"Manners Before Knowledge"

Sabtu, 21 September 2013

Ketepatan Menempatkan



Ketepatan Menempatkan

“Tadi Mas Parmin dalam kalimat pertamanya menyebut ‘Ingkang kinabekten Cak Nun’. Saya tahu maksudnya dan itu pasti mulia, tapi saya agak takut terhadap kalimat itu. Kalau memang ada yang kinabekten, itu hanya Allah SWT saja. Jadi kalau yang dimaksud tadi itu dari saya terus bergulir menuju Allah, tidak ada masalah.Tapi kalau berhenti pada saya, inilah yang membikin dunia rusak.”
Hubungan setiap manusia dengan Tuhannya tidak boleh dihalangi oleh apapun – baik itu Nabi, kiai, negara, televisi – karena setiap orang tidak bisa menolong siapapun kecuali dirinya sendiri. Hubungan dengan Tuhan itu harus face to face. Sekarang ini banyak sekali ulama dan tokoh yang berdiri di antara kita dengan Tuhan sehingga akhirnya yang tampak di mata kita bukan lagi Tuhan, melainkan orang-orang itu.

“Dari tadi Anda menempatkan saya pada tempat yang saya sendiri tidak memahaminya. Kiai, Ustadz, Al-Mukarom. Padahal saya tidak lebih baik dan tidak lebih pintar dibanding Anda. Saya tidak bisa mengerjakan apa yang tiap hari Anda kerjakan di tambak.”
Yang harus diberantas di Indonesia antara lain adalah rasa rendah diri di depan ustadz. Kriteria ustadz harus dibongkar karena urusannya bukan kepandaian melainkan kebaikan. Dan kebaikan adalah justru harus disembunyikan; tidak boleh disarjanakan. Sementara di Jakarta, ustadz sudah diposisikan sebagai profesi. Orang-orang mengundang mereka untuk memberi khutbah atau ceramah tanpa pernah benar-benar mengenal bagaimana akhlak mereka. Akibatnya, omongan mereka tak bisa dikontrol apakah selaras dengan perilakunya atau tidak.

“Di dalam Al-Qur’an tidak ada ustadz, tidak ada kiai. Kalau ulama ada, tapi itupun bukan dalam pengertian seperti yang dipahami orang Indonesia. Urusan ulama bukanlah ceramah. Ulama itu urusannya kejujuran dalam meneliti segala sesuatu. Ketika dia sudah menguasai sesuatu, dia disebut ulama.”

Di dalam hidup ini tidak ada barang yang buruk. Yang ada hanyalah barang yang berada tidak pada tempatnya. Baik seperti apapun jika ditempatkan pada tempat yang tidak tepat, dia akan menjadi keburukan. Buruk seperti apapun jika ditempatkan di tempat yang memang semestinya, dia menjadi kebaikan. Sederhananya, tai bisa jadi pupuk kompos. Begitu pula dengan kesedihan, dia bisa menjadi kekuatan ruhani yang luar biasa.


Catatan Silaturahmi Inti Plasma di Desa Bumi Pratama Mandira Bersama Cak Nun
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Lautan Jilbab

Pengunjung Blog

Posted by Arip. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut