"Manners Before Knowledge"

Sabtu, 21 September 2013

Jangan Sampai Ikut Sakit



Jangan Sampai Ikut Sakit

Ibarat manusia, Republik Indonesia ini sedang sakit sementara Inti dan Plasma sehat-sehat saja. Yang sehat jangan sampai tertular yang sakit. Oleh karena itu yang perlu dikerjakan adalah mengidentifikasi bagaimana proses penularan penyakit-penyakit yang diderita Indonesia.
Masuknya Indonesia ke desa Bumi Pratama Mandira ini bisa lewat politik dengan undang-undangnya yang moroti para petambak, bisa lewat berita-berita di koran, bisa lewat tayangan-tayangan televisi, tapi bisa juga lewat gerakan-gerakan yang lebih ‘kasar’. Misalnya kalau di Pulau Jawa, ada gerakan-gerakan Pakistan yang menugaskan beberapa utusannya menyebarkan ajaran.

Kapal mereka berlayar menyusuri Pantai Selatan, mengangkut sekitar 400 orang. Dari pantai Gunung Kidul mereka menyewa perahu nelayan seharga 500.000 untuk menjemput para utusan sekaligus merekrut penduduk lokal untuk dilatih di Pakistan. Empat bulan kemudian barulah mereka dikembalikan. Begitu seterusnya.Perusakan-perusakan Islam semacam ini merupakan rekayasa internasional yang disponsori oleh trio Amerika Serikat, Israel, dan Arab Saudi.
Andil televisi dalam merusak adalah menggambarkan ulama sebagai tukang menasihati sehingga Islam menjadi tidak ada hubungannya dengan budidaya tambak, pengolahan sawah, atau ngojek untuk cari nafkah. Terdengar sepele, tapi ini yang membentuk pemahaman sekularisme di dalam pandangan orang Indonesia.

“Dalam tayangan-tayangan siraman rohani, Anda pikir yang mengatur siapa jamaahnya, bagaimana format acaranya, jam berapa syutingnya, itu benar-benar orang Islam? Anda selama ini disetir oleh orang-orang yang sebenarnya tidak ada urusan dengan kejayaan Islam. Mereka adalah orang-orang yang secara budaya dengan taktis strategis menghancurkan Islam.”

“Ini saya agak sedih mengatakannya; kok Anda punya keinginan mengundang Yusuf Mansyur itu atas pemahaman apa? Nomor satu yang menghancurkan Anda ya televisi itu. Yang mana dari acara TV yang mencerdaskan, yang membuat Anda jadi lebih baik? Maka tolong ciptakan hiburan dari komunitas dan silaturahmimu sendiri daripada tergantung pada hiburan TV.”

Pemberitaan-pemberitaan sekarang ini hanya ibarat bau kentut. Masyarakat seharusnya punya kecerdasan untuk mengidentifikasi dengan jernih siapa yang kentut, kenapa dia kentut sekarang bukannya kemarin atau besok – apakah ada maksud politik atau kepentingan pribadinya. Lalu kenapa kentut yang dipilih yang bunyinya seperti itu, makan apa dia sampai bau kentutnya begitu. Jadi, informasi pun harus kita organisir dengan baik agar kita tidak menjadi korban.

Misalkan tadi ada persoalan mengenai hamil di luar nikah. Itu kan akibat. Sebabnya adalah situasi yang tidak terkontrol dalam tatanan masyarakat yang membuat anak-anak SMP pacaran tidak masalah, rangkul-rangkulan di jalan sah-sah saja. Media massa juga berperan sangat besar dalam membentuk pandangan ini.

“Penyebab tadi itu berlaku di Indonesia atau juga berlaku di plasma? Anda yang harus mengontrolnya. Sekarang tabung negeri Anda harus dipertebal, filternya diperketat di segala bidang agar tidak keracunan dari luar. Kalau di Jawa, dulu kita tenang-tenang saja kalau anak kita keluar rumah karena tetangga-tetangga ikut melindungi. Sekarang keluar rumah itu ancaman; entah itu diculik, diajari yang nggak-nggak, atau kena narkoba.”

Misalkan anak kita di sekolah diajak temannya urunan sekian ribu rupiah. Ternyata temannya di-setup untuk kerja sama dengan polisi, uang yang terkumpul digunakan untuk beli ganja. Semua yang urunan ditangkap. Kepentingan utama bukan pada si anak, tapi dengan kasus itu polisi bisa leluasa memeras bapaknya. Setelah dirasa cukup, barulah kasus dibatalkan. Ini sering sekali terjadi.
“Urusan Anda kan menyangkut moral, politik, penyempitan-penyempitan agama; itu harus dipermatang ilmunya. Jadi kalau menyekolahkan anak, jangan serahkan dia seratus persen kepada sekolah karena sekolah tak punya urusan dengan moral anak. Lulusan terbaik itu bukan berarti baik. Yang ada di sekolah hanyalah urusan kepandaian, padahal kepandaian menjadi berbahaya kalau tidak dengan kebaikan. Sekolah hanyalah asisten di bidang kepandaian, tapi untuk kepribadian dan moral harus ditangani oleh orang tua. Pendidik utama adalah orang tua.”

Kalau ada kiai menghamili santrinya, masyarakat sudah tidak mengakuinya sebagai kiai. Tapi kalau ada profesor menghamili mahasiswinya, keprofesorannya tidak terganggu sama sekali. Ini sudah cukup menunjukkan mana yang sehat : masyarakat atau dunia.

“Masyarakat Wachyuni Nusantara (WM) harus punya paket-paket pendidikan moral dan pendidikan kultural. Yang namanya plasma itu bukan hanya orang-orang tua, tapi juga anak-anak – meski tidak semua mau menjadi petambak. Tapi sejak awal mereka sudah harus mengerti moral dan kebiasaan baik. Kebiasaan baik ini jauh lebih penting daripada pemahaman.”


Catatan Silaturahmi Inti Plasma di Desa Bumi Pratama Mandira Bersama Cak Nun
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Lautan Jilbab

Pengunjung Blog

Posted by Arip. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut