluar bintik-bintik darah, kuusap,
keluar lagi, kuusap, dan keluar lagi.
laut sunyi, kuarungi tanpa bisa mati-mati, kemudian
tiba di pantai, sisa perahu kandas, tangis dari
jauh, kayu-kayu rapuh, diembus angin dari
masa silam, dari awal mula dendam
sejak hidup disabadakan.
dan hutan, pohon-pohonan, rimbun
daun serta kegelapan—aku tak
menoleh karena laut tak lagi bisa ditanyai
sedang langit tak sempat menanti.
kutempuh segala yang menyakitkan, gunung-gunung
dan batu karang, dan sepi menikamku berulang kali.
dan kakiku terluka, dan tak pernah tersembuhkan
dan aku terus berjalan
senantiasa terus berjalan.
aku mabuk—karena yakin sudah, Kau pasti kutemui,
sesudah memburu cakrawala, pastilah sampai
ke tepi.
wajahku memar, kotor
dan tak bisa dibasuh, tapak
kakiku menebal, kulitku robek-robek
mataku merah terbakar tak bisa dicuci—Kasih
tidak cukupkah semua ini, sungguh, tak sejumput pun
aku putus asa mencari.
dan kini berabad sudah, aku tertegun di kamar,
sesudah beku berhari-hari, kubuka daun jendela dan
kupandang keluar: lihatlah, bintang-bintang
berkedip!—aku menggigil—Kekasihku,
Kau jugakah dulu yang duduk menatapi Adam
ketika pertama dilemparkan. Kau jugakah yang
setia menunggu zaman demi zaman?
bintang-bintang berkedip
hanya bintang
hanya kedip—
75
Tuhanku
tiba-tiba seorang kawanku tiba
dipandangnya aku dengan tertawa. ya, ya,
Tuhan telah menjadi sepatah kata
kita pergunakan untuk berdagang
dan memoles muka.
76
Tuhanku
daripada cahaya gemerlap
aku memilih gelap bercahaya.
begitu sering aku diserimpung
oleh yang diperlihatkan mata
dijebak oleh yang diperdengarkan telinga.
Tuhanku Yang Mahahening!
kupilih sepi
sepi yang sunyi
maupun sepi dalam ramai.
sepi rahasia-Mu
yang menampung semesta ruang dan waktu
tak penuh oleh keributan jagat seribu.
77
Tuhanku
hidupku meringkuk dalam fana penjara
aku sembahyang dan bekerja
untuk merobohkan dindingnya.
namun selalu kurindukan saat
di mana utusan-Mu hadir
untuk merobohkan dinding yang terakhir
segala pamrihku menyingkir
dalam darah keabadian-Mu
aku mengalir.

78
Tuhanku
betapa bisa kuusapkan tanganku,
di lutut-Mu Yang Maharahasia
betapa bisa kuwujudkan cintaku,
jika hati hanya benda.
Tuhanku
Engkau berada di luar
segala yang kubayangkan
meskipun kutahu
Engkau juga berada di dalam.
duh, betapa bisa kupahamkan!
Tuhanku,
bawalah di tangan-Mu
diriku yang dungu.
79
Tuhanku
kutahu betapa banyak sampah
dan ketidak-mengertian yang kusandang
hingga matiku nanti.
hidupku dipenjara waktu, diperbudak ruang
sementara impian-impian
begitu memperalat dan menjerumuskan.
mesti menebas sebelum terancam, bunuh sebelum
tertikam dan berlomba mencekik sebelum lenyap
hari dan malam—
Tuhanku, betapa malu!
timbuni tubuhku di bumi-Mu,
tanpa gundukan, tanpa nisan
tanpa sejarah
80
Tuhanku
kutahu dengan tangan, kugenggam percik lautan
kutahu dengan rasa, kubaca ombaknya
tapi menerka cakrawala, Kekasih
dengan apa?
kutahu dengan iman, kurambah hari depan
dengan tajam budi, kubelah bumi
tapi menerka kelahiran-Mu
takkan sedia waktu
Tuhanku,
kutahu, kutahu dengan senyuman
jagat bisa ditelan.
tapi dengan sembilan samudera cintaku
hanya sejengkal kakiku beringsut mendekati-Mu.
81
Tuhanku
sebab keterbatasan yang Kau kodratkan bagiku
maka kuucapkan terima kasih yang beribu-ribu.
jika tak karena Kau, yang merdeka dari beragam
kedunguanku, tidaklah kurawat hidupku.
jika dengan gampang kupandang sosok-Mu niscaya aku
berhenti melunasi umurku.
Tuhanku,
jika tiada yang tak terbatas
betapa sombong aku,
betapa kemarin pasti telah mati
dan besok pasti kubunuh
hari ini.
82
Tuhanku
songsonglah nyanyian
rindu jiwaku yang cemas
kutinggalkan lautan
yang berkilau
bagai butir-butir emas.
Tuhanku,
kuingin jangan ada gugusan pulau
yang menyorongku ke kota-kota balau
teruslah kapalku mengejar gemintang
laparlah perutku sampai Engkau
yang aku sedia membayar
dengan seribu kematian
83
Tuhanku
kujalani 9 puasa dalam hidupku
kuambil Satu, dari seribu harapan
kujaga Telanjang, di dalam berpakaian
kupilih Cakrawala, dari berjuta kebenaran
kuraih Sepi, dari selaksa keindahan
kuasah Cahaya, di tengah kegelapan
hanya Sekali makan, dalam kerumunan kenyang
kuamati Penjara, di antara bayang-bayang
kemerdekaan
kutegakkan Diam, dalam gemuruh ombak lautan
kukejar bisu rahasia-Mu
di tengah mabuk nyanyian
84
Tuhanku
kugenggam di batinku satu rahasia
sumber naluri dan pikiran
dari mana langkah hidupku ini dilahirkan
kiranya hanya dengan mengungkapkannya, wajaku yang
sebenarnya, bisa terbaca.
namun ia tak bisa kuucapkan
kepada siapapun saja.
untuk itu, Tuhanku
kami saling terluka
bertabrakan dan sakit.
Tuhanku,
bahkan kepada-Mu, tak kutanyakan ia
sebab Engkau pun, yang memiliki rahasia itu
begitu tahan membisu
85
Tuhanku
kukasihi ia sebab menderita
di atas ketidakmengertian dan kekurangannya
kujaga nyawanya sebisa-bisa
sebab diketukkan palu sengsara
Kau anugerahkan cahaya.
Tuhanku,
kelemahan ialah kekuatan yang besar
ringkih hidupnya menjelma jadi raksasa tegar
jika mesti kuberikan ini nyawa
sebagai tumbal darah sukmanya
maka inilah kesempatan
membagi hidupku, dengan-Mu.
86
Tuhanku
tak sesuatu hal pun lepas dari asma-Mu
maka tak sesuatu hal pun bisa kurumuskan
dengan pikiranku.
Tuhanku,
segala perkataanku
hanya buih!
namun demikian, Kekasih, berilah aku jalan
untuk kaki rinduku yang demikian jauh
dari gerbang kerajaan-Mu
terimalah kata-kataku, ala kadarnya.
87
Tuhanku
tak ingin aku untuk ingin
sebab di antara seribu keinginan
hanya Satu yang sejati.
Tuhanku,
tak ingin aku memerintah
memerintah ialah diperintah.
tak ingin aku memiliki
memiliki ialah dimiliki.
Tuhanku,
berserah diri kepada-Mu
menumbuhkan segala kekuatan
yang tak bisa diganggu
88
Tuhanku
perlukah aku turut memperebutkan
segala macam kekayaan
yang Kau anugerahkan?
sedang jikapun tak mampu aku memiliki-Mu
tetap aku hanyalah milik-Mu
89
Tuhanku
di hadapan-Mu, apa yang bisa kubanggakan?
aku hadir dari sebuah kata
yang berbunyi: bukan
aku lahir di pulau bukan
dibesarkan oleh bapak ibu bukan
pergi aku meninggalkan bukan
tiba di seberang hutan bukan
kuperah jiwa demi bukan
tak terhitung langkah untuk bukan
kusangka ya tapi bukan
kusangka bukan ternyata bukan
melompat dari bukan ke bukan
mendoakan bukan malah dikutuk bukan
terkapar di hutan bukan
waktu mencintai bukan
akhirnya hanya tinggal bukan
: satu mata sepi
Sembahyang cemas
akan Bukan
90
Tuhanku
di dalam diriku ada ruang
amat luas tak terbatas
Fajar hari melemparinya dengan batu
tapi tak bergeming ia, karena tak berdinding
Pagi membidikkan berjuta anak panah
tapi tak terluka ia, karena kosong
Kemudian siang membakarnya dengan api iblis
tapi tak terbakar ia
karena lembut bagai kristal angin
Sore, menumpahkan air busuk dan sampah dunia
tapi diubahnya menjadi bunga dan tenaga
Dan malam, menikamkan pisaunya bertubi-tubi:
darah mengalir!
menjadi bentangan samudera
yang biru
aku berlayar ke daerah-Mu
Tuhanku,
di dalam diriku
ada ruang amat luas tak terbatas
Waktu, mengisinya dengan nyanyi
dari hari ke hari
Waktu batuk-batuk!
berguguran gunung tumpah ke dalamnya
Waktu muntah!
bau busuk nafsu dunia fana
tetapi ruangku
Engkau
Yang Maha Segala Maha
tetap kosong tak terdera.
91
Tuhanku
demi cipratan ludah-Mu
yang menjadi pusat tenaga hidupku
segenap matahari tak menyilaukanku
segenap licin tak menggelincirkanku
segenap godaan tak melenakanku
segenap kesengsaraan tak meluruhkanku
segenap tipuan tak memberdayakanku
segenap penyakit tak menyakitiku
segenap pembunuh tak mematikanku
segenap kematian tak melenyapkanku
segala jenis manusia
segala jin
segala roh
Ya’juj dan Ma’juj
segenap kelamin iblis dan dajjal
segala peri druhun dimemonon lengeng
segala debu dan gunung
segala kekuatan dan getaran
segala api dan cahaya
tak memisahkanku dari-Mu
tak memusahkanku dari-Mu!
