Ketepatan
Menempatkan
“Tadi
Mas Parmin dalam kalimat pertamanya menyebut ‘Ingkang kinabekten Cak Nun’.
Saya tahu maksudnya dan itu pasti mulia, tapi saya agak takut terhadap kalimat
itu. Kalau memang ada yang kinabekten, itu hanya Allah SWT saja. Jadi
kalau yang dimaksud tadi itu dari saya terus bergulir menuju Allah, tidak ada
masalah.Tapi kalau berhenti pada saya, inilah yang membikin dunia rusak.”
Hubungan
setiap manusia dengan Tuhannya tidak boleh dihalangi oleh apapun – baik itu
Nabi, kiai, negara, televisi – karena setiap orang tidak bisa menolong siapapun
kecuali dirinya sendiri. Hubungan dengan Tuhan itu harus face to face.
Sekarang ini banyak sekali ulama dan tokoh yang berdiri di antara kita dengan
Tuhan sehingga akhirnya yang tampak di mata kita bukan lagi Tuhan, melainkan
orang-orang itu.
“Dari
tadi Anda menempatkan saya pada tempat yang saya sendiri tidak memahaminya.
Kiai, Ustadz, Al-Mukarom. Padahal saya tidak lebih baik dan tidak lebih pintar
dibanding Anda. Saya tidak bisa mengerjakan apa yang tiap hari Anda kerjakan di
tambak.”
Yang
harus diberantas di Indonesia antara lain adalah rasa rendah diri di depan
ustadz. Kriteria ustadz harus dibongkar karena urusannya bukan kepandaian
melainkan kebaikan. Dan kebaikan adalah justru harus disembunyikan; tidak boleh
disarjanakan. Sementara di Jakarta, ustadz sudah diposisikan sebagai profesi.
Orang-orang mengundang mereka untuk memberi khutbah atau ceramah tanpa pernah
benar-benar mengenal bagaimana akhlak mereka. Akibatnya, omongan mereka tak
bisa dikontrol apakah selaras dengan perilakunya atau tidak.
“Di
dalam Al-Qur’an tidak ada ustadz, tidak ada kiai. Kalau ulama ada, tapi itupun
bukan dalam pengertian seperti yang dipahami orang Indonesia. Urusan ulama
bukanlah ceramah. Ulama itu urusannya kejujuran dalam meneliti segala sesuatu.
Ketika dia sudah menguasai sesuatu, dia disebut ulama.”
Di
dalam hidup ini tidak ada barang yang buruk. Yang ada hanyalah barang yang
berada tidak pada tempatnya. Baik seperti apapun jika ditempatkan pada tempat
yang tidak tepat, dia akan menjadi keburukan. Buruk seperti apapun jika
ditempatkan di tempat yang memang semestinya, dia menjadi kebaikan.
Sederhananya, tai bisa jadi pupuk kompos. Begitu pula dengan kesedihan, dia
bisa menjadi kekuatan ruhani yang luar biasa.
Catatan Silaturahmi Inti Plasma di Desa Bumi Pratama
Mandira Bersama Cak Nun
0 komentar:
Posting Komentar