Manajemen
Tiga Laci
Terkait
pengelolaan keuntungan, Cak Nun menyarankan supaya ada kas plasma mandiri di
mana semua orang menabung secara tercatat dalam kepengurusan yang terkontrol,
dan ada kas plasma abadi yang tidak tercatat. Mungkin di setiap RT atau satuan
yang lebih kecil, ada kotak kolektif dengan dasar sudah saling percaya, di mana
setiap orang ikhlas investasi dunia akhirat. Cak Nun menggambarkannya dalam
manajemen tiga laci tukang bakso. Ada laci jual beli, laci keluarga, dan laci
untuk tujuan abadi.
“Saya
pribadi tidak punya pekerjaan, menanggung banyak sekali orang, maka saya
menggunakan manajemen tiga laci. Anak-istri saya harus beres, ini wajib
hukumnya. Katakanlah sebulan dua juta. Laci kedua dinamis sifatnya, dia siap
membantu laci pertama kalau ada hal-hal darurat. Kalau ada sisa lebih dari men-supply
laci pertama, saya masukkan ke laci ketiga. Laci ini tidak boleh
diutak-atik sampai akhirat.”
“Saya
ada uang keluarga, uang sosial, dan uang pendheman. Uang pendheman saya
masukkan dalam plastik, lalu saya simpan di dalam tanah. Jumlahnya bisa puluhan
kali lipat daripada laci pertama dan kedua karena Tuhan bisa
menambahinya.”
Maka
Kiaikanjeng yang sekian banyaknya itu tak pernah menggantungkan hidup mereka
dari profesionalitas. Mereka hanya profesional ketika diundang
perusahaan-perusahaan besar, tapi begitu bersentuhan dengan masyarakat desa,
yang terjadi bisa semi infaq maupun infaq murni. Dan kalau dapat satu event profesional,
Kiaikanjeng melakukan infaq untuk dua event.
Semi
infaq itu Kiaikanjeng tidak mendapat apa-apa tapi masyarakat yang menyediakan sound
system dan panggungnya. Kalau bertemu dengan korban gempa, misalnya, yang
terjadi adalah infaq murni, di mana Kiaikanjeng dan Cak Nun yang menyiapkan
semuanya bahkan kalau perlu sekalian menanggung konsumsi dan
kebutuhan-kebutuhan lain mereka. Manajemen adalah mengadakan sesuatu yang tidak
ada. Kalau sudah ada uang kemudian diatur, itu bukan manajemen tapi kasir.
Dalam
Surat Ath-Thalaq ayat 2 dan 3 ada transaksi yang ditawarkan Allah. Kalau kita
bayar takwa kepada Allah, Allah memberikan solusi atas setiap masalah kita dan
memberikan rizqi dari arah yang tidak kita duga-duga. Takwa itu menetapkan diri
dalam ingatan kepada Allah, mempertimbangkan apa saja berdasarkan adanya peran
Allah. Takwa ada di dalam komitmen kita.
Kalau
kita bayar tawakal, Allah berjanji ikut menghitung seluruh keperluan-keperluan
kita dan membuat kita mampu mencapai cita-cita. Tawakal itu kesetiaan untuk
terus-menerus mengerti ketergantungan kepada Allah. Tawakal itu letaknya di
dalam hati.
“Saya
itu sering diberi cash oleh Allah. Pernah suatu malam pengajian saya
didatangi Mbah Siraj, kiai 94 tahun dari Klaten. Saya sedih karena waktu itu
tak punya uang untuk nyangoni. Saya turun panggung, wudlu, masuk kamar.
Ketika hendak sisiran, tiba-tiba ada uang sepuluh juta di dekat sisir. Tapi
saya harus tahu bahwa itu bukan uang saya. Itu uang Mbah Siraj dan saya tidak
boleh mengambilnya sepeserpun. Maka kalau sama Allah Anda jangan
tanggung-tanggung. Manja sama Allah itu sebaik-baiknya pekerjaan.”
Catatan Silaturahmi Inti Plasma di Desa Bumi Pratama
Mandira Bersama Cak Nun
0 komentar:
Posting Komentar