92
Tuhanku
kutempuh lima sembahyang hidupku:
sembahyang kasar
wajib dan sunnah
kutumpuk dari hari ke hari.
sembahyang hayat
menyebut “tiada Engkau”
ketika napas keluar
“selain Engkau”
tatkala napas masuk.
sembahyang hati
sembahyang jiwa
dari mendetakkan-Mu
“Allah, Allah, Allah”.
sembahyang matahari
ialah mengucapkan senyuman
kepada dunia yang kebingungan.
kemudian
Sembahyang Sih
sembahyang tanpa gerak
tanpa makrifat
menatap
Mu.
93
Tuhanku
setiap orang menggambar wajahku
di dalam diri mereka
seperti kugambar wajah mereka
di dalam diriku.
demikian pun setiap langkahku
menggoreskan lukisan wajahku
di dalam diri mereka
seperti setiap langkah mereka
melukiskan gambarannya
di dalam diriku.
demikianlah, Tuhanku
kami pun saling memandang
asing dan termangu-mangu
cinta kasih dan kebencian
menyatu.
Tuhanku,
pertemuan kami semu
lamis dan harus saling menipu
salah-menyalahkan, keliru memahamkan
bertengkar untuk hal-hal yang picisan
menjadi sombong atau saling meniadakan.
Tuhanku,
maafkan kedunguan kami
tanamilah jiwa kami
dengan makna sembahyang
sebab di hadapan-Mu
cukup hadir
dengan telanjang.
94
Tuhanku
jika tak tulus jiwaku
halangilah segala hasratku untuk pandai
dan mengerti kenyataan ini.
namun jika Kau lihat cukup ketulusanku
anugerahkan setetes ayat-Mu
agar menjadi tindakanku.
Tuhanku,
di luar ketulusan hati
bahasa-Mu takkan bisa kupahami.
kami mengembara ke hutan-hutan
dikungkung kesombongan yang tak kami sadari.
Tuhanku,
seribu samudera ilmu-Mu
jumlah tak terkira kesanggupan-Mu
tidaklah kuimpikan.
cuma tumbuhkan kemampuanku
menjadi setetes air
bergabung di samudera itu.
95
Tuhanku
namaku hanya kulit
nanti siang akan terkelupas
oleh waktu dan panas.
Tuhanku,
namaku tidak ada.
Tuhanku,
bimbinglah hari-hariku
yang kupersembahkan kepada-Mu
96
Tuhanku
tiupkan rahasia penciptaan-Mu agar tumbuh
dan membara api di ubun-ubunku agar tanpa henti
ia bergerak bagai waktu dan dalam
gerak itu ia diam bagai cakra
semesta yang bisu
Tuhanku
getarkan satu kilatan gerak tangan-Mu untuk
menyulutkan cahaya atas apiku agar bagai
mantra-Mu ia memancarkan matahari yang
bergelombang-gelombang
Tuhanku
jatuhkan seserpih kaca bola mata-Mu untuk
kupasang di ujung setiap gelombang itu agar ia
mematahari sampai ke sumsum-sumsum
paling rahasia dari bumi dan
manusia
Tuhanku
Tuhanku
Tuhanku
97
Tuhanku
lingkari jiwaku
dengan cincin kasih-Mu
kubuka mulut kuminum cahaya-Mu
demi kebenaran kitab-kitab-Mu Taurat
Injil Zabur dan Quran yang sempurna pagari
rumahku dengan tali pelindung Zukhal Musytari
Syakhlatusysyamsi Dzuhroh dan Atharid serta seribu
malaikat-Mu dirikan antara aku dengan musuh-musuh
ku dinding yang Kau jaga dinding yang Kau jaga
Tuhanku Tuhanku
98
Tuhanku
tanami ladangku
dengan keinsafan Adam
ketahanan Nuh
kecerdasan Ibrahim
ketulusan Ismail
kebersahajaan Ayyub
kearifan Yakub
kesabaran Yunus
kelapangan Yusuf
kesungguhan Musa
kefasihan Harun
kebeningan Khidlir
kesucian Isa
kematangan Muhammad
Tuhanku
tanami ladangku
Tuhanku
99
Tuhanku
inilah kata-kataku
bahasa paling wadak
dari gairah cintaku
untuk ketemu.
Tuhanku
betapa masih jauh
jarak antara kita
ketika masih kubutuhkan
ungkapan-ungkapan.
Tuhanku
namun betapa pun
inilah sebagian
dari ilmu
yang Kau ajarkan.
Tuhanku
dari hari ke hari
terus kunanti
saat merdeka
dari tubuh ruang waktu ini
di mana asma-Mu
tak perlu kupanggil lagi
di mana senyum-Mu
langsung mengaliri
rohku ini.
Sumber : www.caknun.com/tag/pustaka-emha/
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Lautan Jilbab

Pengunjung Blog

Posted by Arip. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut